Korupsi PKBM Pasuruan Kian Terang, 2 Terdakwa Akui Setor Data Siswa Fiktif Demi Dapat Pencairan Dana
Dalam sidang itu, dua terdakwa secara bergantian menjadi saksi untuk masing-masing perkara yang menjeratnya.
Penulis: Galih Lintartika | Editor: Deddy Humana
SURYA.CO.ID, PASURUAN - Perkara bocornya dana hibah Pusat Kegiatan Belajar Masyarakat (PKBM) Pasuruan hingga miliaran, kian terang benderang.
Dua terdakwa yang juga aktor kunci rentetan korupsi dana hibah PKBM, ES dan N yang juga mantan staf Dinas Pendidikan dan Kebudayaan (Disdikbud) Kabupaten Pasuruan mengakui perbuatannya.
Dalam sidang lanjutan di PN Tipikor Surabaya, Rabu (17/9/2025), keduanya mengakui telah memberi injeksi data siswa fiktif ke PKBM-PKBM.
Dalam sidang itu, dua terdakwa secara bergantian menjadi saksi untuk masing-masing perkara yang menjeratnya.
Terdakwa N mengakui pernah menerima uang Rp 15 juta dari PKBM Purwodadi. Uang itu diterimanya setelah pengurus PKBM meminta data Anak Tidak Sekolah (ATS) yang akan digunakan sebagai calon penerima manfaat dana tersebut.
“Saya pernah menerima uang itu. Saya tidak meminta tetapi tiba-tiba diberi sama PKBM setelah dana hibah itu cair, sebagai bentuk terima kasih. Tetapi saya rasa hanya Rp 10 juta, karena uangnya saya serahkan ke pak jaksa utuh masih dalam bungkus amplop,” kata N dalam sidang.
Salah satu Jaksa Penuntut Umum (JPU), La Ode Tafri Mada mempertanyakan, apakah permintaan data ATS itu muncul dari PKBM Purwodadi sebelum atau sesudah injeksi data yang dilakukan terdakwa ES. Dengan tegas, Nurkamto menyebut, permintaan itu muncul sebelum injeksi data.
Sama dengan N, ES pun mengakui perbuatannya melakukan injeksi data, atau suntikan data ATS ke masing-masing PKBM dengan cara mengakses data dari Pusat Data Nasional (Pusdatin) menggunakan akun N.
Bahkan ES juga tidak membantah kalau ada permintaan 25 persen setiap kali PKBM yang dibantu mencairkan data siswa fiktif untuk penerima manfaat itu mendapat pencairan. Artinya, jika dalam setahun ada dua kali pencairan dana bantuan, maka ES menerima 50 persen.
Hanya saja, ES dengan tegas mengatakan bahwa permintaan uang itu tanpa ada perintah pimpinan. Ia melakukan hal tersebut atas inisiatif sendiri.
“Kalau membantu mengurus dapodik itu atas perintah pimpinan, saya diminta oleh Kadis dan Kabid waktu itu,” jelasnya.
N membenarkan pernyataan ES. Ia menyebut, ada perintah untuk membantu dirinya menjadi operator dan mengurus dapodik.
Bahkan ada surat disposisinya. Saat itu, memang masa transisi dan ada banyak keluhan sehingga perlu ada penangaan khusus.
Sementara JPU Mada menduga, ada transaksional jual beli data dalam pusaran kasus ini. Sebab dari keterangan saksi dan terdakwa, injeksi data itu diketahui semua pihak.
Artinya ini menjadi sebuah budaya salah yang dibiarkan dan tidak ada perbaikan. “Kami akan kejar, sekalipun terdakwa ES mengaku tidak ada yang menyuruh injeksi data serta permintaan uang 25 persen di setiap pencairan dana hibah. Kami curiga, status ES yang hanya PTT tidak mungkin bisa melakukan hal yang sebesar itu,” ungkap JPU.
Namun, lanjut JPU, jaksa harus lebih teliti dalam perkara ini. Ia mengaku akan mencari bukti - bukti kuat jika memang ada keterlibatan pihak lain.
Yang jelas, diduga ada skenario sehingga pengambilan data di Pusdatin, injeksi ke PKBM hingga setoran itu dilakukan secara sistematis. ****
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.