Liputan Khusus

Pemilik Lahan Bandara Kediri Minta Harga Rp 2,5 Juta Per Meter

Rencana PT Gudang Garam Tbk membangun bandar udara melalui anak perusahaannya PT Surya Dhoho Investama (SDI), membuat harga tanah melambung tinggi

Penulis: Mohammad Romadoni | Editor: Cak Sur

SURYA.co.id | KEDIRI - Rencana PT Gudang Garam Tbk membangun bandar udara melalui anak perusahaannya PT Surya Dhoho Investama (SDI), membuat harga tanah di sekitar lokasi bandara yang meliputi empat desa di tiga kecamatan, Kabupaten Kediri, melambung tinggi.

Warga pemilik lahan yang tidak terdampak pembangunan bandara, saat ini memasang harga jauh di atas harga pasaran. Mereka rata-rata memasang harga Rp 20 juta ru (atau sekitar 14 m2), bahkan ada yang nekat menawarkan tanahnya Rp 25 juta hingga Rp 35 juta per ru atau per meter mencapai hingga Rp 2,5 juta.

Kondisi inilah yang membuat ragu-ragu warga Dusun Bedrek Selatan, Desa/Kecamatan Grogol, Kabupaten Kediri, melepaskan tanahnya untuk proyek bandara. Mereka meminta pihak PT SDI membeli tanah sesuai harga pasaran.

Sejak awal pihak PT Gudang Garam melalui PT SDI telah memematok harga Rp 10, 5 juta per ru.

“Kami itu tidak melarang, silakan. Boleh dibeli, cuma harganya kurang. Kalau dipakai beli tanah lagi di sekitarnya ya tidak bisa,” ujar H Mulyono, warga setempat yang tanahnya terkena proyek bandara, Rabu (2/10/2019).

Sebenarnya dari awal pembebasan lahan pada 2017, Mulyono tidak keberatan jika harus pindah dari tanah kelahiran. Ia pun menyadari pembangunan Bandara Kediri masuk Proyek Strategis Nasional (PSN).

“Memang benar itu proyeknya atas nama pemerintah, tapi yang membayar itu kan dari PT Gudang Garam. Kalau belum tuntas semua tentunya belum bisa dikerjakan,” ungkapnya.

Dikatakannya, saat ini tercatat 37 kepala keluarga (KK) di Dusun Bedrek Selatan, Desa Grogol yang belum melepaskan tanahnya karena belum sepakat nilai ganti rugi harga tanah dan bangunan. Saat itu nilai ganti rugi tanah dan bangunan Rp 15 juta per ru dan penggantian material bangunan kandang peternakan Rp 4 juta per meter.

Ganti rugi tanah dan bangunan Rp 15 juta per ru juga untuk tanah yang lokasinya di tepi jalan raya.

Sedangkan untuk harga tanah tanpa bangunan (sawah) yang jauh dari jalan raya Rp 10 juta per ru.

Saat itu, tanah dan kandang peternakan sapi miliknya seluas 300 ru yang berada persis di depan rumahnya dibeli Rp 4,5 miliar. Sedangkan penggantian material kandang sapi senilai Rp 1,05 miliar.

Adapun lahan dan bangunan rumah yang saat ini dihuninya seluas 80 ru, masih dalam proses perhitungan ulang untuk pembebasan lahan.

“Kalau bisa harganya sesuai dengan harga pasaran sekarang yang sudah naik,” harapnya.

Kenaikan harga tanah itu juga terjadi di Desa Bulusari, Kecamatan Tarokan. Kepala Desa (Kades) Bulusari Rohmad Wisuguh mengatakan, warga sempat kebingungan akan pindah kemana seusai terdampak pembangunan Bandara Kediri.

Sebagian warga yang sudah terlebih dulu menerima kompensasi ganti rugi dari pembebasan lahan, kini malah kesulitan mencari tempat tinggal baru karena harga lahan di sekitarnya sudah melambung tinggi.

“Yang mahal justru tanah di dekat bandara, lebih dari dua kali lipat. (Kompensasi) kalau dibelikan hanya tanah saja, belum bangunannya,” ujarnya saat ditemui di kediamannya.

Wabup Optimis Pembebasan Lahan untuk Bandara Kediri Rampung Akhir Oktober

Khofifah: Bandara Kediri Akan Groundbreaking Pada Januari 2020, Lebih Besar Dibanding Bandara Juanda

Dr Imron Mawardi: Keberadaan Bandara Kediri Akan Memunculkan Industri-industri Baru

Dia mengungkapkan, harga tanah terakhir yang terus berubah-ubah akan berdampak terhadap pembebasan lahan Bandara Kediri. Bahkan, di Desa Kaliboto harga tanah sudah di atas tanah Bandara Kediri, sekitar Rp 20 juta hingga Rp 25 juta per ru.

Dikatakannya, proses pembebasan lahan di Desa Bulusari sudah berlangsung semenjak 2017 sebenarnya sudah tuntas. Namun ada pergeseran runway, sehingga membutuhkan pembebasan lahan lagi.

“Banyak warga yang nangis-nangis minta tempat relokasi karena mereka kesulitan mencari lahan untuk membangun dari awal lagi,” jelasnya.

Ditambahkannya, persoalan yang dihadapi warga saat ini adalah relokasi untuk lahan pengganti tempat tinggal. “Mungkin bisa difasilitasi rumah yang kecil kadi pemerintah memikirkannya tidak hanya sekedar membebaskan saja,” pungkasnya.

BERITATERKAIT
  • Ikuti kami di
    KOMENTAR

    BERITA TERKINI

    © 2023 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved