Pilkada Serentak 2020

Nama yang Diusulkan Petahana di Pilkada Serentak 2020 Tak Akan Langsung Diterima Partai

Untuk yang mencoba mendirikan politik dinasti dengan mengusulkan famili, biasanya menemui kendala di tataran DPP

Penulis: Fatimatuz Zahro | Editor: Cak Sur
SURYA.co.id/Fatimatuz Zahro
Pengamat politik dari Universitas Airlangga Surabaya, Fahrul Muzaqqi. 

SURYA.co.id | SURABAYA - Perebutan rekomendasi para Bakal Calon Kepala Daerah (Bacakada) untuk bisa mendapatkan tiket dari partai dalam Pilkada Serentak, tidak melulu akan dipengaruhi oleh endors para tokoh petana atau pun tokoh yang sedang berkuasa saat ini.

Namun, sebagaimana dikatakan oleh pengamat politik dari Universitas Airlangga Surabaya, Fahrul Muzaqqi, partai akan tetap mempertimbangkan sejumlah faktor.

Mulai popularitas, elektabilitas dan kapabilitas. Selain itu juga resource yang dimiliki oleh calon yang diendors atau diusulkan oleh incumbent dan tokoh berpengaruh yang lain.

Sebut saja Wali Kota Surabaya Tri Rismaharini, Bupati Banyuwangi Abdullah Azwar Anas, Bupati Sidoarjo Saiful Ilah, Bupati Lamongan Fadeli, Bupati Gresik Sambari, Bupati Tuban Fatkhul Huda, Bupati Sumenep Busyro Karim, maupun endorsan dari Gubernur Jatim Khofifah Indar Parawansa.

Gerindra Baru Buka Pendaftaran Bakal Calon Wali Kota Surabaya Seusai Rapat 15 Oktober 2019

Sudah Ada 15 Figur Daftar Bakal Calon Wali Kota Surabaya 2020 dari Partai Nasdem

Ditanya yang Cocok Maju di Pilkada Lamongan, Dua Anaknya atau Istrinya? Begini Jawaban Bupati Fadeli

Putra Mahkota Siap Tarung di Pilkada Tuban, Fredy Ardliyan Syah: Modal Saya Cuma Serius

Siapakah Pengganti Kepemimpinan Bupati Sumenep, Busyro: Tak Cukup Hanya Tokoh, Harus Mau Gerilya

Sebagaimana ramai diberitakan, Risma santer dikabarkan sudah membawa nama calon yang ia dukung ke DPP PDIP. Nama yang santer dibawa Risma adalah pejabatnya di Pemkot Surabaya, yaitu Eri Cahyadi.

Begitu juga Bupati Azwar Anas yang dikabarkan akan mengusulkan istrinya Ipuk Fiestiandani, Bupati Fadeli yang dikabarkan bakal mengusulkan namanya anaknya, Dedi Nordiawan, Bupati Fathul Huda yang santer mengusulkan nama adiknya sendiri, bahkan Gubernur Khofifah yang saat ini dukungannya banyak diklaim banyak bacakada.

Dikatakan Fahrul, usulan nama calon yang dibawa para tokoh kunci di masing-masing daerah tak akan langsung diterima oleh partai.

"Tidak akan langsung diterima oleh partai. Faktor partai memberikan rekom adalah popularitas, elektabilitas dan kapasitas. Jika sosok yang diajukan belum tentu elektabilitasnya ngangkat, maka juga akan berat.

"Sebab nama yang diusulkan belum tentu punya nilai jual yang paling tidak selevel dengan pendahulunya. Kapasitas personalnya juga pasti jadi pertimbangan," kata Fahrul.

Untuk kasus Surabaya misalnya, sebagaimana diketahui saat ini yang santer diberitakan nama yang diberikan Risma pada DPP PDIP adalah Eri Cahyadi. Namun Eri akan kuat nantinya jika digandengkan dengan kader PDIP yang juga kuat.

"Kalau kemarin saat Bu Risma diusulkan Bambang DH, Bambang DH kan ikut mbarengi maju sebagai wakil wali kota. Kalau sekarang Bu Risma kan tidak," katanya.

Begitu juga untuk sejumlah daerah yang mengusulkan nama dari kalangan yang masih famili. Menurut Fahrul mengusulkan nama famili dan membentuk politik dinasti, sah-sah saja. Akan tetapi modalnya akan lebih besar ujar dosen Ilmu Politik Unair ini.

"Beberapa daerah yang incumbent mengusulkan famili untuk menuju politik dinasti butuh lebih besar modal. Kalau dinasti yang mengajukan harus total. Artinya sudah ada resource di partai, nggak semata-mata antar politisi, tapi juga punya resource di parpolnya, di birokrat. Jadi punya sumber daya di segala lini," kata Fahrul.

Akan tetapi, untuk yang mencoba mendirikan politik dinasti dengan mengusulkan famili, biasanya menemui kendala di tataran DPP. Jika resource nya dianggap kurang kuat maka bisa jadi nama itu akan ditolak.

BERITATERKAIT
  • Ikuti kami di
    KOMENTAR

    BERITA TERKINI

    © 2023 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved