Berita Viral

Duduk Perkara Neni Nuraeni Ibu Menyusui Ditahan Gegara Nunggak Kredit Kendaraan, Cuma Ingin Bebas

Terungkap duduk perkara kasus yang menjerat Neni Nuraeni, ibu menyusui yang ditahan gegara nunggak kredit kendaraan.

Kolase Tribun Bekasi dan youtube
IBU MENYUSUI DITAHAN - (kiri) Neni Nuraeni (37), ibu menyusui terdakwa perkara fidusia saat ditemui di rumahnya di Desa Cengkong, Kecamatan Purwasari, Karawang, Sabtu (1/11/2025). 
Ringkasan Berita:
  • Neni Nuraeni, ibu menyusui asal Karawang, sempat ditahan karena kasus fidusia terkait kredit mobil Daihatsu Xenia.
  • Selama sepekan di Lapas, ia tak bisa menyusui bayinya yang baru berusia satu tahun.
  • PN Karawang mengaku tak mengetahui kondisi Neni saat pertama kali menahan.

 

SURYA.co.id - Terungkap duduk perkara kasus yang menjerat Neni Nuraeni, ibu menyusui yang ditahan gegara nunggak kredit kendaraan.

Seorang ibu muda di Karawang, Neni Nuraeni (37), sempat mendekam di Lapas karena kasus fidusia.

Ia harus meninggalkan bayinya yang baru berusia satu tahun dan tak bisa memberikan ASI selama masa penahanan. 

Namun kini, Neni bisa bernapas lega setelah majelis hakim Pengadilan Negeri (PN) Karawang mengabulkan permohonan penangguhan penahanan dan menetapkan dirinya sebagai tahanan rumah pada Kamis (30/10/2025).

Sebelumnya, Neni ditahan sejak 22 Oktober 2025. Selama sepekan di balik jeruji, ia hanya bisa menangis dan memikirkan anaknya.

“Anak saya sering nyari saya,” ucapnya lirih saat ditemui di rumahnya di Desa Cengkong, Purwasari, Karawang, melansir dari Wartakota.

PN Karawang menjelaskan bahwa penahanan awal dilakukan karena majelis hakim belum mengetahui kondisi sebenarnya dari terdakwa.

“Ketika berkas dilimpahkan ke pengadilan, kami tidak sepenuhnya mengetahui kondisi riil yang dialami terdakwa,” ujar Juru Bicara PN Karawang, Hendra, kepada wartawan, Sabtu (1/11/2025).

Menurutnya, majelis baru menyadari bahwa Neni masih menyusui ketika sidang perdana berlangsung.

Begitu fakta itu terungkap, penasihat hukum segera mengajukan permohonan agar status Neni dialihkan menjadi tahanan rumah.

“Permohonan penasehat hukum direspon majelis hakim dengan penetapan pengalihan penahanan,” jelas Hendra.

Mekanisme ini sah secara hukum karena diatur dalam Pasal 21 KUHAP, yang memperbolehkan pengalihan tahanan atas pertimbangan tertentu.

Kini, Neni kembali ke rumah dan bisa memeluk anaknya lagi.

“Senang bisa pulang lagi,” katanya penuh haru.

Ia mengaku bersyukur masih diberi kesempatan untuk menyusui meski proses hukum belum selesai.

Sidang lanjutan perkaranya dijadwalkan pada Selasa (4/11/2025).

Kisah pilu Neni bermula ketika dirinya ditetapkan sebagai tersangka dalam kasus fidusia terkait kredit mobil Daihatsu Xenia.

Jaksa menjeratnya dengan Pasal 36 UU Fidusia Nomor 42 Tahun 1999 dan Pasal 372 KUHP tentang penggelapan.

Ironisnya, penangkapan Neni terjadi tepat di hari ulang tahun pertama anaknya. 

“Kata petugas, saya harus ikut, saya sudah memohon, tapi enggak bisa,” kenangnya dengan suara bergetar.

Malam itu, rencana sederhana untuk meniup lilin dan memotong tumpeng bersama buah hati pun sirna.

Hari-harinya di dalam lapas terasa panjang dan sunyi, hanya diisi dengan doa agar kebenaran berpihak kepadanya. 

