Sosok Pedagang Bakso Babi Di Bantul, Jualan Sejak 1990 an Tak Ada Keterangan Non Halal

Padahal pemilik warung bakso itu berinisial S. Ia telah berjualan bakso keliling kampung sejak 1990-an.

Penulis: Wiwit Purwanto | Editor: Wiwit Purwanto
Dok. DMI Ngestiharjo via Tribun Jogja
BAKSO NONHALAL - Proses pemasangan spanduk bakso mengandung babi di salah satu warung di Ngestiharjo, Kapanewon Kasihan, Kabupaten Bantul, DI Yogyakarta oleh DMI Ngestiharjo dan MUI pada Jumat (24/10/2025).  

 

 

 

Ringkasan Berita:
  • Pemasangan spanduk itu terpaksa dilakukan lantaran pemilik usaha tak memberikan keterangan non halal di warungnya
  • Warga sekitar telah mengetahui S menjual bakso menggunakan bahan nonhalal.
  • Namun, masyarakat di luar kampung belum mengetahui bakso buatan S mengandung bahan nonhalal.
  • Dewan Masjid Indonesia (DMI) Ngestiharjo akhirnya turun tangan memasang spanduk 'Bakso Babi' di warung S.

 

SURYA.co.id - Viral di media sosial warung Bakso di Kabupaten Bantul, DI Yogyakarta dipasang spanduk bertuliskan 'Bakso Babi'.

Pemasangan spanduk itu terpaksa dilakukan lantaran pemilik usaha tak memberikan keterangan non halal di warung yang terletak di Kalurahan Ngestiharjo, Kapanewon Kasihan, Kabupaten Bantul itu.

Padahal pemilik warung bakso itu berinisial S. Ia telah berjualan bakso keliling kampung sejak 1990-an.

Kemudian, pada 2016, S membuka lapak di Padukuhan Dukuh IV Cungkuk, Kalurahan Ngestiharjo. Tempat usaha itu disewa S dari warga setempat.

Sementara S tinggal di Cebongan, Kalurahan Ngestiharjo, berjarak sekira 300 meter dari lokasi usahanya.

Baca juga: Bongkar Menu Sabu Dalam Rombong Bakso di Bangkalan, Polisi Sampai Menyamar Sebagai Pembeli

Yang bersangkutan disebut warga asli Ngestiharjo.

Warga sekitar telah mengetahui S menjual bakso menggunakan bahan nonhalal.

Namun, masyarakat di luar kampung belum mengetahui bakso buatan S mengandung bahan nonhalal.

"Selama ini enggak ada (masyarakat setempat yang menegur pembeli bakso buatan S saat sebelum diberi lebel nonhalal)."

"Apalagi, saya sendiri kan tidak pernah di rumah (jarang di rumah dikarenakan memiliki kesibukan lain).

Baca juga: Baru 2 Bulan Berjualan, Bakso Sultan di Gumukmas Jember Digemari Para Pecinta Kuliner

"Saya sebagai RT di sini jarang di rumah. Kemudian, pantauan saya tidak begitu ketat," kata Ketua RT 4, Padukuhan Dukuh IV Cungkuk, Bambang Handoko saat dijumpai TribunJogja.com, Senin (27/10/2025).

Handoko menyebut, usaha bakso itu dijalankan oleh S dan saudara iparnya.

Sementara istri S telah meninggal dunia beberapa waktu lalu.

Handoko menerangkan, komunikasi S dengan warga setempat terjalin sekadarnya.

S disebut tak pernah kumpul dengan warga setempat. Sehari-hari, S ke warung hanya untuk membuka usahanya. Setelah tutup, S langsung kembali ke kediamannya.

"Kalau bersapa atau saat saya lewat gitu, ya sering sapa dengan mereka. Tapi, ya mereka enggak pernah ke sini. Komunikasi kami tetap baik. Tapi, kalau sama warga setempat malah acuh tak acuh," papar Handoko.

Handoko menambahkan, sebenarnya ia pernah menyampaikan kepada S untuk memasang tulisan nonhalal di warung baksonya agar tak meresahkan masyarakat.

S pun sempat memasang tulisan itu, namun dihilangkan lagi.

"Pernah tulisan nonhalal itu dipasang, tapi dengan tulisan kecil. Terus saya tegur, tulisannya dipasang agak besar. Tulisannya pakai karton gitu," tandas dia.

Kini keengganannya memberi label nonhalal menjadi 'bumerang' untuk usahanya.

Dewan Masjid Indonesia (DMI) Ngestiharjo akhirnya turun tangan memasang spanduk 'Bakso Babi' di warung S.

Sekjen DM Ngestiharjo, Ahmad Bukhori mengatakan, pemasangan ini dilakukan lantaran masyarakat sudah resah.

"Nah, kami baru masuk pembahasan kepengurusan dan diskusi di organisasi DMI sekitar Desember 2024 atau awal Januari 2025."

"Lalu muncul isu keresahan di wilayah Ngestiharjo ada penjual bakso non halal yang tidak mencantumkan informasi bahwa produk bakso itu nonhalal," kata dia saat dikonfirmasi TribunJogja.com, Senin.

Ahmad menyebut, kebanyakan pelanggan tak mengetahui bakso yang mereka beli di warung S merupakan nonhalal.

"Beberapa orang yang tinggal di daerah sana ada yang tahu kalau itu bakso memiliki kandungan nonhalal."

"Tapi, kadang orang di sana bisa memberitahu dan kadang tidak bisa memberitahu ke pelanggan," ungkap dia.

"Cuma dari penjual merasa keberatan atau bagaimana gitu, karena kalau ditulis bakso babi kan pembelinya otomatis berkurang. Kan begitu."

"Jadi, penjual hanya bilang iya-iya gitu saja. Setelah beberapa kali teguran, penjual hanya memasang tulisan B2 di kertas HVS. Tulisan itu pun kadang dipasang, kadang enggak," jelasnya.

Akhirnya, DMI Ngestiharjo mengambil sikap untuk memasang spanduk bertuliskan 'Bakso Babi'.

Proses pemasangan dilakukan atas izin pemilik usaha.

"Begitu dipasang, akhir-akhir Oktober ini ada seorang yang membuat video dan viral karena ada logo DMI."

"(Ada yang berpendapat) itu bakso babi kok ada logo DMI, apakah DMI support atau malah jualan babi? Ternyata ada miss persepsi, jadi viral dan sebagainya," tuturnya.

Pemasangan spanduk versi satu dipasang pada Februari 2025 lalu.

Setelah spanduk itu viral pada Oktober 2025, spanduk diganti dengan logo dari Majelis Ulama Indonesia (MUI) dan DMI Ngestiharjo pada Jumat (24/10/2025).

 

Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved