SURYA.co.id - Inilah rekam jejak Todung Mulya Lubis, Ketua Tim Demokrasi dan Keadilan Ganjar-Mahfud yang tuding Kapolri jadi penyebab pihaknya batal datangkan Kapolda di MK.
Diketahui, rencana tim Ganjar Pranowo-Mahfud MD menghadirkan kapolda sebagai saksi sengketa Pilpres di Mahkamah Konstitusi (MK) akhirnya batal.
Tim Ganjar-Mahfud menuding Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo berada di balik gagalnya kapolda mau bersaksi di sidang sengketa pilpres di MK.
Ketua Tim Demokrasi dan Keadilan Ganjar-Mahfud, Todung Mulya Lubis mengungkap Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo melarang seluruh Kapolda dan Kapolres untuk bersaksi dan bagi yang bersaksi akan diberi sanksi.
“Tidak mungkin Kapolda dan Kapolres bersaksi. Padahal bersaksi di MK suatu kehormatan dan tanggung jawab,” katanya.
Baca juga: Tak Ada Kapolda Bersaksi untuk Ganjar-Mahfud di MK, Todung Tuding Kapolri Larang, HAI: Cuma Gertakan
Terpisah, Pendiri Haidar Alwi Institute (HAI), R Haidar Alwi menilai pernyataan Todung Mulya Lubis sama sekali tidak benar.
"Tidak benar. Karena sekitar dua minggu yang lalu Kapolri secara terbuka di hadapan awak media di Kemenko Polhukam telah mempersilakan TPN Ganjar-Mahfud menghadirkan Kapolda sebagai saksi di MK selama bisa membuktikan tuduhannya," ungkap R Haidar Alwi, Sabtu (30/3/2024).
Ia menduga kebohongan-kebohongan semacam itu sengaja dibuat untuk menutupi kebohongan sebelumnya.
"Jangan-jangan Kapolda yang akan bersaksi di MK itu memang tidak ada. Hanya gertakan saja. Maka dibuatlah kebohongan baru untuk menutupi kebohongan sebelumnya," imbuh R Haidar Alwi.
Dari pernyataan yang tidak terbukti kebenarannya itu, R Haidar Alwi melihat adanya kecenderungan ada untuk mendiskreditkan institusi Polri.
Lantas, seperti apa rekam jejak Todung Mulya Lubis?
Melansir dari Wikipedia, Todung Mulya Lubis lahir 4 Juli 1949.
Baca juga: Nasib Kapolda yang Mau Bersaksi untuk Ganjar-Mahfud di Sidang MK, TPN Ganjar Mengaku Kecewa
Ia merupakan seorang diplomat, ahli hukum penyelesaian sengketa, penulis, dan tokoh gerakan hak asasi manusia asal Indonesia.
Pada 2018 Presiden Joko Widodo menunjuk Todung Mulya Lubis sebagai Duta Besar Indonesia untuk Norwegia.
Selain dikenal sebagai praktisi hukum yang mendirikan The Law Office of Mulya Lubis and Partners (Lubis Santosa and Maulana Law Offices) sejak tahun 1991,[1] ia adalah penulis produktif yang telah menerbitkan beragam buku fiksi dan non-fiksi, yaitu sebuah novel (Menunda Kekalahan, 2021), tiga buku kumpulan puisi (Pada Sebuah Lorong ,1988; Sudah Waktunya Kita Membaca Puisi; 1999; Jam-Jam Gelisah, 2006); tiga jilid catatan harian, dan sebuah buku referensi akademik yang berasal dari karya disertasi (Mencari Hak Asasi Manusia; 2021).
Tahun 2019, delapan puisi karya Todung Mulya Lubis dinyanyikan oleh duo Ari Malibu dan Reda Gaudiamo dalam sebuah album musikalisasi puisi berjudul Perjalanan (AriReda, 2019).
Todung dibesarkan di tengah keluarga yang menjunjung tinggi nilai disiplin dan demokrasi.
Orangtuanya yang berprofesi wiraswasta dan sering berpindah-pindah tempat tinggal membuat Todung sering berpindah-pindah sekolah.
Baca juga: Kronologi Lengkap Kasus Korupsi Harvey Moeis Suami Sandra Dewi, Sosok Bosnya Diungkap Boyamin Saiman
Ia menyelesaikan SD di Jambi pada tahun 1963, SMP di Pekanbaru tahun 1966, dan SMA di Medan tahun 1968.[2]
Ia lulus dari Fakultas Hukum Universitas Indonesia (Sarjana Hukum) pada tahun 1974 dan mengikuti kursus hukum di Institute of American and International Law di Dallas (1977).
Todung Mulya Lubis memperoleh gelar master (LL.M) dari University of California di Berkeley pada tahun 1978 dan Harvard University pada tahun 1987.
Tahun 1990, ia menerima gelar Doctor of Juridical Science (SJD) dari University of California di Berkeley dengan disertasi berjudul In Search of Human Rights: Legal-Political Dilemmas of Indonesia's New Order 1966-1990.
Tahun 2017, ia menerima penghargaan Elise and Walter A. Haas International Award dari University of California di Berkeley, yang khusus diberikan untuk alumni yang telah menorehkan kontribusi bermakna bagi masyarakat.
Lubis aktif mengajar dengan menggunakan Bahasa Indonesia dan Inggris. Tahun 2014, ia mengajar sebagai Honorary Professor di University of Melbourne, Australia.
Todung Mulya Lubis mengajar di Fakultas Hukum dan Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia, Fakultas Hukum Universitas Atmajaya, Yogyakarta dan Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara, Medan.
Todung Mulya Lubis adalah anggota dari Ikatan Pengacara Indonesia (IKADIN), Himpunan Konsultan Hukum Pasar Modal (Himpunan Konsultan Hukum Pasar Modal / HKHPM) dan International Bar Association (IBA).
Ia juga Penerima dan Administrator berlisensi serta Konsultan Paten Terdaftar.
Saat ini, ia adalah arbiter panel di Badan Arbitrase Nasional Indonesia (BANI) dan Kamar Dagang Internasional (ICC) Paris.
Ia juga terdaftar dalam The International Who's Who of Business Lawyers sebagai pengacara terkemuka dalam penyelesaian sengketa di Indonesia. Asia Pacific Legal 500 - edisi 2006/2007 juga memilih Todung Mulya Lubis sebagai tokoh terkemuka dalam praktik penyelesaian sengketa di Indonesia.
Chambers Global menilai Todung Mulya Lubis sebagai "advokat paling efektif di Indonesia" dan "pelobi yang tak ternilai dengan profil luar biasa dan pengaruh luar biasa." Todung Mulya Lubis sangat terlibat dalam semua praktik perusahaan dan komersial serta pekerjaan penyelesaian perselisihan perusahaan.
Dia memimpin kelompok praktik perusahaan dan komersial perusahaan dalam jumlah transaksi besar.
Dia juga secara intensif terlibat dan memimpin kelompok praktik penyelesaian sengketa perusahaan dalam litigasi profil tinggi perusahaan.
Kapolri hingga Kompolnas Penasaran
Sebelumnya, siapa Kapolda yang mau bersaksi untuk Ganjar-Mahfud dalam sidang gugatan Pilpres 2024 di Mahkamah Konstitusi (MK) masih jadi sorotan.
Bahkan, hal ini turut membuat Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo dan Kompolnas penasaran.
Anggota Kompolnas Poengky Indarti menyebut tidak mengetahui pasti siapa Kapolda yang dimaksud.
“Kami tidak tahu siapa yang dimaksud, dan apakah yang bersangkutan masih aktif atau sudah purna tugas,” kata Poengky, melansir dari Tribun Medan.
Poengky mengatakan Kompolnas bakal ikut mengawasi sengketa hasil Pilpres 2024 yang melibatkan personel Kepolisian Negara Republik Indonesia (Polri) sebagai saksi atau memberikan keterangan dalam persidangan.
“Ya kami akan mengawasi. Jika prosedur kehadiran saksi nantinya dinyatakan sesuai Peraturan MK,” pungkas Poengky.
Kapolri Listyo Sigit ternyata juga penasaran dengan sosok Kapolda yang digadang bakal jadi saksi gugatan Pilpres 2024 oleh TPN Ganjar-Mahfud.
Baca juga: 5 FAKTA Anak Aghnia Punjabi Selebgram Malang Dianiaya Suster, Kronologi hingga Motif Pelaku
Sigit awalnya mengatakan akan memberikan izin kepada Kapolda tersebut apabila dihadirkan ke MK.
Hal tersebut disampaikannya usai memimpin Rapat Koordinasi Pemantauan Perkembangan Situasi Pasca Pemungutan Suara dan Antisipasi Penetapan Hasil Suara Pemilu 2024 di kantor Kemenko Polhukam RI Jakarta pada Jumat (15/3/2024).
"Ya kalau memang ada ya boleh-boleh saja, tapi kan harus ada buktinya. Ya kita lihat, Kapolda ini siapa, kan harus bisa dibuktikan," kata Sigit.
Awak media kemudian menanyakan lagi perihal apakah sudah ada komunikasi dengan sosok Kapolda tersebut atau belum.
Sigit justru mengaku menunggu siapa nama Kapolda dimaksud.
"Lha, saya justru menunggu namanya siapa," kata Sigit.
Sigit sebelumnya mengatakan masih menunggu sosok Kapolda tersebut.
Namun, ia menegaskan apabila ada anggotanya yang terbukti melakukan pelanggaran dalam proses Pemilu 2024 maka akan diproses.
"Tentunya posisi kami apalagi terkait dengan isu saksi dari kapolda dan sebagainya, ya kita tunggu saja," kata Sigit.
"Apabila memang betul ada, melanggar, ya kita proses. Namun kalau memang tidak ada, kita tunggu saja seluruh hasil, dan kita do'akan seluruh tahapan baik KPU, MK dan pengumuman resmi semuanya dapat berjalan dengan baik dan hasilnya dapat diterima masyarakat," sambung dia.
Sigit juga menegaskan pihaknya terus memantau setiap tahapan penghitungan suara baik dari level PPK hingga KPU setiap hari.
Ia mengatakan semua pihak mendorong untuk bisa tepat waktu.
"Tentunya selesai dari perhitungan tersebut, ada mekanisme selanjutnya terhadap yang tidak puas dengan hasil yang kemudian dibuka ruang untuk mengajukan gugatan ke KPU baik sengketa yang membahas tentang pilpres maupun yang membahas tentang pileg," kata Sigit.
"Tentunya berbagai macam isu, akan dibawa dan ruang itu dibuka di MK. Namun demikian tentunya semuanya harus membawa bukti, dan saya kira itu mekanisme yang sudah diatur di MK," sambung dia.
Sebelumnya, Wakil Deputi Hukum TPN Ganjar-Mahfud, Henry Yosodiningrat mengatakan pihaknya akan mengajukan seorang kapolda untuk menjadi saksi saat mengajukan gugatan Pilpres 2024 di MK. Gugatan itu akan dilayangkan ke MK setelah Komisi Pemilihan Umum (KPU) RI mengumumkan hasil Pilpres 2024 pada 20 Maret 2024.
"Tanpa itu tidak akan ada selisih suara seperti itu. Kami punya bukti ada kepala desa yang dipaksa oleh polisi, ada juga bukti warga masyarakat mau milih ini tapi diarahkan ke paslon lain, dan akan ada Kapolda yang kami ajukan. Kita tahu semua main intimidasi, besok kapolda dipanggil dicopot,” kata Henry dalam keterangannya, Senin (11/3/2024).
Namun, Henry tak menjelaskan detail identitas kapolda itu. Dia hanya menyebut pihak kepolisian berpangkat Irjen dan jabatan Kapolda itu dihadirkan untuk membuktikan soal adanya mobilisasi kekuasaan dengan pengerahan aparatur negara.
"Akan ada Kapolda yang kami ajukan, kita tahu semua main intimidasi, besok Kapolda dipanggil dicopot," ujarnya.
Baca berita lainnya di Google News Surya,co.id