“Berhari-hari saya nangis terus waktu di sana, ingat anak-anak,” ungkapnya.

Kini, ia hanya berharap bisa divonis bebas agar dapat mengasuh anak-anaknya dengan tenang.

“Saya cuma ingin divonis bebas, mau tenang mengasuh anak-anak,” ujarnya.

Anggota DPRD Bereaksi

Kasus penahanan seorang ibu menyusui di Karawang, Jawa Barat akibat perkara Fidusia atau persoalan kredit kendaraan bermotor memantik perhatian publik.

Salah satunya, Anggota DPRD Kabupaten Karawang dari Fraksi PDI Perjuangan, Anwar Hidayat.

Dia menilai penegakan hukum seharusnya tidak mengabaikan sisi kemanusiaan. 

Menurutnya, penerapan hukum memang perlu berlandaskan ketentuan KUHAP dan Undang-Undang Nomor 42 Tahun 1999 tentang Jaminan Fidusia, namun tindakan penahanan mesti menjadi langkah terakhir apabila semua syarat objektif dan subjektif terpenuhi.

“Dalam konteks ini, terdakwa adalah ibu menyusui dengan anak berusia di bawah satu tahun. Negara melalui Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2014 tentang Perlindungan Anak telah menjamin hak anak atas ASI dan pengasuhan orangtua," ucapnya, Jumat (31/10/2025). 

"Maka, aparat hukum harus melihat sisi kemanusiaan sebelum mengambil keputusan penahanan,” imbuh Dede Anwar.

Ia yang merupakan praktisi hukum itu menekankan pentingnya empati sosial dalam penegakan hukum.

Aparat, kata Dede, semestinya dapat mempertimbangkan bentuk penahanan alternatif seperti penangguhan atau pengalihan jenis penahanan, agar proses hukum tidak menambah penderitaan bagi anak yang tidak bersalah.

Selain itu, Dede Anwar menyoroti bahwa perkara fidusia sering kali berada di wilayah abu-abu antara ranah perdata dan pidana, sehingga perlu kehati-hatian agar tidak terjadi kriminalisasi terhadap persoalan ekonomi rumah tangga.

“Sering kali kasus seperti ini muncul tanpa adanya niat jahat (mens rea), melainkan murni persoalan ekonomi," ujarnya. 

"Maka penting bagi penegak hukum untuk mengedepankan keadilan substantif, bukan sekadar prosedural,” imbuhnya.

Sebagai wakil rakyat, ia juga mendorong agar lembaga penegak hukum di Karawang berkoordinasi dengan Dinas Sosial untuk memastikan perlindungan bagi anak dan keluarga terdakwa selama proses hukum berlangsung.

Dia bahkan mengusulkan pembentukan mekanisme konsultasi dan mediasi hukum di tingkat daerah, agar masyarakat kecil yang menghadapi masalah kredit tidak langsung berhadapan dengan ancaman pidana.

“Penegakan hukum yang baik bukan hanya soal kepastian, tapi juga soal kemanusiaan dan keadilan sosial," ujarnya. 

"Negara harus hadir bukan hanya sebagai pengadil, tetapi juga pelindung rakyat kecil dan anak-anak yang terdampak oleh ketidaksempurnaan sistem,” tandasnya.

Kisah Neni Nuraeni menunjukkan bahwa sistem hukum masih kerap melupakan sisi kemanusiaan, terutama terhadap ibu yang masih menyusui. Dalam kasus ini, keadilan formal sempat menutupi nurani sosial.

Penahanan seorang ibu yang masih memiliki bayi seharusnya menjadi pertimbangan penting sejak awal. Meski hukum harus ditegakkan, empati dan kebijakan sepatutnya berjalan beriringan.

Momen ketika Neni dipulangkan menunjukkan bahwa suara publik dan kepekaan hakim masih bisa mengembalikan keadilan pada tempatnya. 

Di balik penderitaan itu, kita belajar tentang kekuatan seorang ibu yang tak pernah menyerah. Neni mengingatkan kita bahwa kasih sayang seorang ibu kadang lebih kuat dari pasal-pasal hukum yang mengekang.

>>>Update berita terkini di Googlenews Surya.co.id

Sumber: Warta Kota
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved