Berita Viral

Imbas Kasus Sengketa Tanah Eks Wapres Jusuf Kalla, Anggota DPR Sindir: Apa Lagi Rakyat Kecil

Sengketa tanah yang menyeret nama Jusuf Kalla ikut disorot Anggota Komisi II DPR, Azis Subekti. Azis beri sindiran ke pemerintah.

Tribun Timur
SENGKETA TANAH JK - Jusuf Kalla turun langsung meninjau lahan proyek PT Hadji Kalla di Jl Metro Tanjung Bunga, Kecamatan Tamalate, Kota Makassar, Rabu (5/11/2025) pagi. 
Ringkasan Berita:
  • Sengketa lahan antara PT Hadji Kalla dan GMTD menegaskan bahwa masalah pertanahan masih rawan malaadministrasi.
  • Azis Subekti menyebut kasus yang menimpa Jusuf Kalla sebagai bukti bahwa siapapun bisa menjadi korban buruknya tata kelola tanah.
  • Data 2024–2025 menunjukkan ribuan sengketa tanah belum terselesaikan, dengan masyarakat kecil sebagai kelompok paling rentan.

 

SURYA.co.id - Anggota Komisi II DPR, Azis Subekti, kembali menyoroti persoalan pertanahan setelah pengadilan memenangkan PT Gowa Makassar Tourism Development (GMTD) Tbk dalam sengketa dengan PT Hadji Kalla, perusahaan yang berafiliasi dengan Wakil Presiden ke-10 dan ke-12 RI, Jusuf Kalla (JK).

Menurut Azis, situasi ini memperlihatkan bahwa persoalan administrasi pertanahan yang amburadul di masa lalu dan praktik mafia tanah bukanlah isu remeh, melainkan ancaman nyata bagi masyarakat.

"Kalau seorang mantan Wakil Presiden saja bisa menjadi korban salah kelola administrasi pertanahan, apalagi rakyat kecil yang tidak punya akses kuasa dan jaringan," ujarnya, Jumat (14/11/2025), melansir dari Kompas.com.

Ia menekankan bahwa maraknya kasus tanah yang terungkap beberapa tahun terakhir memvalidasi dugaan banyak pihak terkait keterlibatan oknum internal lembaga pertanahan pada masa lalu.

Azis menyebutkan bahwa kemunculan sertifikat ganda, tumpang-tindih data, hingga proses administrasi yang gelap telah memicu ketidakpastian hukum yang merugikan banyak warga dan mengikis kepercayaan publik terhadap negara.

Azis menjelaskan bahwa persoalan yang dialami JK bukan fenomena tunggal. Ia mengungkapkan data nasional mengenai konflik pertanahan.

"Kasus sertifikat ganda yang menimpa Pak Jusuf Kalla berasal dari produk administrasi lama BPN.

Ini bukan kasus tunggal. Data nasional mencatat sedikitnya 11.083 sengketa tanah, 506 konflik, dan 24.120 perkara tanah pada 2024, dengan tingkat penyelesaian baru sekitar 46,88 persen. Sampai bulan Oktober 2025, Kementerian ATR/BPN mencatat 6.015 kasus pertanahan yang diterima dan 50 persen sudah diselesaikan," jelasnya.

Dari angka tersebut, Azis menggarisbawahi bahwa lebih dari separuh kasus masih belum tuntas dan berpotensi menimbulkan konflik baru.

Politikus Gerindra itu menyebutkan bahwa masyarakat kecil menanggung risiko paling besar dalam situasi seperti ini.

Pada 2024 saja terdapat lebih dari dua ribu kasus pertanahan yang menyangkut petani, nelayan, dan kelompok masyarakat lainnya. Bagi Azis, situasi ini menunjukkan pentingnya kehadiran negara yang lebih proaktif.

Ia menyampaikan bahwa banyak warga tidak memiliki sumber daya hukum, akses informasi, maupun jaringan politik.

"Banyak dari mereka tidak memiliki kemampuan hukum, akses informasi, atau jaringan politik untuk memperjuangkan haknya.

Di sinilah negara harus hadir secara aktif, bukan pasif," katanya.

Karena itu, Azis menilai kasus yang membuat JK merasa dirugikan akibat kesalahan administrasi di BPN harus menjadi peringatan keras serta momentum untuk melakukan perbaikan sistem secara menyeluruh.

Baca juga: Berani Hadapi Jusuf Kalla di Kasus Sengketa Tanah, Inilah Sosok Ali Said Presiden Direktur PT GMTD

Lebih lanjut, ia meminta agar tidak ada lagi celah yang memungkinkan lahirnya sertifikat ganda atau manipulasi data.

"Tidak boleh lagi ada ruang abu-abu yang memungkinkan terjadinya sertifikat ganda, manipulasi data, maupun praktik percaloan yang merugikan warga negara," tegasnya.

Ia juga mendorong Kementerian ATR/BPN untuk membuka akses penanganan kasus bagi masyarakat kecil, bukan hanya untuk kasus-kasus besar yang mendapat sorotan.

Azis menyambut baik langkah Menteri ATR/BPN, Nusron Wahid, yang berkomitmen membersihkan institusi dari oknum yang bermain dalam urusan tanah.

Ia menilai percepatan digitalisasi, transparansi, dan penguatan sistem pengawasan merupakan langkah yang tidak bisa ditunda.

 "Kasus yang menimpa Pak Jusuf Kalla ini harus menjadi titik balik. Negara tidak boleh kalah oleh mafia tanah. Tanah di Indonesia harus kembali pada fungsi mulianya: memberi kepastian hidup yang adil bagi seluruh rakyat, dari tokoh bangsa hingga rakyat paling kecil sekalipun," tutupnya.

Kasus Sengketa Tanah JK

Sebelumnya, JK meluapkan kekesalannya atas sengketa lahan antara Hadji Kalla dengan Gowa Makassar Tourism Development (GMTD).

Ia menuding ada praktik mafia tanah dalam kasus tersebut. JK menilai, eksekusi lahan oleh Pengadilan Negeri (PN) Makassar yang dilakukan dua hari sebelumnya tidak sah secara hukum.

Pernyataan itu disampaikan langsung oleh JK saat meninjau lokasi sengketa di Jalan Metro Tanjung Bunga, Tamalate, Makassar, pada Rabu (5/11/2025) pagi.

Menurut JK, lahan seluas 16,4 hektar tersebut telah dimiliki Hadji Kalla sejak tahun 1993.

Namun, pengadilan justru memenangkan pihak GMTD.

“Kalau begini, nanti seluruh kota (Makassar) dia akan mainkan seperti itu, merampok seperti itu. Kalau Hadji Kalla saja dia mau main-main, apalagi yang lain,” kata JK. 

“Padahal, ini tanah saya sendiri yang beli dari Raja Gowa, kita beli dari anak Raja Gowa. Ini kan dulu masuk Gowa ini. Sekarang masuk Makassar,” sambung dia.

Pernyataan PT GMTD

Perselisihan mengenai lahan di kawasan Metro Tanjung Bunga, Makassar, kembali mencuat setelah mantan Wakil Presiden RI, Jusuf Kalla, dan PT Gowa Makassar Tourism Development (GMTD) Tbk (perusahaan yang berada di bawah naungan Lippo Group) saling mengklaim kepemilikan.

Polemik ini belum menemukan titik temu dan terus menjadi perhatian publik.

PT GMTD menegaskan tidak gentar menghadapi klaim tersebut.

Perusahaan bersikukuh bahwa bidang tanah yang berada di Jalan Metro Tanjung Bunga, Kecamatan Tamalate, telah mereka dapatkan melalui proses pembelian resmi.

Pernyataan ini berbeda dengan tudingan Jusuf Kalla yang sebelumnya menilai bahwa lahan seluas 16,4 hektar itu telah “dicaplok” oleh pihak GMTD.

Sikap perusahaan disampaikan langsung oleh Presiden Direktur PT GMTD Tbk, Ali Said.

Ia menyebutkan bahwa seluruh proses perolehan tanah dilakukan sesuai prosedur hukum yang berlaku pada saat itu.

“Hal itu berdasarkan proses pembelian dan pembebasan lahan yang dilakukan secara sah, transparan, dan sesuai ketentuan hukum pada periode 1991–1998,” ujar Ali Said dikutip dari Kompas.com pada Jumat (14/11/2025).

Ali menjelaskan bahwa pada periode tersebut PT GMTD Tbk menjadi satu-satunya entitas yang memiliki hak dan kewenangan resmi untuk melakukan transaksi tanah di kawasan Metro Tanjung Bunga.

“Berdasarkan hak tunggal dan wewenang resmi pada masa itu, PT GMTD Tbk untuk melakukan pembebasan, pembelian, dan pengelolaan lahan di kawasan Metro Tanjung Bunga,” ungkapnya.

Oleh karena itu, ia menilai bahwa klaim apa pun yang diajukan oleh pihak lain terhadap tanah tersebut tidak memiliki pijakan hukum.

“Dengan demikian, setiap pihak yang mengeklaim memiliki hak atas lahan tersebut dengan dasar apa pun, termasuk atas nama pembelian atau pembebasan lahan khususnya pada periode 1991–1998 adalah tidak sah, tidak memiliki dasar hukum, serta merupakan perbuatan melawan hukum,” kata Ali menegaskan.

Ali juga mengungkap bahwa dalam satu bulan terakhir, area tanah seluas 16 hektar itu sempat mengalami percobaan pengambilalihan secara fisik dan ilegal oleh pihak tertentu.

Aktivitas tersebut, kata dia, terekam dengan baik oleh tim mereka.

PT GMTD kemudian melaporkan dugaan penyerobotan tersebut kepada Polda Sulawesi Selatan dan Mabes Polri untuk ditindaklanjuti secara hukum.

"Melalui pernyataan ini, PT GMTD Tbk memohon perhatian semua pihak untuk melihat dan menilai persoalan ini secara objektif, berlandaskan fakta hukum, dan sesuai dengan dokumen resmi yang berlaku. PT GMTD Tbk tetap menghormati seluruh proses penegakan hukum dan siap bekerja sama dengan aparat berwenang demi menjaga kepastian hukum, ketertiban, dan kepentingan masyarakat luas," tutupnya.

>>>Update berita terkini di Googlenews Surya.co.id

Sumber: Kompas.com
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved