Masih Ada Jukir Tidak Berikan Karcis, DPRD Gresik Desak Evaluasi Setelah Pendapatan Parkir Meleset

Hal sama disampaikan Amin Alamudin (35), warga Pongangan yang mengeluhkan tidak adanya karcis parkir dari jukir

Penulis: Willy Abraham | Editor: Deddy Humana
surya/willy abraham (willy)
PARKIR DI JALAN - Juru parkir mengatur kendaraan di pinggir jalan raya di jalan Jaksa Agung Suprapto, Gresik, Rabu (3/9/2025). Masih ditemukan penarikan uang parkir tanpa karcis resmi. 

SURYA.CO.ID, GRESIK - Capaian pendapatan dari retribusi parkir Tepi Jalan Umum (TJU) di Kabupaten Gresik masih rendah, bahkan diduga ada kebocoran di beberapa titik.

Salah satunya kerap tidak ada pemberian karcis parkir dari juru parkir (jukir) kepada pemilik kendaraan.

Hal ini disampaikan sejumlah pemilik kendaraan di Gresik. Misalnya Miftahul Faris, warga Cerme yang setiap hari bekerja di wilayah kota Gresik

Faris yang mengendarai sepeda motor selalu parkir di pertokoan tepi jalan umum yang sudah dijaga jukir. Bahkan jukir itu memakai rompi resmi dan membawa peluit.

"Tetapi saya tidak dikasih karcis, saya membayar tanpa ada karcis," terang bapak anak satu ini, Rabu (3/9/2025).

Hal sama disampaikan Amin Alamudin (35), warga Pongangan yang mengeluhkan tidak adanya karcis parkir dari jukir. "Parkir bayar Rp 5.000, tetapi tidak diberi karcis sama jukirnya," kata Amin.

Bocornya pendapatan parkir ini mendapatkan sorotan dari anggota Komisi III DPRD Gresik, Ainul Yaqin Tirta Saputra. Pria yang akrab disapa Tirta ini menilai target pendapatan parkir dalam APBD hampir selalu meleset. 

Sehingga ia menilai perlu evaluasi menyeluruh mulai SDM dan pola kerja terhadap tata kelola parkir TJU. “Parkir ini harus ada evaluasi, mulai sumber daya manusia (SDM) juru parkir, hingga pola hubungan kerja antara Dishub Gresik dan para jukir,” kata Tirta, Rabu (3/9/2025).

Dalam kasus ini, Tirta mencontohkan masih banyak jukir di lapangan yang tidak memberikan karcis resmi kepada pemilik kendaraan.

Padahal hal itu melanggar SOP dan berpotensi menimbulkan kebocoran setoran retribusi. Juga banyak titik parkir potensial yang belum tersentuh pungutan resmi.

Untuk menutup celah tersebut, Tirta mengusulkan perubahan mekanisme setoran dari sistem lama menjadi sistem bruto.

Dengan sistem ini, seluruh pendapatan parkir disetorkan langsung ke Dishub, sementara jukir dan koordinator tidak lagi mengelola titik parkir secara mandiri.

"Mereka bisa digaji sebagai Tenaga Harian Lepas (THL) atau melalui sistem outsourcing. Jukir dan koordinator harus memiliki hubungan kerja yang jelas dengan Dishub. Dengan begitu, penghasilan jukir di titik ramai maupun sepi akan lebih adil, dan jumlah petugas bisa disesuaikan kebutuhan,” bebernya.

Sebelumnya, lanjut Tirta, sempat muncul wacana pembentukan badan khusus seperti Badan Usaha Milik Daerah (BUMD) untuk mengelola parkir. Namun rencana itu hingga kini tidak kunjung terealisasi.

Padahal gagasan BUMD parkir sebenarnya bagus, karena tidak hanya bisa mengelola parkir TJU tetapi juga tempat parkir swasta maupun fasilitas layanan publik.

"Intinya, harus ada evaluasi total agar pendapatan dari retribusi parkir benar-benar maksimal dan bisa digunakan untuk pembangunan infrastruktur serta layanan masyarakat,” ungkap politisi PKB ini. *****

 

Sumber: Surya
Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved