Berita Viral

Ini Sosok Kajari Jaksel yang Digugat ke Pengadilan Gara-gara Tak Segera Eksekusi Silfester Matutina

Ini lah sosok Kepala Kejaksaan Negeri Jakarta Selatan yang digugat Aliansi Rakyat untuk Keadilan dan Kesejahteraan Indonesia (ARRUKI.

Editor: Musahadah
kolase youtube Metro TV
DIGUGAT - Silfester Matutina hingga kini belum dieksekusi meski kasusnya sudah berkekuatan hukum tetap yakni divonis 1,5 tahun penjara. Sosok Kajari Jakarta Selatan jadi sorotan. 

SURYA.CO.ID - Ini lah sosok Kepala Kejaksaan Negeri Jakarta Selatan yang digugat Aliansi Rakyat untuk Keadilan dan Kesejahteraan Indonesia (ARRUKI) ke Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Selatan, Jumat (8/8/2025). 

Kajari Jaksel digugat karena tidak kunjung mengeksekusi terpidana kasus pencemaran nama baik mantan Wakil Presiden Jusuf Kalla, Silfester Matutina

Perkara yang menjerat Silfester Matutina sudah berkekuatan hukum tetap sejak 2019 silam dengan vonis 1,5 tahun penjara, namun hingga kini Ketua Umum Solidaritas Merah Putih (Solmet) itu tak kunjung diekskusi ke penjara. 

Menurut Ketua Umum ARRUKI, Marselinus Edwin, gugatannya terhadap Kajari Jaksel teregister nomor perkara 96/PID.PRA/2025/PN JKT SEL. 

“Sudah resmi didaftarkan PN Jakarta Selatan gugatan praperadilan antara ARRUKI lawan Kajari Jaksel dalam perkara belum dilakukannya eksekusi Silfester Matutina hukuman penjara 1,5 tahun kasus pencemaran nama baik Jusuf Kalla,” kata Ketua Umum ARRUKI, Marselinus Edwin kepada Kompas.com, Senin (11/8/2025).

Baca juga: 2 Sosok Purnawirawan Jenderal yang Desak Silfester Matutina Jalani Vonis, Eks Wakapolri: Masuk Dulu

ARRUKI menilai lambannya eksekusi ini melanggar asas peradilan cepat, sederhana, dan biaya ringan sebagaimana diatur dalam peraturan perundang-undangan, sekaligus bertentangan dengan prinsip hak asasi manusia. 

Menurut mereka, kondisi tersetbu memicu ketidakpastian hukum dan rasa ketidakadilan di masyarakat. 

“Diperlukan perintah hakim pemeriksa praperadilan untuk memerintahkan termohon menjalankan putusan berkekuatan hukum tetap atas Silfester Matutina,” kata Marselinus.

Dalam permohonannya, ARRUKI mengutip Pasal 30 ayat (1) huruf b Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2004 tentang Kejaksaan, yang menyatakan bahwa pelaksanaan putusan pengadilan yang telah berkekuatan hukum tetap adalah tugas dan wewenang jaksa di bidang pidana.

Mereka menegaskan, tindakan Kejaksaan yang tidak segera mengeksekusi putusan inkrah sama artinya dengan penghentian penuntutan yang tidak sah. 

ARRUKI meminta hakim praperadilan mengabulkan seluruh petitum permohonan, mulai dari menyatakan Kejaksaan Negeri Jakarta Selatan telah melakukan penghentian penuntutan secara tidak sah, memerintahkan eksekusi segera terhadap Silfester, hingga menghukum Kejaksaan membayar biaya perkara.

Terpisah, Kuasa hukum Tim Pembela Ulama dan Aktivis (TPUA) juga berencana melaporkan Kepala Kejaksaan Negeri Jakarta Selatan Haryoko Ari Prabowo ke Kejaksaan Agung.

Pengacara TPUA, Abdul Gafur Sangaji, menyatakan laporan tersebut akan didaftarkan ke Jaksa Agung Muda Bidang Pengawasan (Jamwas) serta Jaksa Agung Muda Bidang Pembinaan (Jambin) Kejaksaan Agung.

"Karena Kajari belum melakukan eksekusi sama sekali terhadap Silfester Matutina," kata Gafur ketika ditemui di Polda Metro Jaya, Senin, 11 Agustus 2025.

Siapakah Kajari Jakarta Selatan

Kajari Jakarta Selatan saat ini dijabat Iwan Catur Karyawan baru. 

Iwan baru menjabat pada 4 Juli 2025 menggantikan Kajari sebelumnya, Haryoko Ari Prabowo. 

Mutasi itu tertuang dalam Surat Keputusan Jaksa Agung RI Nomor 352 Tahun 2025 tertanggal 4 Juli 2025. 

Iwan Catur Karyawan, sebelumnya menjabat sebagai Asisten Tindak Pidana Khusus pada Kejaksaan Tinggi Sulawesi Tenggara di Kendari.

Iwan juga pernah menjabat sebagai Kepala Kejaksaan Negeri Barito Utara (Barut). 
 
Sementara Haryoko Ari Prabowo kini diangkat menjadi Asisten Tindak Pidana Khusus (Aspidsus) pada Kejaksaan Tinggi (Kejati) Daerah Khusus Jakarta.
 
Acara pisah kenal keduanya digelar pada Jumat, 1 Agustus 2025. 

Belum banyak informasi mengenai rekam jejak Iwan Catur Karyawan selama berkiprah di korps adyaksa.  

Sebelumnya, Kejaksaan Agung (Kejagung) menyatakan, Kejaksaan Negeri Jakarta Selatan (Kejari Jaksel) tetap akan mengeksekusi Silfester Matutina ke dalam bui meskipun ia mengeklaim sudah berdamai dengan Wakil Presiden ke-10 dan ke-12, Jusuf Kalla (JK). 

Adapun Silfester dikenal sebagai mantan Wakil Ketua Tim Kampanye Nasional Prabowo Subianto-Gibran Rakabuming Raka.

Saat ini, ia berstatus terpidana kasus pencemaran nama baik Jusuf Kalla. 

“Bagi kejaksaan tetap melaksanakan sesuai dengan aturannya, kita kan sudah inkrah,” kata Kepala Pusat Penerangan Hukum Kejaksaan Agung (Kapuspenkum Kejagung), Anang Supriatna, saat ditemui di Kantor Kejagung, Jakarta Selatan, Rabu (6/8/2025).

Anang mengatakan, kewajiban jaksa untuk melakukan eksekusi terlepas dari urusan apakah Silfester sudah berdamai dengan JK.

Menurutnya, jika perdamaian itu terjadi sebelum penuntutan, mungkin akan menjadi pertimbangan jaksa.  

Namun, saat ini kasus tersebut sudah berkekuatan hukum tetap. 

“Artinya ya silakan aja nanti punya cara-cara lain, yang jelas kejaksaan akan melaksanakan nantinya, mengeksekusi terhadap keputusan pengadilan tersebut,” tutur Anang.

Anang menuturkan, putusan Mahkamah Agung (MA) akan dieksekusi oleh jaksa eksekutor pada Kejaksaan Negeri Jakarta Selatan (Kejari Jaksel).

Namun, ia mengaku tidak mengetahui kapan Kejari Jaksel akan mengeksekusi Silfester ke dalam bui.

Kronologi kasus Silfester Matutina

NASIB SILFESTER MATUTINA - FotoSilfester Matutina saat menjabat Wakil Ketua TKN Prabowo-Gibran, di kawasan Jakarta Selatan, Jumat (15/3/2024).
NASIB SILFESTER MATUTINA - FotoSilfester Matutina saat menjabat Wakil Ketua TKN Prabowo-Gibran, di kawasan Jakarta Selatan, Jumat (15/3/2024). (Tribunnews/Igman Ibrahim)

Kasus yang menjerat Silfester Matutina sebenarnya sudah terjadi sejak 2017. 

Berikut kronologinya: 

  1. Orasi hina Jusuf Kalla

Silfester dituduh memfitnah Jusuf Kalla akibat orasinya pada 15 Mei 2017. 

Pada saat itu, Silfester menyebut JK sebagai akar permasalahan bangsa.

"Jangan kita dibenturkan dengan Presiden Joko Widodo. Akar permasalahan bangsa ini adalah ambisi politik Jusuf Kalla," kata Silfester dalam orasi itu.  

Silfester juga menuduh JK menggunakan isu rasis demi memenangkan pasangan calon gubernur dan wakil gubernur Jakarta saat itu, Anies Baswedan dan Sandiaga Uno, dalam Pilkada DKI Jakarta.

Silfester juga mengatakan bahwa JK berkuasa hanya demi kepentingan Pilpres 2019 dan kepentingan korupsi daerah kelahirannya.

"Kita miskin karena perbuatan orang-orang seperti JK. Mereka korupsi, nepotisme, hanya perkaya keluarganya saja," lanjut Silfester dalam orasi. 

2. Dilaporkan JK

Orasi itu membuat Silfester akhirnya dilaporkan ke polisi oleh Jusuf Kalla, melalui kuasa hukumnya. 

Kuasa hukum JK, Muhammad Ihsan, mengatakan awalnya JK tidak berniat melaporkan Silfester.  

Namun, muncul desakan dari warga di kampung halaman JK di Sulawesi Selatan untuk melaporkan Silfester.  

"Desakan keluarga membuat pak JK tak bisa menolak. Akhirnya pak JK mengatakan jika langkah hukum dianggap yang terbaik, silakan dilakukan langkah hukum," kata Ihsan saat itu.

3. Vonis inkrah 1,5 tahun penjara pada 2019 

Dua tahun kemudian, Silfester divonis hukuman 1,5 tahun penjara.

Namun hingga kini, Silfester belum menjalani hukuman kurungan itu.  

Kepala Pusat Penerangan Hukum Kejagung Anang Supriatna mengatakan, putusan pengadilan terhadap perkara Silfester sudah berkekuatan hukum tetap (inkrah).

Oleh sebab itu, tidak ada alasan untuk menunda penahanan terhadap pimpinan organ relawan Presiden ke-7 RI, Joko Widodo (Jokowi).

“Harus dieksekusi, harus segera (ditahan), kan sudah inkrah. Kita enggak ada masalah semua,” kata Anang di Gedung Kejagung, Jakarta, Senin (4/8/2025).

4. Silfester siap jalani hukuman 

Sementara itu, Silfester mengaku siap menghadapi proses hukum tersebut dan menyebut tak ada masalah berarti yang perlu dikhawatirkan.

“Saya sudah menjalankan prosesnya. Nanti kita lihat lagi seperti apa kelanjutannya,” kata Silfester saat ditemui Kompas.com seusai diperiksa sebagai saksi dalam kasus tudingan ijazah palsu Presiden Joko Widodo di Polda Metro Jaya, Senin (4/8/2025).

Ketika ditanya apakah dirinya siap ditahan, Silfester menjawab singkat.

“Enggak ada masalah," kata dia.  

Dalam kesempatan yang sama, Sekretaris Jenderal Peradi, Ade Darmawan, menegaskan bahwa hingga saat ini belum ada surat resmi dari Kejari Jaksel yang menyatakan Silfester akan segera dieksekusi.

“Belum ada suratnya,” ucap Ade.

Sebagian artikel ini telah tayang di Kompas.com dengan judul "Kronologi Kasus Silfester Matutina: Divonis sejak 2019 karena Fitnah Jusuf Kalla, tetapi Belum Ditahan"

Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved