Berita Viral

Kejanggalan di Balik Penetapan Tersangka Roy Suryo Cs Kasus Ijazah Jokowi, Dibongkar Eks Kabareskrim

Eks Kabareskrim Susno Duadji menilai kasus ijazah Jokowi belum transparan. Ia menyoroti dua hal krusial yang belum dijelaskan polsii.

Kolase Tribun Bengkulu
ROY SURYO TERSANGKA - Kolase foto Susno Duadji dan Roy Suryo. Susno ungkap Kejanggalan di Balik Penetapan Tersangka Roy Suryo Cs Kasus Ijazah Jokowi. 
Ringkasan Berita:
  • Susno Duadji mempertanyakan dasar hukum dan bukti penetapan tersangka kasus ijazah Jokowi.
  • Ia menilai banyaknya saksi dan barang bukti bukan jaminan cukupnya bukti hukum.
  • Polda Metro Jaya belum menyatakan apakah ijazah Jokowi asli atau tidak.

 

SURYA.co.id - Kasus dugaan ijazah palsu Presiden Joko Widodo kembali menjadi sorotan setelah Polda Metro Jaya menetapkan Roy Suryo dan beberapa pihak lain sebagai tersangka.

Mantan Kabareskrim Polri, Susno Duadji, menganggap ada dua hal penting yang masih tampak janggal, yakni alasan hukum penetapan tersangka dan alat bukti yang digunakan.

"Pertama, saya kan hanya mendengar lewat media sosial atau media konvensional," kata Susno, dikutip dari talkshow di kanal YouTube KompasTV, Minggu (9/11/2025).

Ia menambahkan, “Polda Metro mengumumkan ada tiga klaster kalau enggak salah, tetapi tidak diberitahu misalnya alasannya menjadi tersangka sudah ada alat bukti berupa apa.”

Menurut Susno, informasi yang disampaikan polisi baru sebatas jumlah saksi dan barang bukti, tanpa kejelasan substansi.

Polda Metro Jaya sebelumnya menyebut telah memeriksa 152 saksi dan ahli serta menyita 723 barang bukti.

Namun, bagi Susno, angka-angka itu tidak bisa dijadikan ukuran sahih untuk menyatakan seseorang cukup bukti dijadikan tersangka.

“Ya, hanya dijelaskan bahwa sudah sekian ratus saksi yang diperiksa, kemudian sekian banyak ahli. Mestinya, itu bukan menjadi patokan, menentukan bahwa suatu perkara itu cukup bukti atau tidak,” ujarnya.

Baca juga: Imbas Penetapan Tersangka Roy Suryo Cs di Kasus Ijazah Jokowi, Pemuda Muhammadiyah: Sudah Tepat

Ia menegaskan, penilaian tentang kecukupan bukti merupakan kewenangan penuh penyidik Polri, bukan berdasarkan banyaknya saksi atau ahli yang diperiksa.

“Bukan ditentukan oleh banyaknya ahli yang diperiksa, bukan ditentukan oleh banyaknya saksi yang diperiksa,” tambahnya.

Polda Metro Jaya Belum Tegaskan Keaslian Ijazah Jokowi

Susno juga menyoroti sikap Polda Metro Jaya yang hingga kini belum menjelaskan status keaslian ijazah Jokowi sebagai objek utama perkara.

Padahal, menurutnya, hal itu sangat penting untuk memastikan apakah tindakan para tersangka dapat dikategorikan sebagai pencemaran nama baik atau pelanggaran UU ITE.

“Nah, kemudian kita tidak mendengar juga pengumuman dari Polda Metro Jaya, apakah objek yang dipersoalkan, yaitu ijazahnya Pak Jokowi itu sah atau tidak atau asli atau tidak,” ujar Susno.

“Kalau saya berpandangan ya, untuk menentukan apakah mereka yang tergolong dalam sekian kluster menjadi tersangka itu terbukti melakukan pelanggaran Undang-Undang ITE atau mencemarkan nama baik, itu harus dibuktikan dulu objek yang dipersoalkan, yakni ijazah.”

Menurutnya, tanpa kejelasan tentang keaslian ijazah, sulit menilai apakah tudingan “ijazah palsu” bisa dianggap fitnah atau justru ada dasar pembenarannya.

“Ya, syukur-syukur kalau Polda Metro Jaya sudah membuktikan bahwa ijazah itu asli,” tambahnya.

Baca juga: Sosok Pengacara Pro Gibran yang Puas Roy Suryo Cs Jadi Tersangka Kasus Tudingan Ijazah Palsu Jokowi

Susno kemudian mengajukan pertanyaan mendasar: siapa pihak yang paling berwenang menyatakan keaslian ijazah Presiden?

“Nah, persoalannya adalah apakah untuk menentukan ijazah itu palsu atau asli adalah kewenangan dari Polda Metro Jaya,” kata Susno.

Ia menjelaskan, ada dua posisi hukum yang saling berlawanan, pihak Jokowi bersama UGM menyebut ijazah tersebut asli, sementara pihak tersangka menilai sebaliknya.

Dalam situasi seperti ini, menurutnya, lembaga yang paling tepat menilai keabsahan dokumen tersebut bukanlah kepolisian.

“Karena apa? Karena ada dua pihak yang berbeda pendapat, yaitu Pak Jokowi bersama UGM mengatakan itu asli, sedangkan para tersangka mengatakan tidak asli, palsu. Nah, ini siapa yang berwenang memutus?” imbuhnya.

Usulan Dibawa ke Peradilan Tata Usaha Negara (TUN)

Lebih jauh, Susno berpendapat bahwa perkara ini sebaiknya dibawa ke ranah Peradilan Tata Usaha Negara (TUN).

Alasannya, ijazah merupakan produk dari pejabat administrasi negara sehingga keabsahannya harus diuji di pengadilan yang berwenang menangani produk hukum administrasi.

“Kalau saya berpendapat, karena itu [ijazah] produk dari pejabat administrasi negara atau produk dari pejabat tata usaha negara, maka yang berwenang memutus adalah Peradilan TUN.”

Baca juga: Sindiran Nyelekit Roy Suryo Soal Jokowi Akan Tunjukkan Ijazah Aslinya di Sidang: Bohong Itu

“Jadi bawa ke Mahkamah Peradilan TUN, yang akan menentukan apakah produk dari pejabat TUN berupa ijazah yang dipegang Pak Jokowi itu asli atau tidak,” jelasnya.

Susno menilai, keputusan Mahkamah TUN akan menjadi titik krusial dalam perkara ini.

Jika TUN menyatakan ijazah Jokowi tidak asli, maka tuduhan para tersangka memiliki dasar hukum yang kuat dan mereka tak bisa dijadikan tersangka. 

Sebaliknya, jika ijazah tersebut dinyatakan sah dan asli, maka tudingan itu bisa dianggap pencemaran nama baik sekaligus pelanggaran UU ITE.

“Kalau itu tidak asli, maka Pak Roy Suryo cs tidak bisa dijadikan tersangka, yang dijadikan tersangka adalah orang yang memegang ijazah yang tidak asli itu.”

“Tapi kalau itu asli, kata pengadilan, maka benar mereka dijadikan tersangka. Karena ijazah asli dikatakan palsu, sehingga mencemarkan nama baik atau bisa juga dikategorikan melanggar UU ITE,” tutup Susno.

Kasus dugaan ijazah palsu Presiden Jokowi telah menjadi perbincangan nasional yang sensitif. Sebagai penulis, saya melihat komentar Susno Duadji membuka ruang refleksi tentang pentingnya akuntabilitas penegakan hukum di Indonesia.

Kritik yang disampaikan bukan sekadar menggugat proses penyidikan, melainkan menyoroti prinsip dasar keadilan: bukti dan kewenangan.

Di tengah arus opini publik, kita memerlukan transparansi agar proses hukum tidak dipersepsikan sebagai alat politik.

Saya menilai pernyataan Susno menjadi pengingat bahwa hukum tidak boleh sekadar menghitung jumlah saksi, tetapi harus mengedepankan kebenaran materiil.

Selain itu, ide untuk membawa perkara ke ranah Peradilan Tata Usaha Negara adalah gagasan menarik yang menegaskan bahwa ijazah merupakan produk administrasi.

Semua pihak perlu menunggu kejelasan hukum agar polemik ini tidak terus menggerus kepercayaan publik.

>>>Update berita terkini di Googlenews Surya.co.id

Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved