Jamaah Hampir Gagal Berangkat Dan Rugi Rp 385 Juta, Travel Umrah NTB Laporkan Rekanan Asal Sidoarjo

"Tetap berangkat tetapi diurus mandiri dengan mengeluarkan uang lebih untuk menjaga nama baik perusahaan di sana," jelasnya. 

|
Penulis: Luhur Pambudi | Editor: Deddy Humana
surya/luhur pambudi (pampam)
LAPORAN POLISI - Achmad Syaifullah bersama tim kuasa hukumnya menjelaskan dugaan penipuan dalam jasa perjalanan umroh, Jumat (7/11/2025). 
Ringkasan Berita:
  • Biro travel umroh asal NTB melaporkan perusahaan jasa pembuatan visa jamaah umroh atas dugaan penipuan Rp 385 juta.
  • Penipuan itu terjadi setelah biro travel umroh sudah menyerahkan uang pambayaran tetapi terlapor tidak membuatkan visa dan tidak bisa dihubungi.
  • Akibat penipuan itu biro travel asal NTB terpaksa mengurus sendiri biaya administrasi 50 jamaah umroh agar tetap bisa berangkat.

 

SURYA.CO.ID, KOTA SURABAYA - Persoalan dalam pengiriman jamaah umroh kerap terjadi, tetapi kali ini yang menjadi korban adalah biro travel umroh.

Sebuah biro travel umroh asal Nusa Tenggara Barat (NTB) nyaris gagal memberangkatkan puluhan jamaah karena diduga ditipu rekanan yaitu PT AJ yang menyediakan pengurusan visa perjalanan dan penginapan.

Kejadiannya, rekanan itu tiba-tiba lost contact alias kabur seusai dibayar jasanya. Akibatnya, biro travel tersebut mengalami kerugian lebih dari Rp385 juta, karena terpaksa mengurus dan mencetak ulang visa, termasuk mencari hotel baru menggunakan jasa perusahaan lainnya. 

Kini permasalahan tersebut berujung pelaporan ke kepolisian. Pasalnya, pihak biro travel menganggap perusahaan rekanannya itu, tidak ada iktikad baik menyelesaikan permasalahan secara baik-baik dengan mengembalikan ganti rugi biaya jasa yang telanjur dibayarkan. 

Biro travel asal NTB itu membuat Laporan Polisi (LP) di SPKT Mapolda Jatim, dibuktikan dari adanya LP Nomor LP/B/1568/X1/2025/SPKT/POLDA JAWA TIMUR tanggal 5 November 2025 pukul 17.20 WIB. 

Kuasa hukum pelapor, Achmad Syaifullah menerangkan, kilennya menjalin rekanan dengan perusahaan terlapor untuk pengurusan visa 50 calon jamaah dan penyewaan hotel selama di Madinah, akhir September 2025.

Kerja sama tersebut baru terjalin pada saat itu. Selama lima tahunan berkiprah menjadi biro travel umrah, pelapor sempat menjalin kerja sama pengurusan visa dan penyewaan hotel dengan perusahaan lain. 

Kemudian Rabu (24/9/2025), biro travel pelapor telah mengirimkan sejumlah uang sebagai pembayaran awal alias down payment (DP) pengurusan berkas visa dan penyewaan hotel tersebut. 

Lalu, pembayaran lanjutan, Kamis (9/10/2025), hingga akhirnya memasuki proses pembayaran kesekian kali untuk pelunasan, Rabu (15/10/2025). "Tahapannya sampai 5 kali transfer, sehingga kerugian Rp 385 juta," kata Syaifullah, Jumat (7/11/2025). 

Kendati pelunasan sudah dilakukan tetapi perusahaan terlapor tidak segera memenuhi janjinya memastikan kesiapan visa 50 orang calon jamaah dan penyewaan hotel di Madinah. 

Padahal rencana keberangkatan para calon jamaah umroh tersebut dijadwalkan, Selasa (28/10/2025). Malahan, pihak perusahaan terlapor tak bisa dihubungi (lost contact), selama 13 hari tenggat waktu tersisa sebelum keberangkatan. 

Tak pelak, pihak biro travel pelapor terpaksa beralih mencari jasa perusahaan lain untuk pengurusan visa dan sewa hotel, demi memastikan para kliennya tetap dapat menunaikan ibadah umroh ke Tanah Suci. 

"Tetap berangkat tetapi diurus mandiri dengan mengeluarkan uang lebih untuk menjaga nama baik perusahaan di sana," jelasnya. 

Guna membuat perhitungan atas nilai kerugian, Syaifullah mengungkapkan, pihak perusahaan pelapor berusaha meminta klarifikasi kepada terlapor dengan mendatangi tempat kantornya di Sidoarjo, Rabu (6/11/2025). 

Ternyata, pihak perusahaan terlapor tidak menunjukkan iktikad baik untuk mengembalikan uang yang telah dibayarkan senilai Rp385 juta. 

Syaifullah melaporkan empat orang petinggi perusahaan terlapor itu ke SPKT Mapolda Jatim atas tindak pidana penipuan dan atau penggelapan sebagaimana dimaksud Pasal 378 KUHP dan atau Pasal 372 KUHP. 

"Selain proses hukum di Polda Jatim kami juga akan bersurat ke Kanwil Kemenag Provinsi Jawa Timur agar izin PPU terhadap PT tersebut dicabut," ungkapnya. 

Syaifullah menegaskan, pihaknya secara terbuka tetap bakal menerima iktikad baik terlapor. Namun ia tetap menunggu arahan dari sang klien. 

"Kita tidak kemudian menutup mata untuk mereka agar menyelesaikan ini secara kekeluargaan. Toh mungkin dalam proses hukum itu hak klien kami ya untuk kemudian mau atau tidak menerima itu," katanya. 

Sementara Dirut PT AJ berinisial AH mengatakan, pihaknya sudah membicarakan permasalahan tersebut dengan pihak pelapor. 

Mengenai pelaporan ke polisi, AH mengatakan respons akan disampaikan kuasa hukum perusahaannya. "Sudah dibicarakan soal penyelesaian permasalahan. Nanti ke kuasa hukum kami," katanya.

Penjelasan Pengacara

Pengacara AH Sahid menceritakan, PT. AJ sebelumnya dimiliki oleh AH sebagai direktur utama (Dirut) dan AS sebagai Komisaris sekaligus penyandang dana pada saat awal merintis bisnis tersebut. 

Pada Agustus 2025 kemarin, PT AJ dimiliki secara utuh AH sang dirut, sehingga perusahaan tersebut membuat struktur kepengurusan baru. 

"Karena, setelah uang AS dikembalikan AH. Akhirnya AS sedang mengurus (pembuatan) PT baru," ujarnya saat dihubungi TribunJatim.com, pada Jumat (7/11/2025). 

Namun, AS sang Komisaris yang terlanjur melayani proses pemberangkatan jamaah umrah pada pertengahan Tahun 2025, masih harus menyelesaikan kewajibannya. 

Akhirnya, sang Komisaris; AS membuat perjanjian baru dengan mantan Dirut AH, yakni meminjam sementara perusahaan tersebut sebagai operasional penuntasan kewajiban pemberangkatan jamaah umrah yang terlanjur mendaftar. 

Isi perjanjiannya, perusahaan tersebut bakal dipinjam oleh AS selama kurun waktu sekitar tiga bulan, yakni mulai November 2025 hingga Januari 2026 mendatang. 

"PT itu dipinjam sampai Januari 2026. Jadi dari bulan ini, ya kurang 3 bulan lagi. AH setuju," ungkapnya. 

Nah, selama melaksanakan kewajibannya menuntaskan pemberangkatan jamaah itu, AS sang Komisaris, menunjuk orang baru sebagai Dirut yakni FS. 

Sahid menyebutkan, FS pernah tinggal di Arab Saudi dan memiliki banyak relasi dengan para agen travel umrah dan haji se-Indonesia. 

AS menganggap sosok FS orang yang tepat membantu dirinya menuntaskan kewajiban pemberangkatan jamaah umrah. 

Sehingga AS menyerahkan semua proses pembuatan visa, pemberangkatan, penyewaan penginapan, hingga kepulangan jemaah nantinya, kepada FS.

"Dia jadi direktur sekaligus kerja membangun relasi dengan agen-agen lamanya, mungkin. Jakarta, Lombok, Semarang. Karena dia ini lama tinggal di Arab," tuturnya. 

Tiba pada suatu hari, FS yang berhubungan langsung dengan para agen travel, mendadak tidak bisa dihubungi (lost contact) selama beberapa bulan. 

Tak pelak, para agen yang sudah dijanjikan bakal diurus segala sesuatunya oleh FS kelimpungan. 

Itulah mengapa para agen mulai berdatangan ke kantor PT. AJ untuk meminta pertanggungjawaban kepada pimpinannya. 

Tak ayal, AS dan AH menjadi sasaran hujatan pihak agen travel yang merasa dikibuli, hingga akhirnya turut terseret dalam laporan kepolisian. 

Padahal, Sahid sudah memastikan kepada pihak AS dan AH bahwa mereka berdua sama sekali tidak menerima aliran dana dari FS. 

 Terutama AS, ternyata juga sama sekali tidak dilibatkan dalam bentuk apapun oleh FS selama mengurus pemberangkatan jamaah umrah secara teknis. 

"AH gak tahu apa-apa malah dikejar-kejar orang. Dia enggak dapat aliran dana, sama sekali dari FS. Dia juga enggak diminta pembuatan kebijakan apa-apa," terangnya. 

Lantas, dimana keberadaan FS kala itu. Usut punya usut, hasil penelusuran Sahid, FS ternyata menghilangkan jejak atau kabur ke Riau. 

Sahid sudah berhasil menghubungi FS dan memintanya kembali ke Sidoarjo untuk membahas permasalahan tersebut. 

Hasilnya, ternyata FS mengakui membawa kabur uang milik para agen yang sudah ditransfer ke rekening perusahaan PT AJ, guna kepentingan pribadi. 

Skema pengambilan uangnya, setiap uang yang dikirimkan para agen, bakal langsung ditarik oleh FS secara sepihak tanpa memberitahu petugas bagian administrasi dan keuangan dalam perusahaan tersebut.

"Bagian admin cerita; setiap ada uang masuk saya bikin invoice. Karena FS kalau ada bukti transfer, baru saya bikinin, kalau FS enggak kirimin saya enggak bikin, karena enggak sesuai. Ternyata, para agen (Korban) kirim ke FS, ke rekening PT, karena mungkin terpakai akhirnya enggak dikirim Invoice-nya, ya di-keep-lah, ya dipakai sendiri," katanya. 

Lantas bagaimana pertanggungjawaban FS atas permasalahan tersebut. Sahid mengungkapkan, FS sempat mengakui perbuatannya salah dan berjanji bakal bertanggung jawab secara pribadi dan hukum. 

"Memang (FS) dan dia membuat keterangan dengan sukarela; saya, kalau sudah muncul berarti saya sudah tanggung jawab, baik secara pribadi dan juga secara pidana," pungkasnya. 

Sumber: Surya
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved