Berita Viral

Beda dari Jombang dan Kota Lain yang Naikkan PBB, Tangerang Malah Beri Diskon 20 Persen

Berbeda dari Jombang dan Kota Lain yang ikut menaikkan Pajak Bumi Bangunan (PBB), Tangerang malah bagi-bagi diskon dan bebas denda.

Istimewa/Warta Kota
DISKON PBB - Ilustrasi. Kebalikan dari Jombang dan Kota Lain Naikkan PBB, Tangerang Malah Diskon 20 Persen dan Bebas Denda. 

SURYA.co.id - Berbeda dari Jombang dan Kota Lain yang ikut menaikkan Pajak Bumi Bangunan (PBB), Tangerang malah bagi-bagi diskon dan bebas denda.

Dalam rangka memperingati Hari Ulang Tahun ke-80 Republik Indonesia, Pemerintah Kota Tangerang melalui Badan Pendapatan Daerah (Bapenda) kembali meluncurkan program insentif pajak bagi masyarakat.

Program ini berlangsung mulai 1–29 Agustus 2025 dan memberikan berbagai keringanan pembayaran Pajak Bumi dan Bangunan Perdesaan dan Perkotaan (PBB-P2) hingga pembebasan denda tunggakan.

Menurut Kepala Bapenda Kota Tangerang, Kiki Wibhawa, inisiatif ini tidak hanya bertujuan meringankan beban warga, tetapi juga mendorong kepatuhan pajak serta memperkuat Pendapatan Asli Daerah (PAD).

“Kami mengajak masyarakat untuk memanfaatkan kesempatan ini. Dengan membayar pajak tepat waktu, selain mendapat potongan, Anda juga ikut mendukung pembangunan Kota Tangerang yang berkelanjutan,” ujarnya, Rabu (30/7/2025), melansir dari situs resmi Tangerang.

Baca juga: Usai Heboh Demo Warga Pati Tuntut Mundur Bupati Sudewo, Sosok Ini Diam-diam Kirim Tim untuk Pantau

Skema Diskon dan Keringanan Pajak

Bapenda Kota Tangerang memberikan beberapa opsi keringanan yang bisa dimanfaatkan wajib pajak, di antaranya:

  1. Diskon 20 persen PBB-P2 untuk tahun pajak 1990–2014.
  2. Penghapusan denda bagi tunggakan PBB-P2 periode 1990–2024.
  3. Diskon 20?a Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan (BPHTB) pada program pemerintah seperti Prona, PTSL, dan PTKL.

Kiki menegaskan, masyarakat tetap wajib melunasi PBB-P2 sebelum jatuh tempo pada 30 September 2025.

Pembayaran kini semakin mudah karena bisa dilakukan secara nontunai, baik melalui:

Perbankan mitra Bapenda
Merchant online
Loket bank dan gerai ritel modern yang sudah bekerja sama
Cukup masukkan Nomor Objek Pajak (NOP), maka jumlah tagihan otomatis akan terpotong sesuai diskon yang berlaku.

Penyebab Banyak Daerah Naikkan PBB

Kenaikan Pajak Bumi Bangunan (PBB) di sejumlah daerah di Indonesia kini tengah jadi sorotan.

Hal ini tentu saja menuai gelombang protes dari masyarakat.

Baca juga: Rekam Jejak Asep Guntur, Pejabat KPK yang Beber Bupati Pati Sudewo Terlibat Kasus Suap DJKA

Bahkan, di Kabupaten Pati, rencana kenaikan PBB sampai menimbulkan demo kisruh menuntut Bupati Pati Sudewo mundur.

Keresahan serupa juga dirasakan masyarakat di Jombang dan Cirebon, dengan kenaikan PBB yang disebut-sebut mencapai 1000 persen.

Tren kenaikan ini juga dilaporkan di sejumlah daerah lain, meski persentasenya berbeda-beda.

Lantas, apa penyebab banyak daerah menaikkan PBB?

  1. Transfer Keuangan Pusat ke Daerah Berkurang dalam RAPBN 2026

Ekonom Universitas Paramadina, Wijayanto Samirin, menilai fenomena kenaikan PBB masif merupakan sinyal adanya tekanan fiskal yang dihadapi pemerintah daerah.

Salah satu pemicunya adalah berkurangnya dana transfer dari pemerintah pusat.

Menurutnya, banyak pemda tidak memiliki kapasitas untuk mengembangkan inovasi penerimaan asli daerah (PAD) di luar pajak.

Ia menyoroti rancangan RAPBN 2026 yang telah disepakati panitia kerja (Panja) DPR.

"(Dalam draft RAPBN 2026) proporsi transfer daerah justru akan dikurangi, dari 3,77 persen dari PDB, menjadi hanya 2,78 sampai 2,89 persen saja," kata Wijayanto, Jumat (15/8/2025), melansir dari Kompas.com.

Ia memperingatkan, kondisi tersebut akan memperberat beban daerah dan mendorong banyak pemda mencari solusi instan seperti menaikkan PBB secara signifikan.

Baca juga: Pantas Jombang dan Daerah Lain Banyak Naikkan PBB, Pati Sampai Demo Kisruh, Ternyata Ini Penyebabnya

2. Kepala Daerah Pilih Jalan Cepat, Naikkan Pajak

Direktur Eksekutif Center of Economic Law Studies (Celios), Bhima Yudhistira, menilai kasus di Pati hanyalah puncak fenomena gunung es.

"Protes kenaikan pajak daerah akan melonjak signifikan sebelum tutup tahun 2026," ujarnya saat dihubungi terpisah pada Jumat (15/8/2025).

Bhima menjelaskan, pemotongan dana transfer yang besar dan anjloknya PAD akibat daya beli turun membuat banyak kepala daerah kebingungan.

"Banyak kepala daerah terpilih kebingungan dengan kas yang cekak. Efeknya, kepala daerah harus cari cara instan, paling mudah naikkan PBB. Itu cara paling tidak kreatif," tambahnya.

Ia memandang kenaikan PBB ini sebagai gabungan dari rendahnya rasio pajak nasional dan tingginya beban utang pemerintah pusat.

Selain itu, pergeseran belanja negara untuk program MBG turut mendorong pelimpahan beban anggaran ke pemerintah daerah.

3. Risiko terhadap Daya Beli dan Ekonomi Lokal

Bhima mengingatkan, kebijakan menaikkan pajak secara ekstrem dapat menurunkan daya beli masyarakat.

"Uang mereka yang seharusnya dikonsumsi, ditabung, atau diinvestasikan, menjadi terpakai untuk membayar pajak yang lebih mahal,"
jelasnya.

Ia memperkirakan dampak lanjutannya bisa mencakup PHK massal, masalah kredit macet, bahkan memukul UMKM.

Sebagai alternatif, ia menyarankan pemda menutup kebocoran pajak dan retribusi, termasuk dari praktik parkir liar, serta mengoptimalkan penerimaan dari sektor sumber daya alam (SDA).

"Kasus di daerah seperti Pati itu termasuk pembangunan pabrik semen, harus dipajaki tinggi, terlebih pabrik semen punya risiko ke lingkungan sekitar,"pungkasnya.

>>>Update berita terkini di Googlenews Surya.co.id

Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved