11 Tahun Dolly Surabaya Ditutup

UMKM Eks Warga Dolly Sudah Setahun Berhenti Produksi Keripik Singkong: Bisnis Semakin Lesu

Sejumlah UMKM eks Dolly di Surabaya, Jatim, lesu, termasuk Keripik Samijali yang setahun berhenti produksi, berharap pemerintah gerakkan UMKM lagi

|
Penulis: Luhur Pambudi | Editor: Cak Sur
SURYA.CO.ID/Luhur Pambudi
UMKM - Pelaku UMKM Keripik Singkong Samijali, Roro Dwi Prihatin Yuliastuti Sutanto (50) saat ditemui di rumahnya, di Putat Jaya, Surabaya, Jawa Timur pada Kamis (20/11/2025). 
Ringkasan Berita:
  • UMKM Keripik Samijali di eks Dolly, Surabaya, Jatim, setahun mandek produksi akibat kesehatan menurun, minim promosi,dan mahalnya bahan baku.
  • Pelaku UMKM siap menyerahkan peralatan dan brand kepada warga yang mau melanjutkan usaha tanpa mengambil keuntungan.
  • Pemkot Surabaya evaluasi sentra UMKM dan rencanakan penguatan wisata edukasi melalui pemuda lokal.

 

SURYA.CO.ID, SURABAYA - Memasuki 11 tahun penutupan lokalisasi Dolly, geliat UMKM rintisan warga Putat Jaya, Sawahan, Surabaya, Jawa Timur (Jatim), justru semakin redup. 

Salah satu yang merasakan langsung dampaknya adalah UMKM Keripik Singkong Samijali, usaha rumahan milik Roro Dwi Prihatin Yuliastuti Sutanto (50).

Produk camilan keripik singkong atau samiler dengan empat varian rasa itu, sudah hampir setahun berhenti produksi, sejak akhir 2024 hingga pertengahan November 2025. Tanda-tanda kelesuan penjualan bahkan sudah terasa sejak 2022–2023.

“Situasi Covid kami masih tetap jalan. Tapi setelah 2022–2023 mulai turun perlahan-lahan. Persentasenya langsung 50 persen,” ujar Roro saat ditemui di rumahnya pada Kamis (20/11/2025).

Produksi Mandek: Turun karena Kesehatan, Minim Promosi dan Harga Bahan Naik

Roro mengungkap setidaknya ada tiga faktor utama yang menyebabkan UMKM-nya berhenti produksi.

1. Kesehatan menurun dan keterbatasan tenaga produksi

Roro mengaku kondisi fisiknya tidak seprima dulu. Ia sempat mengalami kecelakaan yang membuat kakinya cedera. 

Meski dalam kondisi normal ia terbiasa melibatkan 10–15 tetangga untuk proses produksi, kemampuan fisiknya belakangan ini ikut menurun.

“Kalau dulu bisa ajak 10 orang. Terakhir cuma 3 orang. Sebelumnya produksi banyak, ngemas, masak, semua ramai-ramai,” ujarnya.

2. Promosi UMKM yang makin jarang dilakukan Pemkot

Roro mengingat masa ketika Pemkot Surabaya rutin mengajak UMKM mengikuti pameran dan bazar. Dari situ ia bisa menjual banyak produk dan memutar modal bersama para tetangganya.

Namun beberapa tahun terakhir, kesempatan itu makin jarang ia dapatkan.

“Dulu setiap pameran diajak. Akhir-akhir ini jarang. Ya mungkin pemkot ingin giliran UMKM lain,” katanya.

3. Pengajuan bantuan dana sulit dan tidak fleksibel

Roro pernah mengajukan bantuan dana untuk membeli bahan baku. Namun pengajuan itu tidak bisa dikabulkan, karena bantuan hanya diperuntukkan pembelian alat produksi.

“Padahal alat saya sudah bagus-bagus. Yang dibutuhkan itu bahan baku. Tapi belum terakomodir,” jelasnya.

Padahal biaya bahan baku meroket tajam. Harga samiler mentah naik dari Rp 350 per keping, menjadi Rp 1.000. 

Akibatnya, harga jual Samijali turut berubah menjadi Rp 13.500 per bungkus.

Tawarkan Usaha ke Warga Eks Dolly: “Keuntungan Tidak Akan Saya Ambil”

Meski produksinya terhenti, Roro berharap UMKM Samijali tidak mati.

Bahkan, ia bersedia menyerahkan seluruh peralatan, desain kemasan hingga brand kepada warga sekitar, utamanya warga eks Dolly yang mau melanjutkan produksi.

“Kayak mengkader orang. Brand-nya pakai punya saya. Keuntungannya tidak akan saya ambil. Tapi sampai sekarang belum ada yang mau,” tutur Roro.

Bagi Roro, geliat UMKM sangat penting bagi ekonomi keluarga warga eks Dolly

Meski keuntungan tidak besar, minimal ada pendapatan untuk kebutuhan rumah tangga dan pendidikan anak.

Kenangan Kelam Dolly dan Alasan Mendukung Penutupan Lokalisasi

Roro sudah tinggal di kawasan Dolly sejak kecil. Ia menyaksikan langsung kerasnya lingkungan saat itu—orang mabuk terkapar, keributan hingga aktivitas prostitusi yang terang-terangan.

Ia mengaku sangat setuju saat Wali Kota Surabaya kala itu, Tri Rismaharini, menutup Dolly, meski sempat mendapat penolakan dari sebagian warga.

“Saya takut anak saya terpengaruh. Lingkungan dulu sangat rawan,” kata Roro sambil berlinang air mata.

Salah satu anaknya sempat terjerumus kecanduan obat keras. Roro berjuang keras menyelamatkan anaknya, hingga akhirnya sang anak pulih setelah mendapat bimbingan dari tokoh agama dan komunitas mahasiswa yang mendampingi warga setelah penutupan Dolly.

Kini, anaknya telah berkeluarga dan hidup stabil.

Pemkot Surabaya Evaluasi Sentra UMKM Eks Dolly

Sementara itu, Wali Kota Surabaya, Eri Cahyadi, melalui situs resmi pemkot, menegaskan bahwa pemerintah sedang mengevaluasi seluruh Sentra UMKM, SWK dan wisata edukasi di eks Dolly.

Jika suatu lokasi sepi, maka jenis komoditas harus disesuaikan kebutuhan pasar.

Cak Eri juga memastikan program wisata edukasi akan digerakkan kembali melalui kolaborasi pemuda, karang taruna dan komunitas lokal, dengan dukungan anggaran Rp 5 juta per wilayah pada 2026.

“Kami ingin pemuda yang menggerakkan, bukan pemkot. Supaya mereka merasa memiliki,” ujarnya.

Sumber: Surya
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved