Berita Viral

Sosok Mantan Sekretaris BUMN yang Prediksi Kasus Ijazah Jokowi Bisa Berakhir Anti Klimaks

Inilah sosok mantan sekretaris BUMN, Said Didu, yang memprediksi kasus Ijazah Jokowi bisa berakhir anti klimaks.

kolase Tribun Jambi
KASUS IJAZAH JOKOWI - (kiri) Said Didu Prediksi Kasus Ijazah Jokowi Bisa Berakhir Anti Klimaks. 
Ringkasan Berita:
  • Said Didu mengisyaratkan kemungkinan “anti klimaks” dalam pengungkapan kasus ijazah Jokowi.
  • Tim Reformasi Polri membuka peluang mediasi, disebut sejalan dengan prinsip restorative justice.
  • Roy Suryo dan tim hukumnya menolak mediasi karena menilai kasus ini harus dibuktikan di pengadilan.

 

SURYA.co.id - Inilah sosok mantan sekretaris BUMN, Said Didu, yang memprediksi kasus Ijazah Jokowi bisa berakhir anti klimaks.

Birokrat senior sekaligus mantan Sekretaris Kementerian BUMN, Muhammad Said Didu, kembali menyoroti perkembangan pengungkapan kasus dugaan ijazah Presiden ke-7 RI Joko Widodo (Jokowi).

Ia menilai langkah penyelidikan yang sudah berjalan panjang ini berpotensi berakhir tidak seperti yang diharapkan publik.

Menurut Said Didu, hasil akhir dari polemik ijazah Jokowi bisa saja berujung pada situasi yang mengecewakan atau tidak sesuai ekspektasi masyarakat.

Ia pun mengingatkan publik untuk bersiap menghadapi kemungkinan tersebut.

"Mari siapkan mental ‘menerima’ fakta Anti Klimaks dalam perjuangan mengungkap kasus ijazah Jokowi," tulis Said Didu dalam unggahan di platform X pada Sabtu (22/11/2025).

Said Didu tidak menjelaskan konteks lengkap dari pernyataannya.

Namun, unggahan itu langsung memicu beragam spekulasi, termasuk dugaan bahwa komentar tersebut terkait kabar adanya tawaran mediasi antara pihak pelapor dan terlapor dalam perkara ijazah Jokowi.

Sosok Said Didu

Sosok Said Didu dikenal sangat vokal dalam mengkritik pemerintah.

Karier pria asal Kabupaten Pinrang, Sulawesi Selatan ini banyak dihabiskan sebagai Pegawai Negeri Sipil (PNS) di Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT).

Sementara karier birokratnya dirintis dari bawah di BPPT sejak 1987 mulai dari peneliti, merangkak sebagai pejabat eselon di badan riset tersebut.

Namanya mulai lebih sering wara-wiri menghiasi media massa nasional sejak ditunjuk menjadi Sekretaris Kementerian BUMN.

Dia juga pernah terpilih sebagai anggota MPR di tahun 1997.

Sebagai petinggi di Kementerian BUMN, Said Didu juga diplot sebagai komisaris di beberapa perusahaan pelat merah di antaranya Komisaris PTPN IV (Persero) dan PT Bukit Asam Tbk (Persero).

Baca juga: Sindir Jokowi Soal Kasus Dugaan Ijazah Palsu, Inilah Sosok Mantan Hakim MK Maruarar Siahaan

Jebolan Teknik Industri Institut Pertanian Bogor (IPB) ini juga sempat menduduki kursi komisaris PT Merpati Nusantara Airlines, Komisaris PT Asuransi Jiwa Inhealth Indonesia, dan Dewan Pengawas Rumah Sakit RSCM Jakarta.

Di awal rezim periode pertama Presiden Joko Widodo (Jokowi), Said Didu ikut masuk dalam lingkaran pemerintahan tahun 2014-2016. Dia menjabat sebagai Staf Khusus Menteri ESDM saat itu, Sudirman Saaid.

Di tahun 2018, Said Didu dicopot dari jabatannya sebagai komisaris di Bukit Asam dan digantikan oleh Jhoni Ginting.

Pencopotannya dilakukan oleh Menteri BUMN Rini Soemarno dalam RUPSLB Bukit Asam.

Kementerian BUMN saat ini beralasan, pencopotan dari kursi Komisaris Bukit Asam dilakukan karena Sidu Didu dianggap sudah tidak sejalan dengan pemegang saham.

Said Didu sempat jadi sorotan saat dirinya memutuskan mundur sebagai PNS pada 13 Mei 2019.

Alasan pengajuan pensiun dari BPPT, agar dirinya bisa lebih leluasa mengkritik kebijakan publik yang dinilainya perlu diperbaiki.

Tercatat, dirinya sudah mengabdi sebagai ASN selama 32 tahun 11 bulan.

Langkah bersebrangan dengan rezim Jokowi juga pernah diambil Said Didu saat dirinya menerima tawaran dari Tim Kuasa Hukum Prabowo Subianto-Sandiaga Uno sebagai saksi di Mahkamah Konstitusi (MK) terkait hasil Pilpres.

Salah satu kritikan paling vokal dari Said Didu kepada pemerintah yakni terkait akuisisi saham PT Freeport Indonesia.

Saat itu, Said Didu menilai kebijakan pemerintah dalam pembelian saham Freeport Indonesia lewat PT Inalum bisa merugikan negara. 

Tawaran Mediasi Muncul dari Tim Reformasi Polri

Sebelumnya, dalam sebuah audiensi di Sekolah Tinggi Ilmu Kepolisian (STIK) pada Rabu (19/11/2025), kritikus politik Faizal Assegaf mengajukan sejumlah masukan kepada Komisi Percepatan Reformasi Polri.

Salah satunya, ia mengusulkan agar kasus-kasus hukum tertentu (termasuk yang menjerat Roy Suryo) diselesaikan melalui jalur dialogis dan ideologis, bukan langsung melalui proses hukum.

Menurut Faizal, pendekatan seperti ini bisa menjadi bagian dari pembenahan institusi Polri.

“Kami berharap tim reformasi Polri dapat memediasi kasus-kasus hukum yang dianggap inkontra produktif...” ujarnya, dikutip dari wartakotalive.com.

Ketua Komisi Percepatan Reformasi Polri, Jimly Asshiddiqie, turut menanggapi usulan tersebut. Ia menyebut bahwa mediasi tersebut sejalan dengan prinsip restorative justice yang telah diatur dalam KUHP dan KUHAP terbaru.

“Syaratnya, Rismon dan kawan-kawan harus bersedia dengan segala konsekuensinya kalau terbukti sah atau tidak sah. Itu masing-masing harus ada risiko," kata Jimly.

Roy Suryo Tegas Menolak Mediasi

Namun, tawaran mediasi langsung mendapat penolakan keras dari Roy Suryo dan tim kuasa hukumnya.

Kuasa hukum Roy, Ahmad Khozinudin, menilai bahwa mediasi bukan jalan yang tepat karena dianggap tidak akan membuka kebenaran terkait polemik ijazah Jokowi.

Terlebih, perkara tersebut saat ini sudah masuk ranah pidana.

Ahmad menegaskan bahwa Presiden Jokowi sebagai pelapor harus hadir di pengadilan.

"Karena ini kasus pidana bukan kasus perdata... Hari ini di kasus pidana yang Saudara Joko Widodo sendiri melaporkan, maka Saudara Joko Widodo harus masuk ke pengadilan," ujar Ahmad dalam wawancara yang turut dihadiri Roy Suryo, Kamis (20/11/2025), dikutip dari Kompas TV.

Ia juga menyinggung Komisi Reformasi Polri agar tidak mengalihkan fokusnya ke isu ijazah Jokowi, melainkan berkonsentrasi membenahi internal Polri.

"Semestinya fokus ngurusi institusi Polri... bukan sibuk ngurusi ijazah Jokowi," tegasnya.
Ahmad juga menyoroti dugaan kriminalisasi terhadap kliennya dan pihak lain yang kini telah berstatus tersangka.

"Jadi sekali lagi jangan lencengkan atau jatuhkan marwah institusi yang baru dibentuk oleh Pak Prabowo untuk mendamaikan ijazah palsu," lanjut Ahmad.
Pihak Roy Suryo pun menegaskan bahwa pembuktian kasus ijazah Jokowi harus dituntaskan.

"Sekali ijazah itu diprotes oleh rakyat tidak boleh dihentikan di tengah jalan... tidak boleh diwariskan kepada generasi selanjutnya," ujarnya.

>>>Update berita terkini di Googlenews Surya.co.id

Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved