Khofifah Blak-blakan Soal Mobil PCR yang Membuat Risma Marah, Alasan Dikirim ke Tulungagung
Gubernur Jatim Khofifah Indar Parawansa akhirnya blak-blakan soal mobil Lab PCR yang membuat Walikota Surabaya Tri Rismaharini atau Risma marah.
Penulis: Fatimatuz Zahro | Editor: Tri Mulyono
SURYA.CO.ID, SURABAYA - Gubernur Jawa Timur (Jatim) Khofifah Indar Parawansa akhirnya blak-blakan soal mobil Lab PCR yang membuat Walikota Surabaya Tri Rismaharini atau Risma marah.
Seperti diketahui, Risma marah setelah mengetahui 2 mobil Lab PCR bantuan dari Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) dikirim ke Tulungagung dan Sidoarjo, beberapa hari lalu.
Risma beranggapan bantuan 2 mobil Lab PCR itu khusus untuk Kota Surabaya yang tingkat penularan Virus Corona atau COVID-19 tertinggi di Jatim.
• BERITA Surabaya Hari ini Populer: Risma Pamit dan Khofifah Ungkap Fakta Kisruh Mobil PCR Dialihkan
• 4 FAKTA Risma Pamit Setelah Jabat Walikota Surabaya 2 Periode, Apa Rencananya Seusai Pensiun?
• Fadli Zon Sebut Ngeri Lihat Risma Marah Gara-gara Mobil PCR, Yunarto: Gak Bakal Diculik Bang
• Mulai Besok, Siswa di Jatim Mulai Mengikuti Kegiatan Belajar Mengajar
Dalam penjelasan, Gubernur Khofifah menyebutkan bahwa pengoperasionalan mobil laboratorium PCR ke Tulungagung dan Sidoarjo berdasarkan kebutuhan dan memang kekurangan perangkat test PCR.
Jika dibandingkan dengan Kota Surabaya yang memiliki tujuh titik laboratorium, kapasitas tes spesimen di Kabupaten Tulungagung dan Kabupaten Sidoarjo sangat jauh dibandingkan Kota Surabaya.
“Di Tulungagung itu, jangan kaget ya teman-teman, PDPnya terbesar setelah Surabaya.
Dan teman-teman bisa melihat dari data ini PDP yang meninggal di Tulungagung itu sangat tinggi, itu yang menjadi pertimbangan ketika dekter Joni menyetujui permintaan bantuan mobil PCR agar dioperasionalkan di Tulungagung,” kata Khofifah, Minggu (31/5/2020).
Disebutkan Khofifah di Tulungagung ada sebanyak 175 orang berstatus PDP meninggal dunia.
Angka ini menjadi yang tertinggi untuk PDP yang meninggal dunia di Jatim.
Bahkan lebih dari separo pasien berstatus PDP di Tulungagung yang meninggal tersebut belum mendapatkan tes swab PCR.
Alasannya karena keterbatasan perangkat.
“Kami berkoordinasi sangat teknis ke sana. Juga Kapolda berpesan khusus supaya hal-hal seperti ini bisa kita tertangani lebih efektif lagi,” kata Khofifah.

Pasalnya, banyak dari pasien PDP di Tulungagung tak sempat di swab PCR namun sudah meninggal dunia.
Ini karena di Kabupaten Tulungagung tidak memiliki laboratorium untuk uji spesimen swab dengan mesin PCR.
Saat ini pun, alat yang ada di rumah sakit rujukan Kabupaten Tulungagung adalah mesin tes cepat molekuler (TCM).
Mesin ini adalah mesin yang biasa digunakan untuk tes penyakit TB yang kemudian ditambahkan dengan alat cartridge untuk bisa dijadikan mesin tes Covid-19.
Saat ini posisinya mesin tersebut belum siap dioperasionalkan karena memang alat tambahannya baru datang.
Begitu juga dengan Kabupaten Sidoarjo.
Gubernur pertama perempuan Jawa Timur ini menyampaikan bahwa koordinasi intens dengan Pemkab Sidoarjo sudah dilakukan sejak pekan kedua bulan Ramadhan.
Pemda Sidoarjo menyampaikan bahwa mereka sangat membutuhkan percepatan pengujian spesimen agar percepatan penanganan pasien juga bisa segera dilakukan.
Padahal di Sidoarjo tidak ada laboratorium yang tersedia dan memiliki mesin PCR sebagai perangkat uji paling akurat untuk menguji spesimen pendiagnosa virus SARS-CoV-2.
Sama halnya dengan di Tulungagung, di Sidoarjo juga hanya mengandalkan mesin TCM.
Yang sayangnya kapasitas tesnya hanya 16 spesimen per hari.
“Permintaan dari Sidoarjo sudah lama kami terima bahkan saat minggu kedua Ramadhan kita rapat di pendopo tengah malam.
Kepala RSUD Kab Sidoarjo menyampaikan bahwa mereka membutuhkan adanya percepatan PCR test, karena di Sidoarjo per hari ini, ada 632 kasus orang terkonfirmasi positif Covid-19.
Dan kondisi seperti ini di sana tanpa ada support untuk PCR test.
Kalau hanya 16 spesimen per hari dibandingkan 632 yang kasus positif covid-19, maka sangat jauh dibandingkan harapan untuk percepatan,” urai Khofifah.
Hal tersebutlah yang akhirnya menjadi pertimbangan tim Gugus Tugas Jatim menyetujui permintaan Kabupaten Sidoarjo agar mobil PCR test bantuan BNPB dimampirkan ke Sidoarjo untuk mengatasi antrean tes PCR para pasien.

Gubernur Khofifah lalu mengajak untuk melihat ketersediaan dan kapasitas laboratorium yang memiliki mesin PCR di Surabaya.
Total ada tujuh laboratorium di Surabaya yang bisa melakukan tes PCR dengan kapasitas yang besar.
Ada RSUD dr Soetomo, RSUA (ITD), BBLK, BBTLK, RS Premier, National Hospital, dan RS PHC.
Total kapasitas tujuh titik lab uji PCR ini mencapai 1.564 tes spesimen dalam sehari.
“Jadi sebetulnya ada 7 laboratorium yang bisa digunakan untuk tes PCR di Surabaya.
Kalau ini dimaksimalkan akan menjadi percepatan untuk uji spesimen,” kata Khofifah.
Sebagaimana diketahui, Risma marah karena dua unit mobile laboratorium PCR bantuan dari BNPB pada Pemprov Jatim dialihkan ke Kabupaten Sidoarjo dan Kabupaten Tulungagung setelah sehari penuh dioperasionalkan di sejumlah titik di Surabaya.
Video Wali Kota Risma yang marah tersebut viral lantaran menganggap ada aksi serobot penggunaan mobil PCR yang diklaim seharusnya hanya dioperasionalkan di Kota Surabaya saja.
Di sisi lain, Gugus Tugas Jatim menyatakan mobil PCR tersebut bukan hanya untuk Surabaya melainkan juga untuk daerah lain di Jatim, bergantung pada kebutuhan yang ada.
Ketua Rumpun Kuratif Gugus Tugas Percepatan Penanganan Covid-19 Jawa Timur Joni Wahyuhadi menegaskan bahwa salah paham yang terjadi antara Pemprov Jatim dengan Pemkot Surabaya disebabkan karena adanya missed komunikasi atau salah paham.
Hal itu utamanya dikarenakan adanya pesan yang tak tersampaikan dari Dinas Kesehatan Kota Surabaya ke Gugus Tugas Jawa Timur.

Dalam konferensi pers yang dilakukan di Gedung Grahadi pada hari Jumat (29/5/2020) malam, Joni yang menjadi penanggung jawab operasional dua unit mobil Laboratorium PCR bantuan dari BNPB itu sudah memprioritaskan Kota Surabaya sejak hari pertama dan hari kedua mobil itu datang.
Namun saat hari ketiga, menurut Joni, Pemkot Surabaya tidak mengomunikasikan kebutuhan atau agenda permintan pemeriksaan dengan menggunakan mobil tersebut.
Sehingga mobil tersebut sudah terlanjur dikirimkan ke daerah lain yaitu Tulungagung dan Sidoarjo yang juga memiliki antrean yang panjang.
“Hari pertama kita kirim mobil itu ke RSUA Surabaya karena memang mobil PCR itu ditujukan untuk subsitusi RSUA yang ITD nya mengalami masalah.
Jadi memang kita operasionalkan ke RSUA di hari pertama untuk melanjutkan PCR di sana,” jelas Joni.
Kemudian penggunaan mobil PCR digeser ke Asrama Haji Surabaya namun lantaran sudah sore hanya mampu mengerjakan sebanyak 10 sampel.
Pemeriksaan di Asrama Haji kembali dilanjutkan di keesokan harinya untuk mendiagnosa secara pasti orang-orang yang tengah diisolasi di Asrama Haji.
Sehingga ada sebanyak 100 sampel yang dikerjakan di titik tersebut.
Total di hari pertama dan kedua tersebut ada sebanyak 300 sampel spesimen yang dites oleh dua unit mobil PCR di Surabaya.
“Di tanggal 28 Mei 2020 itu saat malamnya mobil kedua datang.
Kami pun rundingan dengan ternyata identifikasinya Sidoarjo juga membutuhkan dan sudah menunggu lama, bahkan ada pasien yang sudah berhari-hari belum di PCR maka kami kirimkan satu unit mobil dan seharian di sana,” kata Joni.
Saat dua unit mobil sudah standby di RS Darurat Covid-19, sore harinya Gugus Tugas Jatim kembali berkoordinasi dengan Dinas Kesehatan Kota Surabaya terkait operasional mobil PCR.
Gugus Tugas Jatim menanyakan terkait kebutuhan penggunaan mobil di Surabaya namun ternyata ada pesan yang tidak tersampaikan.
“Sorenya sebelumnya kita diskusi untuk memutuskan kemana mobil ini akan dioperasionalkan, Bu Feni (Kadinkes Surabaya) menugaskan stafnya namanya Bu Deni, tapi tidak disampaikan kepada kami hari ini Kota Surabaya acara (pemeriksaannya) apa.
Maka kami kirimkan mobilnya ke Tulungagung dan Lamongan. Di tengah jalan pagi-pagi beliau telepon minta saya agar dua-duanya mobil tersebut di Surabaya saja, padahal ini sudah jalan,” kata Joni.
Adanya pesan yang tak tersampaikan itulah yang akhirnya membuat salah paham dan viral terkait kisruh penggunaan mobil lab PCR antara Pemprov Jatim dan Pemkot Surabaya.
Padahal seharusnya jika missed komunikasi tersebut bisa diluruskan dengan baik dan benar, kejadian kisruh tersebut tidak perlu terjadi. (*)