Transformasi Eks Dolly: UMKM Sepatu, Batik, dan Tempe Bertahan Berkat Dukungan Pemkot Surabaya
Seetelah lokalisasi Dolly resmi ditutup pada Juni 2014, kini menjadi rumah bagi puluhan UMKM perlahan tumbuh.
Penulis: Pipit Maulidiya | Editor: Musahadah
Ringkasan Berita:
- Eks Dolly kini berubah menjadi kawasan UMKM seperti sepatu, batik, dan tempe.
- KUB Mampu Jaya tetap bertahan berkat fasilitas gratis dari Pemkot.
- Sutrisno beralih dari pengusaha batik menjadi pelatih dengan pendapatan stabil.
- UMKM mengeluhkan minimnya pendampingan, sementara Pemkot berupaya memperkuat pemasaran digital dan wisata edukasi.
SURYA.CO.ID - Sebelas tahun setelah lokalisasi Dolly resmi ditutup pada Juni 2014, kawasan yang dulu dikenal sebagai pusat prostitusi terbesar di Asia Tenggara itu berubah.
Gang-gang yang dulu identik dengan gemerlap malam, kini menjadi rumah bagi puluhan UMKM yang perlahan bertahan dan tumbuh.
Dari industri sepatu hingga batik dan tempe, warga Putat Jaya menunjukkan upaya untuk membangun kehidupan baru.
Baca juga: Kisah Warga Eks Dolly 1 Dekade Bangkit Berkat Membatik Bersama Rumah Kreatif Batik Surabaya
KUB Mampu Jaya: Produksi Sepatu yang Tetap Bertahan
Salah satu titik perubahan paling terasa adalah rumah produksi Kelompok Usaha Bersama (KUB) Mampu Jaya, yang menempati bekas Wisma Barbara, pusat eks kawasan Dolly.
Kelompok UMKM ini memproduksi sepatu, sandal pesanan pabrik, hingga sliper hotel yang dianggap paling stabil permintaannya.
Ketua KUB Mampu Jaya, Atik Triningsih, mengatakan dukungan pemerintah masih sangat berarti bagi keberlangsungan usaha mereka.
Sejak tahun pertama pascapenutupan Dolly, Pemkot Surabaya memberi mereka ruang usaha tanpa biaya sewa.
“Tempat ini milik Pemkot. Kami diberi izin menempati, dan listrik serta air juga ditanggung pemerintah. Itu dukungan yang masih terus kami terima sampai sekarang,” Atik, Kamis (20/11/25)
Fasilitas gratis itu menjadi penopang penting bagi 16 anggota yang masih bertahan dari awal 30 orang.
Produksi dilakukan secara borongan, mengikuti jumlah pesanan.
Atik juga mengenang masa pemerintahan Wali Kota Tri Rismaharini, ketika mereka rutin diikutkan jdalam pameran UMKM.
Kesempatan itu kini jauh berkurang. Meski demikian, ia menegaskan pemerintahan Wali Kota Eri Cahyadi tetap memberi dukungan berupa penggunaan gedung.
“Kami tetap dibolehkan menempati tempat ini. Itu juga bantuan. Hanya saja pameran memang sudah jarang,” ujarnya.
Atik berharap pemerintah kembali memperkuat pendampingan, kunjungan, dan pelatihan agar UMKM yang dulunya dirintis tidak meredup.
Sutrisno: Dari Pengusaha Batik Menjadi Pelatih
Selain industri sepatu, eks Dolly juga memiliki wajah baru melalui karya batik.
Sutrisno (44), warga asli Putat Jaya, adalah salah satu tokoh perubahan sejak mengikuti program pemberdayaan Pemkot pada 2014.
Ia sempat membuka usaha batik Alpujabar, tetapi menutupnya pada 2018 untuk memberi ruang bagi UKM baru.
“Kalau saya terus buka, nanti UKM baru kalah. Nama Alpujabar yang keluar terus. Saya tutup supaya mereka bisa muncul,” tuturnya.
Keputusan itu justru mengantarnya menjadi pelatih batik di Rumah Batik Surabaya, dengan pendapatan yang jauh lebih stabil.
“Sekarang lebih enak. Gaji pasti, enggak mikir bayar pegawai, dan sudah ditanggung BPJS,” ujarnya.
Ia menyebut hidupnya kini lebih tenang dan penuh keberkahan.
“Enakan gini mas. Nyaman. Lebih tenang dan barokah.”
Jarwo: Dari Buron Polisi hingga Jadi Penggerak UMKM Tempe
Cerita berbeda datang dari Jarwo (45), sosok yang kini dikenal lewat produk Tempe Bang Jarwo.
Sebelum menjadi penggerak UMKM, ia sempat menjadi salah satu provokator penolakan penutupan Dolly dan diburu polisi.
Dalam masa pelariannya, ia belajar membuat tempe dari kakak iparnya di Sidoarjo.
Setelah situasi mereda, ia pulang ke Putat Jaya dan mencoba membuat tempe sendiri.
Respons positif tetangga membuatnya serius menekuni usaha tersebut.
Jarwo kemudian mengikuti pelatihan UMKM hingga mendapat bantuan mesin pengupas kedelai dari Pemkot Surabaya.
“Akhirnya disurvei di tempat, dan akhir dibikin, dikasih mesin giling,” katanya.
Pendampingan mahasiswa dan dinas membuat usahanya berkembang. Ia mengubah nama produknya menjadi Tempe Bang Jarwo.
“Akhirnya mandiri sampai hingga sekarang,” pungkasnya.
Lesunya UMKM dan Menurunnya Aktivitas Wisata Edukasi
Meski UMKM tumbuh, banyak pelaku usaha mengeluhkan turunnya aktivitas pendampingan dan pameran.
Program Trip Edukasi Kampung Eks Dolly, yang pernah membuat kawasan ramai wisatawan dan menjadi benteng moral dari kembalinya praktik prostitusi, kini jarang berjalan.
Kondisi tersebut berdampak pada menurunnya penjualan, termasuk usaha tempe Jarwo yang turun dari 30 kg kedelai per hari menjadi hanya 15 kg.
Menurut Jarwo, faktor perubahan zaman, pascapandemi, hingga minimnya pendampingan UMKM menjadi penyebab utama.
“Pendampingannya yang kurang. Kalau munculnya UMKM baru ada pendampingan. Kalau UMKM Bang Jarwo, Arumi, Samijali, sekarang ya enggak kayak dulu, bergerak sendiri,” ujarnya.
Jarwo juga menyoroti munculnya kembali aktivitas negatif skala kecil karena kawasan kini lebih sepi program pemberdayaan.
“Kalau ada trip edukasi wisata kayak dulu… itu sudah buat mereka yang masih begitu enggak berani,” katanya.
Langkah Pemkot: Pendampingan Digital dan Penguatan UMKM
Camat Sawahan, Amiril Hidayat, mengakui UMKM eks Dolly masih banyak mengandalkan pemasaran manual. Untuk itu, Pemkot menggandeng berbagai perguruan tinggi.
“Kami berusaha memberikan intervensi dalam bentuk marketing digital,” ujarnya (23/11/2025).
Sekitar 30 UMKM aktif di kawasan Putat Jaya mendapat pendampingan rutin, yang dinilai mulai membuahkan hasil.
“Sekarang sudah banyak yang bisa memasarkan secara online. Bahkan ada yang tembus ke luar negeri,” katanya.
Ia mencontohkan bekas Wisma Barbara yang kini berkembang menjadi sentra sandal slipper pesanan hotel.
Wali Kota Eri Cahyadi: Evaluasi Produk dan Hidupkan Wisata Edukasi
Wali Kota Surabaya Eri Cahyadi menegaskan evaluasi menyeluruh sedang dilakukan.
“Jika tempatnya sepi, maka jenis dagangan (komoditas) harus diubah dan disesuaikan dengan kebutuhan pasar,” tegasnya.
Ia juga ingin menghidupkan kembali wisata edukasi Dolly bekerja sama dengan karang taruna, termasuk rencana pemberian dana Rp5 juta per wilayah pada 2026 untuk menggerakkan kegiatan wisata lokal.
“Supaya mereka juga ikut memiliki dan menjaga,” katanya.
Kondisi Terkini Eks Dolly
Kini, sepanjang Kupang Gunung Timur Gang 7, berbagai usaha kecil memenuhi area yang dulunya dipenuhi wisma.
Dari warkop, bengkel, hingga sekolah ABK, kawasan ini terus berbenah.
Sejumlah bangunan dikuasai Pemkot dan dialihfungsi menjadi ruang UMKM, PAUD, hingga rencana museum.
Ketua Pokdarwis, Budhi Christiadi, menyebut salah satu bangunan besar yang kosong sejak 2014 kabarnya akan dijadikan museum.
“Gedung yang kosong dan sudah dikuasai pemkot, ada informasi buat museum. Saya juga bingung,” ujarnya.
Tak jauh dari situ berdiri Pasar Burung, memanfaatkan area yang dulu merupakan Wisma Barbara. (Fikri Firmansyah/Bobby Constantin/Luhur Pambudi/Surya.co.id)
Eksklusif
Multiangle
Meaningful
Dolly
Pemkot Surabaya
UMKM Dolly
SURYA.co.id
surabaya.tribunnews.com
Eri Cahyadi
| Sambut Natal dengan Afternoon Tea di The Westin Surabaya, A Playful Festive Season Wrapped in Scent |
|
|---|
| Rois Syuriyah PBNU Ungkap Disharmoni Gus Yahya-Gus Ipul, Berdampak Roda Organisasi Tersendat |
|
|---|
| Nasi Goreng Jadi Tumisan Terenak Dunia, Chef Kampi Hotel Surabaya Ungkap Rahasia Bumbu Nasi Goreng |
|
|---|
| Launching Skuad Liga 3, Persekabpas Pasuruan Yakin Sudah Saatnya Promosi Musim Ini |
|
|---|
| Tingkatkan Kualitas Layanan RSUD Bangil, Mas Rusdi Teken Kerjasama Dengan UINSA Surabaya |
|
|---|
:quality(30):format(webp):focal(0.5x0.5:0.5x0.5)/surabaya/foto/bank/originals/wakil-ketua-dprd-surabaya-reni-astuti-di-dolly.jpg)
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.