Berita Viral

Gugat Pembebasan Bersyarat Eks Ketua DPR Terpidana Korupsi Setya Novanto , Ini Sosok Boyamin Saiman

Pembebasan bersyarat Mantan Ketua DPR RI Setya Novanto yang menjadi terpidana korupsi proyek KTP elektronik (e-KTP) berbuntut panjang.

Editor: Musahadah
Youtube Trans7/Tribunnews Irwan Rismawan
BEBAS DARI PENJARA - Mantan Ketua DPR RI sekaligus terpidana korupsi proyek KTP elektronik (e-KTP), Setya Novanto 

Surya.co.id - Pembebasan bersyarat Mantan Ketua DPR RI yang menjadi terpidana korupsi proyek KTP elektronik (e-KTP), Setya Novanto akhirnya berbuntut panjang. 

Aliansi Rakyat untuk Keadilan dan Kesejahteraan Indonesia (ARUKKI) dan Lembaga Pengawasan dan Pengawalan Penegakan Hukum Indonesia (LP3HI) menggugat pemberian PB itu ke Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN), Jakarta, pada Rabu (22/10/2025). 

Dalam perkara nomor 357/G/2025/PTUN.JKT, ARUKKI dan LP3HI menggugat Menteri Imigrasi dan Pemasyarakatan RI dan Direktur Jenderal Pemasyarakatan RI. 

Kuasa hukum ARUKKI dan LP3HI, Boyamin Saiman, menjelaskan bahwa gugatan ini dilakukan karena masyarakat merasa kecewa atas keputusan bebas bersyarat untuk Setya Novanto atau Setnov.

“Masyarakat yang diwakili oleh ARRUKI dan LP3HI kecewa atas bebas bersyaratnya Setnov sehingga mengajukan gugatan pembatalan keputusan bebas bersyaratnya Setnov,” kata Boyamin saat dihubungi, Rabu (29/10/2025).

Baca juga: Rekam Jejak Hakim Surya Jaya yang Sunat Vonis Setya Novanto hingga Bebas Jelang HUT Kemerdekaan RI

Menurut Boyamin, pembebasan bersyarat tidak bisa diberikan kepada narapidana yang masih terlibat dalam perkara lain, yakni Tindak Pidana Pencucian Uang atau TPPU.

“Setnov masih tersangkut perkara TPPU di Bareskrim,” ujarnya.

Boyamin mengatakan, jika gugatan dikabulkan, maka nantinya Setnov harus kembali masuk penjara menjalani sisa hukumannya.

Menanggapi gugatan tersebut, Menteri Imigrasi dan Pemasyarakatan (Menteri Imipas) Agus Andrianto mengatakan, pihaknya menghormati gugatan yang dilayangkan oleh ARUKKI dan LP3HI.

Dia juga mengatakan, setiap warga negara berhak mengajukan gugatan.

“Ya silakan, semua warga negara punya hak yang diatur Undang-Undang (UU). Menghormati Hak setiap WN,” kata Agus melalui pesan singkat kepada Kompas.com, Rabu.

Sementara itu, kuasa hukum Setnov, Maqdir Ismail, mengatakan bahwa setiap warga negara berhak menggugat keputusan yang dibuat oleh pemerintah.

“Sebagai warga negara tentu siapa saja berhak menggugat setiap keputusan yang dibuat oleh pejabat publik,” kata Maqdir saat dihubungi, Rabu (29/10/2025).

Namun, dia menekankan bahwa gugatan yang dilayangkan sebaiknya berdasarkan atas hukum, bukan hanya karena ketidaksukaan.

“Namun gugatan itu harus berdasarkan atas hukum bukan karena ketidaksukaan. Dan tidak pula boleh mengandung unsur konflik kepentingan,” ucap dia.

Seperti diketahui, Mantan Ketua DPR RI sekaligus terpidana korupsi proyek KTP elektronik (e-KTP) itu sebelumnya divonis 15 tahun penjara karena merugikan negara hingga Rp2,3 triliun. 

Selain divonis 15 tahun penjara, Setnov juga dijatuhi denda Rp500 juta, dan diwajibkan mengembalikan uang USD 7,3 juta. 

Putusan Mahkamah Agung pada 2025 kemudian mengurangi hukumannya menjadi 12,5 tahun. 

Belum 12,5 tahun, Setnov sudah ke luar penjara karena mendapatkan Pembebasan Bersyarat pada 16 Agustus 2025.

Siapa sebenarnya Boyamin Saiman? 

Koordinator Masyarakat Anti Korupsi Indonesia (MAKI) Boyamin Saiman
Koordinator Masyarakat Anti Korupsi Indonesia (MAKI) Boyamin Saiman (TRIBUNNEWS/IRWAN RISMAWAN)

Boyamin Saiman adalah Koordinator Masyarakat Anti Korupsi Indonesia (MAKI). 

Nama Boyamin Saiman semakin dikenal publik setelah mengungkap kasus Djoko Tjandra. 

Sebelumnya, dia juga mengungkap kasus Jiwasraya serta adanya perilaku Ketua KPK Firli Bahuri yang kepergok menggunakan sebuah helikopter premium untuk pulang kampung.

Sosok Boyamin yang selalu menyajikan informasi A1 kemudian menjadi perbincangan hangat publik Tanah Air.

Boyamin merupakan pribadi sederhana yang pernah bekerja di Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).

Dia pernah habis-habisan membela mantan Ketua KPK Antasari Azhar periode 2007-2009.

Boyamin Saiman ternyata ayah dari Almas Tsaqibbirru alumnus Fakultas Hukum Universitas Surakarta yang mengajukan gugatan uji materi nomor perkara 90/PUU-XXI/2023 berisbatas usia minimal capres-cawapres menjadi 40 tahun atau berpengalaman sebagai kepala daerah baik di tingkat provinsi maupun kabupaten/kota.

Gugatan Almas akhirnya diterima Mahkamah Konstitusi.

Atas dikabulkannya gugatan tersebut, seseorang yang pernah/sedang menjabat sebagai kepala daerah dan pejabat negara yang dipilih melalui pemilihan umum dapat mencalonkan diri sebagai capres dan cawapres meski berusia di bawah 40 tahun.

Keputusan ini membuat wacana menduetkan Wali Kota Solo yang juga putra sulung Presiden Jokowi, Gibran Rakabuming Raka, dengan Prabowo Subianto, terwujud.

Sebab saat ini, Gibran yang berumur 36 tahun sudah menjadi kepala daerah.

Pemuda kelahiran 16 Mei 2000 tersebut merupakan anak pertama Boyamin dari lima bersaudara.

Sementara Arkaan, penggugat lain di MK merupakan putra kedua Koordinator MAKI.

Kembalikan Uang 10.000 Dollar Singapura ke KPK

Boyamin Saiman juga menjadi sorotan setelah mengembalikan uang 10.000 dollar SIngapura atau setara Rp 1,08 miliar ke Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Rabu (7/10/2020). 

Uang Rp 1,08 miliar itu diduga sebagai suap kepada Boyamin Saiman yang saat ini getol membongkar kasus suap Djoko Tjandra. 

Uang 100.000 dollar Singapura itu diberi seorang laki-laki yang sudah dikenal Boyamin cukup lama.

Boyamin menuturkan, uang itu diterimanya usai ia melaporkan adanya istilah 'bapakku-bapakmu' dalam kasus Djoko Tjandra beberapa waktu yang lalu.

Ia menyebut uang tersebut diberikan langsung oleh salah satu teman lamanya yang mengaku diutus oleh orang lain.

"Jadi setelah saya datang ke sini ( KPK) ketemu teman-teman itu, ada teman yang sebenarnya temen lama sekali dan sudah akrab terus dia ngajak ngobrol terus memberikan amplop terus pergi.

Teman saya itu tadinya dia ngomong kalau dia diutus oleh temennya yang lain," ujar Boyamin.

Boyamin mengaku tidak bisa menolak pemberian tersebut karena temannya dapat dianggap gagal menyelesaikan amanah dari orang yang mengutus bila uang tersebut tak diserahkan ke Boyamin.

"Saat itu saya juga tidak bisa menolak dan kemudian saya tahu kalau saya kembalikan kepada dia, dia pasti gagal dan kepada yang mengutus dia tadi mestinya agak tidak enak dan itu berjenjang setahu kira-kira saya sampai empat atau lima berjenjang," kata Boyamin.

Oleh sebab itu, Boyamin akhirnya memutuskan menyerahkan uang tersebut ke KPK sebagai bentuk laporan gratifikasi.

Menurut Boyamin, hal itu merupakan bentuk tanggung jawabnya sebagai masyarakat dalam memberantas korupsi.

"Saya hanya ingin menyerahkan kepada KPK diserahkan kepada negara sebagai gratifikasi karena saya apapun melakukan tugas negara membantu negara memberantas korupsi dengan peran serta masyarakat," kata Boyamin.

IKuti berita selengkapnya di Google News Surya.co.id

 

Artikel ini telah tayang di SerambiNews.com dengan judul 4 Kontroversi Setya Novanto, Terpidana Korupsi e-KTP, Sel Mewah hingga Bebas Bersyarat.

Sumber: Kompas.com
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved