Lapsus

Anak 3 Tahun Kecanduan Gawai Susah Dikontrol, Sheila Cemas Si Buah Hati Jadi Pemarah

Kecanduan gadget ini mengakibatkan anaknya terlambat bicara. Ketika diajak ngobrol diam saja tidak merespons.

Penulis: Mohammad Romadoni | Editor: Cak Sur
pexels.com/Kaku Nguyen
KECANDUAN GAWAI - Ilustrasi seorang anak menggunakan gawai. 

SURYA.co.id | MALANG –  Masalah kecanduan gadget atau adiksi gawai pada anak-anak sudah menjadi fenomena di mana-mana. Pasien adiksi gawai ini jumlahnya terus meningkat di Rumah Sakit Jiwa (RSJ) Menur, Poliklinik Jiwa RSUD Dr Soetomo maupun RSJ Dr Radjiman Wediodiningrat Lawang. 

Parahnya, beberapa dari mereka keasyikan bermain gadget sampai lupa waktu. Kondisi inilah yang mencemaskan Sheila (26), warga Malang, karena anaknya telah kecanduan gadget

Dampak dari adiksi gawai ini membuat putri pertamanya cenderung berperilaku keras, hingga susah dikontrol.

"Sifat keras sudah keluar banget, meski berumur 3 tahun. Ini karena kecanduan gawai, sehingga sangat susah dikontrol," keluh Sheila, pekan lalu.

Dia mengungkapkan, sebagai orang tua sudah berupaya mengurangi, bahkan melarang anaknya menggunakan gadget.

Namun, jika dilarang bermain gadget maka anaknya akan marah, bahkan memukulnya.

"Kalau dilarang suka membanting benda di sekitarnya, bahkan seperti mengajak berantem. Saya bingung cara mengatasinya bagaimana," ungkapnya.

Dikatakannya, pemberian gadget dilakukannya saat sang anak berusia satu tahun hingga dua tahun. Biasanya, anaknya menonton video kartun pada aplikasi YouTube. 

"Dulu penggunaannya satu jam, sekarang usia tiga tahun malah bisa seharian. Kalau low batt total baru berhenti," terangnya.

Ditambahkannya, kecanduan gadget ini mengakibatkan anaknya terlambat bicara. Ketika  diajak ngobrol diam saja tidak merespons. Kemudian, cara berbicara juga belum fasih padahal usianya sudah lebih dari 3 tahun.

Sementara, pasangan suami istri (pasutri) Mawar (32) dan Arif (37) juga tidak menyangka anak laki-lakinya yang berinisial FA (3,5) sudah kecanduan gawai. 

Warga Malang ini juga tidak mengetahui bahwa penggunaan gadget secara berlebihan pada anak-anak bisa memengaruhi tumbuh kembang anaknya.

Mawar mengatakan, baru menyadari anaknya mengalami gangguan saat membandingkan dengan anak keduanya yang berumur 1,5 tahun, tapi sudah banyak berbicara. 

"Tidak bisa bicara, padahal sudah berusia 3,5 tahun. Tidak ada kontak mata, lalu dipanggil juga tidak merespons," ujarnya saat ditemui di pusat perbelanjaan Malang Town Square (Matos), Sabtu (19/10/2019).

Umumnya anak lebih dari 3 tahun sudah bisa melakukan toilet training, tetapi anaknya tidak bisa melakukannya. Karena itu ia  membawa putranya itu ke psikolog. Setelah dilakukan observasi selama dua jam, ternyata anaknya terindikasi gejala autis.

"Pertama ketika dipisahkan dari gadget ya menangis, teriak, bahkan apa yang ada di dekatnya dilemparkannya. Menangis keras banget, hingga guling-guling ekstrem," paparnya.

Mawar bersama suaminya lalu membawa anaknya untuk menjalani beberapa terapi pengobatan psikologis hingga melakukan diet gadget. Dia sangat membatasi aktivitas anaknya ketika memegang gadget. 

"Biasanya anak sering kali melihat video kartun dari YouTube, kini semuanya distop.  Sekarang masih boleh melihat, tapi sangat dibatasi," katanya.

Ditambahkannya, proses terapi yang dilakukan untuk penyembuhan anaknya membutuhkan waktu yang cukup lama. Dari usianya 3,5 tahun hingga sekarang 7 tahun. 

Semenjak dibatasi pemakaian gadget ditambah terapi psikologis, anaknya  berangsur membaik. 

"Saat ini sudah ada kontak mata, interaksi, umur 5 tahun bisa ngomong satu kata, terus satu kalimat dan sekarang sudah bercerita," pungkasnya.

17 jam

RA (10), asal Surabaya mengakui kecanduan gadget sehingga dirinya tak bisa lepas dari smartphone.

Tiap hari minimal dia mengabiskan waktu dengan ponsel sekitar 17 jam.

"Saya tidak bermain ponsel ketika sekolah saja. Karena tidak diperbolehkan sama sekolah dan orang tua membawa ponsel," katanya, Minggu (20/10/2019).

RA menyebutkan, saat memegang ponsel dirinya akan langsung membuka aplikasi games. Aplikasi games yang dimainkannya jenis PUBG dan Mobile Legends.

"Saya biasanya bermain dengan teman, kadang online sendiri. Saya bermain di rumah karena tersedia wi-fi. Saya main kadang tengah malam sampai pukul 02.00 pagi. Pernah sampai telat sekolah juga," sebutnya.

UR (45), ibunda RA mengatakan, awalnya dia dan suami membelikan smartphone anaknya, karena RA ingin memiliki gawai. Setiap hari dia selalu merengek meminta belikan gawai.

"Akhirnya saya dan suami menurutinya. Tidak tahunya malah dia kecanduan ponsel. Tiap kumpul sama teman, dia selalu bermain game online. Di rumah pun juga begitu selesai mandi dan makan langsung main games.," ujarnya.

Sebetulnya UR sudah berupaya menyita ponsel RA, tapi dia malah marah dan memukul. Mau tak mau dia memberikan ponsel itu kepada anaknya kembali.

"Saya menyita hapenya saat dia mau ujian. Tapi dia marah-marah. Dari situ saya tahu kalau RA kecanduan ponsel. Kadang kalau sama suami RA nurut memberikan ponselnya. Tapi suami saya sering luar kota," ungkapnya.

Jumlah Pasien Akibat Kecanduan Gawai di RSJ Tiap Tahun Mengalami Kenaikan

NEWS ANALISIS - Adiksi Gawai Berakibat Klinis

Saat ini, RA belum dibawa ke psikiater untuk pengobatan. Rencananya, Minggu depan UR dan suami akan membawa RA ke psikiater.

"Saya sudah angkat tangan menangani masalah kecanduan ponsel RA. Setelah suami ulang dari luar kota, saya akan langsung membawanya ke psikiater," paparnya.

Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved