Berita Viral

Alasan Dedi Mulyadi Tak Langsung Temui Menkeu Purbaya Bahas Dana Mengendap di Bank: Gak Bisa Ngatur

Polemik adu pendapat antara Menkeu Purbaya dan Dedi Mulyadi terkait dana mengendap di bank ramai jadi sorotan. Mengapa tak langsung ketemu?

|
Kolase Tribun Timur
DANA MENGENDAP - Kolase foto Menkeu Purbaya dan Dedi Mulyadi. Ini Alasan Dedi Mulyadi Tak Langsung Temui Menkeu Purbaya Bahas Dana Mengendap di Bank. 

SURYA.co.id - Polemik adu pendapat antara Menteri Keuangan Purbaya Yudhi Sadewa dan Gubernur Jawa Barat Dedi Mulyadi memang ramai jadi sorotan.

Mereka secara tak langsung berdebat tentang dana mengendap di bank.

Lantas, mengapa Dedi Mulyadi dan Menkeu Purbaya tak langsung ketemu saja membahas hal itu?

Di tengah polemik dana daerah yang mengendap hingga ratusan triliun rupiah, Dedi Mulyadi memilih menjawab dengan gaya khasnya santai, jenaka, namun sarat makna. 

Ketika ditanya mengenai jadwal pertemuannya dengan Purbaya, Dedi melontarkan perumpamaan yang mencuri perhatian.

Dia menyebut jika bertemu dengan Purbaya tidak semudah seperti bertemu dengan pacar.

“Nanti juga kita ketemu pasti. Saya enggak tahu (kapan), kan beda agenda.

Kita enggak bisa ngatur-ngatur, kayak ketemu pacar aja,” ujar Dedi kepada awak media sambil tersenyum di Gedung BPK Jabar, Bandung, Jumat (24/10/2025).

Ucapan tersebut sontak mencairkan suasana di tengah sorotan publik soal dana transfer daerah yang ditunda oleh Kementerian Keuangan.

Namun di balik gurauan itu, tersimpan kegelisahan serius: penundaan dana transfer 2026 untuk Jawa Barat mencapai Rp2,45 triliun.

Disentil Anggota DPR

Polemik antara Menteri Keuangan (Menkeu) Purbaya dan Gubernur Jawa Barat  Dedi Mulyadi, kembali mendapat respons dari anggota Dewan Perwakilan Rakyat (DPR).

Menkeu Purbaya dan Dedi Mulyadi berseteru gara-gara perbedaan data terkait dana pemerintah daerah (pemda) mengendap di bank.

Baca juga: Alasan Menkeu Purbaya Sewa Hacker Indonesia untuk Benahi Coretax, Pernah Dibikin Kaget: Jago Juga

Menkeu Purbaya yang menyebut uang milik pemda yang menganggur di bank sejumlah Rp234 triliun. 

Dari jumlah tersebut, ada 15 daerah yang paling banyak menyimpan dana di bank, satu di antaranya Provinsi Jawa Barat senilai Rp 4,1 triliun. 

Namun, data tersebut dibantah Dedi Mulyadi yang menyebut bahwa dana Pemprov Jabar yang tersimpan di bank nilanya sekitar Rp 2,6 triliun, bukan Rp 4,1 triliun.

Dedi Mulyadi menemukan fakta tersebut ketika mendatangi Kantor Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri), lalu mencocokkan data dari Pemprov Jabar.

“Data dari Kemendagri dan data dari Pemprov sama. Bahwa terhitung pada tanggal 17 itu ya angkanya sekitar Rp 2,6 triliun,” ujar Dedi, dikutip SURYA.CO.ID dari Kompas.com.

Ia menjelaskan, data yang dimiliki Kemendagri berasal dari laporan keuangan yang disampaikan oleh Badan Pengelola Keuangan Daerah.

Dedi menegaskan, dana Rp 2,6 triliun ini bukan uang mengendap, melainkan uang kas Pemprov Jabar yang memang harus disimpan di bank.

Perseteruan kedua pejabat ini akhirnya mendapat respons dari dua anggota DPR RI, yakni Rieke Diah Pitaloka dan Dede Yusuf Macan Effendi.

Rieke Diah Pitaloka menyebut dirinya hanya menonton perdebatan tersebut. 

“Beberapa hari ini terjadi perdebatan Kang Purbaya sama Kang Dedi, dan Nyi Iroh (Rieke) jadi penonton,” ujarnya, dikutip SURYA.CO.ID dari unggahan Instagram pribadinya.

Dia pun meminta agar kedua belah pihak bisa duduk bersama untuk mencari solusi. 

“Yang akur-akur saja, bisa diobrolin supaya ada solusi gitu,” lanjutnya.

Dalam unggahannya tersebut, Rieke juga sempat menyinggung persoalan utang BUMN ke Bank BJB.

Sementara Wakil Ketua Komisi II DPR RI, Dede Yusuf Macan Effendi, meminta Purbaya dan Dedi Mulyadi tidak berpolemik terkait anggaran.

“Jadi kita nggak usah berpolemik soal anggaran karena kalau anggaran hilang pun sudah pasti ada yang memeriksa kan,” ujar Dede, dikutip dari Kompas.com.

Dede memandang, perselisihan itu timbul hanya karena perbedaan sudut pandang dan persepsi.

Perbedaan pandangan itu bisa dibicarakan bersama.

“Melalui kesepakatan antara Kemenkeu dengan pemerintah daerah yang akan dikirim,” ujar Dede.

Dede menuturkan, Komisi II DPR sebagai mitra Kemendagri menyebutkan, terkadang pemerintah daerah membutuhkan dana yang siap digunakan.

Pada umumnya, tender atau lelang proyek pengadaan barang dan jasa di lingkungan pemerintah baru terjadi pada bulan Agustus.

Proyek baru dikerjakan pada September hingga akhir November.

Kondisi itu menjadi penyebab dana pemerintah daerah masih "stand by" dan tidak bisa dicairkan.

“Kecuali apabila transfer keuangan dari pusat ke daerah itu bisa dilakukan di awal-awal tahun, di Januari-Februari, sehingga tender bisa dilakukan di April, penyerapan bisa dimulai di bulan September saja,” kata dia.

Oleh karena itu, ia memandang polemik itu bisa diselesaikan ketika para pihak tersebut duduk bersama.

Di sisi lain, Komisi II juga memuji langkah Purbaya yang berencana membuat mekanisme pencairan dana transfer daerah pada tahun depan.

“Saya dengar Pak Purbaya berjanji akan bikin mekanisme pencairan transfer keuangan daerah itu akan dimulai di Januari. Saya pikir itu bagus,” tuturnya.

>>>Update berita terkini di Googlenews Surya.co.id

Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved