Namun, bukan perkara mudah bagi Fahmi untuk bisa berkuliah di kampus impiannya.
Ia sempat mendapat penolakan.
“Kalau dibilang mudah sih enggak, karena saya sering gagal juga. Beberapa kali saya ditolak di beberapa jurusan. Bahkan di jurusan yang saya pikir saya cukup mumpuni di applied linguistik,” kenang Fahmi, dikutip dari laman Lembaga Pengelola Dana Pendidikan (LPDP).
Setelah menyelesaikan program Pengayaan Bahasa yang diselenggarakan oleh LPDP, ia baru mendapat banyak Letter of Acceptance (LoA).
Pengayaan Bahasa menjadi salah satu program LPDP untuk peserta yang lolos seleksi Beasiswa Afirmasi.
Fahmi menjadi salah satu peserta program tersebut, lantaran berasal dari Ambon dimana tempat tinggalnya masuk dalam Beasiswa Daerah Afirmasi.
Berbekal sertifikat IELTS, Fahmi mengaku sekitar 95 persen dari total 43 LoA berhasil diraihnya.
Teknik tebar jala dilakukan. Ia gencar mendaftar di kampus mancanegara yang diinginkan dan terutama yang tidak berbayar.
Satu per satu kampus memberikan jawabannya masing-masing hingga tak terasa terkumpul 43 LoA.
Mulai dari SOAS University of London, University of Melbourne, The University of Sydney, dan masih banyak lagi.
Sampai akhirnya ia menjatuhkan pilihan untuk memilih Master of Asian and Pacific Studies di Australian National University (ANU).
Alasannya, di kampus tersebut diisi oleh peneliti-peneliti Austronesia.
Ini sejalan dengan minat besarnya untuk mempelajari lokalitas di wilayahnya yang berkelindan dengan rumpun kebudayaan Pasifik dan Melanesia.
Memiliki pengalaman profesional yang terkait dengan jurusan yang diambil menurut Fahmi bisa menjadi nilai lebih saat proses mendaftar mendapatkan LoA. Itu dapat dihubungkan dengan rencana yang ingin dipelajari dan diteliti.
Isi dari esai personal statement turut berpengaruh dalam meyakinkan kampus tujuan untuk menerima lamaran.