Berita Viral

Sama-sama Koboi, Ini Beda Menkeu Purbaya dan Ahok Menurut Pengamat dan Politisi, Siapa yang Arogan?

Gaya blak-blakan Menteri Keuangan Purbaya Yudhi Sadewa sering disamakan dengan mantan Gubernur DKI Jakarta Ahok. Sama kah?

Editor: Musahadah
kolase tribunnews
BEDA - Meski sama-sama koboi, Menkeu Purbaya dan Ahok ternyata memiliki perbedaan mendasar menurut pengamat dan politisi. 

SURYA.co.id - Gaya blak-blakan Menteri Keuangan Purbaya Yudhi Sadewa sering disamakan dengan mantan Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok

Sama halnya dengan Purbaya yang sudah terpeleset lidah di hari pertama menjabat sebagai menteri keuangan, Ahok juga kerap mengeluarkan ucapan-ucapan kontroversial.

Puncaknya ketika dia menyebut Surat Al-Maidah Ayat 51 saat berpidato memperkenalkan sebuah proyek pemerintah di depan warga Kepulauan Seribu pada 27 September 2016. 

Saat itu Ahok mengimbau agar warga setempat tetap menerima proyek pemerintah tersebut tanpa harus sungkan meskipun tidak memilihnya.

Ahok mengakui dan menyadari bahwa beberapa warga dapat dimengerti jika mereka tidak memilihnya karena mereka "diancam dan ditipu" oleh beberapa kelompok yang menggunakan Surat Al-Maidah Ayat 51 yang mengacu pada sebuah ayat yang oleh beberapa kelompok disebut sebagai alasan untuk menentangnya.

Baca juga: Imbas Menkeu Purbaya Gelontorkan Dana Rp200 Triliun: Bank Himbara Pusing, Tani Merdeka Nilai Brilian

Pidato Ahok ini kemudian dipotong hingga tersebar luas dengan narasi provokasi. 

Puncaknya, Ahok ditetapkan sebagai tersangka penodaan agama hingga divonis dua tahun penjara oleh majelis hakim Pengadilan Negeri Jakarta Utara pada 9 Mei 2017. 

Sementara, Menteri Keuangan Purbaya langsung disorot setelah dilantik saat mengomentari tentang poin 17+8 tuntutan rakyat

Purbaya sempat menyatakan, 17+8 Tuntutan Rakyar yang digaungkan dalam sejumlah aksi demonstrasi pada akhir Agustus 2025 bukanlah representasi keseluruhan masyarakat. 

Menurutnya, aspirasi tersebut hanya datang dari sebagian kecil warga yang merasa belum puas dengan kondisi ekonomi saat ini.

"Itu kan suara sebagian kecil rakyat kita. Kenapa? Mungkin sebagian ngerasa keganggu, hidupnya masih kurang," ujar Purbaya saat konferensi pers di Kementerian Keuangan, Jakarta, Senin (8/9/2025).  

Pernyataan Purbaya ini pun ramai hingga gelombang penolakan terhadapnya muncul. 

Benarkah Purbaya sama dengan Ahok

Pengamat Politik Yanuar Rizky justru menilai Purbaya berbeda dengan Ahok.

"Ahok gitu ya kan tapi menurut saya antara Ahok dengan Purbaya agak beda loh," kata Yanuar dikutip dari akun Youtube Official Inews, Senin (15/9/2025).

"Kalau Ahok kan memang tipikal orang yang ya gitu ya kalau ya mohon maaf ya, mohon maaf kata lah gitu. Beliau kan selalu mengatakan oh saya ini orang jagoan orang segini gitu ya menurut saya. Tapi kan di area analisis terus. Bukan di arena eksekusi ya," tambahnya. 

Hal serupa disampaikan politikus Partai Demokrat, Rachland Nashidik. 

Menurut Rachland, Purbaya memang tidak hebat dalam hal public speaking.

Namun, hal tersebut tidak lantas menghilangkan kapasitas dan kapabitasnya sebagai sosok yang berpengalaman

"Menkeu Purbaya memang tidak terbiasa dengan public speaking. Ditambah dengan kasus video anaknya yang viral, satu keluarga Purbaya dikecam sombong dan tak punya empati," ungkap Rachland dikutip dari X, Kamis (11/9/2025)

Rachland pun mengajak publik untuk mengingat sosok Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok.

Ahok merupakan sosok yang dikenal berbicara keras dan ceplas-ceplos

Menurut Rachland, perkataan-perkataan Ahok lebih parah ketimbang Purbaya

"Tapi belum lama berlalu, di Indonesia juga ada figur Ahok.  Dia luar biasa arogan dan mulutnya busuk oleh kata-kata kasar, bahkan kotor. Purbaya mungkin terdengar sombong, tapi dia tidak seperti Ahok," ungkapnya

"Ada yang masih ingat bagaimana Ahok mengancam, bila perlu akan membunuh -- iya: B U N U H -- orang demi kebijakannya? Di bawah Ahok, Jakarta kembali pada kebijakan penggusuran paksa seperti di jaman Orba, yaitu dengan pengerahan tentara," imbuh Rachland

Ketimbang mempermasalahkan ucapan Purbaya, Rachland mengajak publik untuk melihat kinerja Purbaya ke depannya.

"Mencoba berpikir ulang dengan tenang untuk menarik pelajaran, mungkin alih-alih kita baper pada omongan seorang pejabat publik, lebih baik kita perhatikan saja apa tindakan atau kebijakannya. Action speaks louder than words."

"Kalau nanti kebijakannya merugikan, baru kita gempur ramai-ramai. Indonesia pernah memberi kesempatan pada Ahok -- kenapa tidak pada Purbaya? Kecuali bila masalahnya ada pada kita, yaitu memelihara standar ganda," tandasnya.

Rekam Jejak Purbaya

Purbaya Yudhi Sadewa lahir di Bogor pada 7 Juli 1964.

Latar belakang pendidikannya cukup beragam, dimulai dari Sarjana Teknik Elektro di Institut Teknologi Bandung (ITB).

Setelah itu, ia melanjutkan studi ke Amerika Serikat, tepatnya di Purdue University, hingga berhasil menyelesaikan program Magister (MSc) dan Doktor (Ph.D) di bidang Ilmu Ekonomi.

Perjalanan karier Purbaya tidak langsung ke ranah pemerintahan.

Awalnya ia bekerja sebagai Field Engineer di Schlumberger Overseas SA pada periode 1989–1994. Setelah beberapa tahun di industri energi, ia banting setir ke dunia riset ekonomi.

Pada tahun 2000–2005, ia dipercaya sebagai Senior Economist di Danareksa Research Institute.

Langkahnya kemudian berlanjut ke jajaran pimpinan. Purbaya menjadi Chief Economist Danareksa Research Institute pada 2005–2013, lalu ditunjuk sebagai Direktur Utama PT Danareksa Sekuritas pada 2006–2008, serta menjadi Dewan Direksi PT Danareksa (Persero) pada 2013–2015.

Purbaya mulai aktif di pemerintahan sejak 2010. Ia dipercaya sebagai Staf Khusus Bidang Ekonomi di Kemenko Perekonomian, sekaligus tercatat sebagai Anggota Komite Ekonomi Nasional.

Pada 2015, perannya semakin strategis ketika diangkat menjadi Deputi III Bidang Pengelolaan Isu Strategis di Kantor Staf Presiden (KSP). Di tahun yang sama, ia juga mendampingi Menko Polhukam sebagai Staf Khusus Bidang Ekonomi.

Selanjutnya, Purbaya aktif di sektor maritim. Ia ditunjuk sebagai Wakil Ketua Satgas Debottlenecking (Pokja IV) dan juga menjadi Staf Khusus Bidang Ekonomi di Kemenko Maritim sepanjang 2016–2020. Kariernya berlanjut sebagai Deputi Bidang Koordinasi Kedaulatan Maritim dan Energi di Kemenko Kemaritiman dan Investasi (2018–2020).

Puncak karier birokrasi Purbaya terjadi pada 2020. Presiden RI ke-7 Joko Widodo mengangkat Purbaya sebagai Ketua Dewan Komisioner Lembaga Penjamin Simpanan (LPS), melalui Keputusan Presiden RI No. 58/M Tahun 2020. Ia resmi dilantik pada 3 September 2020. Posisi ini menempatkannya sebagai salah satu tokoh kunci dalam menjaga stabilitas sistem keuangan nasional.

Selain itu, ia juga tercatat pernah menjabat Komisaris PT Inalum (Persero), holding BUMN pertambangan yang mengelola aset strategis di sektor mineral.

Rekam Jejak Ahok

Ahok lahir di Manggar, Belitung Timur, pada 29 Juni 1966. 

Dia meraih gelar sarjana Teknik Geologi dari Universitas Trisakti dan memutuskan mengikuti jejak ayahnya menjadi pengusaha.

Pada 1989, ia pulang kampung ke Belitung dan mendirikan CV Panda.

Perusahaan itu bergerak di bidang pertambangan, sebagai kontraktor PT Timah.

Selama dua tahun menjadi kontraktor, Ahok bermimpi menjadi pengusaha di bidang pembangunan yang lebih besar lagi.

Namun, ia sadar bahwa untuk menjadi pengolah mineral, diperlukan modal yang besar serta manajemen yang profesional.

Untuk itu, ia kembali ke Jakarta dan mengambil S2 di bidang manajemen keuangan di Sekolah Tinggi Manajemen Prasetia Mulya.

Setelah meraih gelar Magister Manajemen (MM), Ahok diterima bekerja di PT Simaxindo Primadya di Jakarta.

Perusahaan itu bergerak di bidang kontraktor pembangunan pembangkit listrik.

Ahok berperan sebagai staf direksi bidang analisis biaya dan keuangan proyek.

Namun, tak lama, Ahok ingin mengembangkan usahanya di Belitung sehingga berhenti bekerja dan pulang kampung pada 1992.

Pada 1992, Ahok mendirikan PT Nurinda Ekapersada. Perusahaan itu didirikan sebagai persiapan membangun pabrik Gravel Pack Sand (GPS) pada tahun 1995.

Pabrik yang dimaksud berlokasi di Dusun Burung Mandi, Desa Mengkubang, Manggar, Belitung Timur.

Sayang, langkahnya terhenti pada tahun 1995. Pabrik Ahok ditutup pemerintah. 

Peristiwa inilah yang pada akhirnya membuat Ahok berniat menjadi pejabat.

Sebab, lanjut dia, pengusaha tidak bisa melawan kebijakan pemerintah.

Maka, pada 2004, Ahok bergabung ke politik. 

Ia bergabung dengan Partai Perhimpunan Indonesia Baru (PPIB) yang saat itu dipimpin Dr Sjahrir.

Kepada masyarakat, Ahok menyatakan tak memberikan uang politik. 

Cara itu ampuh dan mengantarkannya sebagai anggota DPRD Kabupaten Belitung Timur periode 2004-2009.

Setelah tujuh bulan menjadi anggota Dewan, Ahok yang meraih banyak dukungan didorong menjadi Bupati Belitung Timur pada 2005. 

Ia maju dengan modal Rp 2 miliar, blusukan, dan memberi nomor ponsel pribadinya ke warga.

Ahok mengantongi 37,13 persen suara dan menjadi Bupati Belitung Timur periode 2005-2010.

Pada 2009, ia maju sebagai calon anggota legislatif dari Partai Golkar.

Meski ditempatkan di nomor urut empat, Ahok berhasil meraih suara terbanyak.

Di DPR, Ahok duduk di Komisi II yang membawahkan bidang dalam negeri, sekretariat negara, dan pemilu.

Belum selesai jabatannya di DPR, pada 2012, Ahok dilirik untuk maju mendampingi Joko Widodo (Jokowi) sebagai calon wakil gubernur DKI Jakarta. 

Ia pun menyanggupi dan maju lewat Partai Gerindra.

Pasangan Jokowi-Ahok menang dan memimpin Jakarta lewat berbagai gebrakan. 

Nama Jokowi yang melambung tinggi ikut menguntungkan buat Ahok.

Jokowi yang ditarik maju ke pilpres dan menang pada 2014 membuat Ahok naik menjadi Gubernur DKI.

Sebagian artikel ini telah tayang di TribunJakarta.com dengan judul Purbaya Blak-blakan Dibilang Gaya Koboi, Pengamat Anggap Pengganti Sri Mulyani Beda dengan Ahok

>>>Update berita terkini di Googlenews Surya.co.id

Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved