Berita Viral

Beda 'Serangan Balik' Roy Suryo dan Rismon Sianipar di Kasus Ijazah Jokowi: Santai, Tuntut Rp 126 T

Setelah jadi tersangka di kasus tudingan ijazah palsu Jokowi, Roy Suryo dan Rismon Sianipar melancarkan 'serangan balik'.

Kolase Tribunnews
SERANGAN BALIK - Kolase foto Roy Suryo dan Rismon Sianipar. Simak serangan balik mereka di Kasus Ijazah Jokowi. 

“Jangan main-main kalian menuduh kami hanya karena kalian (polisi) punya kuasa untuk menangkap.”

Menurut dia, pihak kepolisian setidaknya wajib memaparkan siapa ahli forensik digital mereka yang menilai bahwa penelitian Rismon terkait ijazah Jokowi tidak ilmiah.

Dia bahkan menantang ahli tersebut untuk terbuka dalam debat publik tentang analisis dokumen.

“Ilmiah itu terbuka, bisa diuji oleh orang lain. Bukan di ruang penyidikan, di depan penyidik yang enggak tahu apa-apa bidang ini, goblok itu namanya,” tegasnya.

Rismon dengan tegas meminta agar proses pembuktian keaslian ijazah Jokowi dilakukan di depan publik, bukan hanya di ruangan penyidik tertutup, sebagai bentuk transparansi dan akuntabilitas yang bisa diuji oleh pihak ketiga.

2. Roy Suryo Santai

Menjelang pemeriksaan Roy Suryo sebagai tersangka, pengacara sekaligus pakar hukum, Ahmad Khozinudin, menegaskan bahwa timnya tetap tenang menghadapi proses hukum tersebut.

Ia memastikan Roy akan hadir memenuhi panggilan penyidik sebagai bentuk kepatuhan terhadap aturan negara.

Namun, Ahmad menyoroti adanya ketimpangan dalam penerapan asas hukum yang fundamental, yakni equality before the law atau kesetaraan di hadapan hukum.

Menurutnya, kasus yang menimpa Roy Suryo tidak diperlakukan secara setara dibandingkan dengan sejumlah tokoh lain.

Dalam pernyataannya, Ahmad menyinggung dua nama besar: relawan Presiden Jokowi, Silfester Matutina, dan mantan Ketua KPK, Firli Bahuri.

Ia menilai keduanya mendapat perlakuan berbeda dari aparat hukum.

Silfester Matutina, yang juga dikenal sebagai Ketua Umum Relawan Solidaritas Merah Putih (Solmet), telah dijatuhi hukuman 1,5 tahun penjara karena kasus pencemaran nama baik terhadap Jusuf Kalla, Wakil Presiden ke-10 dan ke-12 RI.

Putusan Mahkamah Agung melalui kasasi nomor 287 K/Pid/2019 sudah inkrah sejak Mei 2019.

Meski demikian, hingga kini eksekusi terhadap Silfester belum dilakukan.

Kondisi ini, menurut Ahmad, menunjukkan adanya ketidakselarasan antara prinsip hukum dan praktik di lapangan.

Sumber: Tribunnews
Halaman 2/3
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved