Berita Surabaya

Gandeng A2K3, Komunitas Wartawan Susun Panduan K3 Jurnalis

Tingginya risiko pekerjaan yang ditanggung jurnalis memantik kesadaran tentang pentingnya penerapan Kesehatan dan Keselamatan Kerja (K3).

Penulis: Sri Handi Lestari | Editor: Parmin
surya.co.id/ahmad zaimul haq
K3 JURNALIS - Tiga pemateri sebagai pemantik diskusi, Kabid Pengawasan Disnakertrans Provinsi Jatim Sigit Priyanto, Katamsi Ginano selaku General Manager External Affairs PT Merdeka Copper Gold dan satu narasumber lagi adalah Edi Priyanto sebagai Direktur SDM PT Pelindo III (Persero) sekaligus anggota Asosiasi Ahli K3 (A2K3) dalam Komunitas Wartawan Peduli Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3) Jawa Timur diskusi pembuatan Panduan K3 khusus untuk wartawan dan Focus Group Discussion (FGD) Penyusunan Usulan Panduan Identifikasi Budaya dan Perilaku Risiko K3 Wartawan di Whiz Capsule Hotel Grand Bromo, Sukapura, Kabupaten Probolinggo, 3-4 April 2021. 

"Dengan kondisi itu, maka pekerjaan seorang wartawan lebih banyak mengandung resiko, dibanding dengan pekerjaan lain. Untuk itulah, akan sangat penting untuk melindungi para petugas jurnalistik tersebut, khususnya terkait K3-nya," ungkap Sigit.

Yakni dengan pemberian pemahaman pentingnya K3, pemenuhan syarat-syarat K3, pemberian alat pelindung diri dan pemeriksaan kesehatan kerja.

Bentuk perlindungan lain adalah jaminan sosial tenaga kerja dan pendampingan terhadap masalah yang dialami oleh wartawan, seperti tekanan-tekanan dari pihak lain.

Pemateri kedua, Katamsi Ginano, General Manager External Affairs PT Merdeka Copper Gold memberikan beberapa perbandingan dalam penerapan K3 sektor pertambangan.

Menurutnya ada dua cara dalam penerapan K3. "Yakni pemaksaan melalui aturan dan membentuk kesadaran (budaya)," kata Katamsi.
Keselamatan seharusnya adalah hal pertama yang harus dibahas sebelum urusan kerja.

Di sektor pertambangan, ada buku panduan yang rinci. Misalnya sepatu, alat pemadam kebakaran, helm dan sebagainya.

"Apakah semua industri seperti itu? Tidak. Sehingga, untuk implementasi K3, diperlukan sebuah dedikasi penuh," jelas Katamsi.

Tidak cukup hanya pemaksaan melalui aturan atau pembiasaan membentuk budaya.

Ketika ada orang bertanya, risiko terbesar wartawan ketika meliput apa? Kalau di pertambangan pertanyaan risiko itu bisa didefinisikan dan diidentifikasi jelas. Tetapi kalau wartawan risikonya out of mind (tidak terduga-duga).

"Misalnya wartawan hadiri nikahan saja bisa kena gebuk," ungkap Katamsi merujuk peristiwa pemukulan wartawan Tempo oleh oknum aparat di Surabaya, akhir Maret 2021 lalu.

Mantan wartawan Republika ini juga memberikan gambaran bahwa aturan dan budaya keselamatan adalah nomor satu dalam menghindari risiko kecelakaan kerja. Tetapi berpikir keselamatan, derajatnya lebih tinggi dibanding aturan dan budaya K3.

Dengan karakterikstik pekerjaan wartawan, bisa diasumsikan standar K3 wartawan seharusnya lebih tinggi dari sektor pertambangan.

Para jurnalis harus bisa mengidentifikasi beragam potensi bahaya yang mengancam keselamatan dan kesehatan kerjanya.

Sementara itu, Edi Priyanto sebagai anggota Asosiasi Ahli K3 (A2K3) menyuguhkan materi berjudul “Identifikasi Bahaya dan Penilaian Risiko K3 Jurnalis”.

Menurut Edi, proses identifikasi bahaya ini penting dilakukan sebagai bahan penilaian derajat risiko K3 para junalis.

Halaman 2/4
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved