Berita Viral
Imbas Prof Sofian Effendi Cabut Tudingan Ijazah Jokowi, Eks Ketua Dewan Guru Besar UGM Kuak Pembisik
Kemunculan mantan Rektor UGM Prof Sofian Effendi yang masuk dalam polemik ijazah Jokowi memancing para guru besar lainnya un
Pasalnya, saat itu ia pahami hanya sebagai diskusi alumni, bukan untuk konsumsi publik.
Baca juga: Rekam Jejak Prof Sofian Effendi Mantan Rektor UGM yang Tarik Ucapan Soal Jokowi Tidak Lulus atau DO
“Saya tidak tahu kalau itu direkam, apalagi dipublikasikan. Mereka cuma bilang mau ngobrol dengan alumni dari Aceh, Kalimantan, dan lainnya,” ungkapnya.
“Saya kira itu pembicaraan orang dalam, bukan untuk disebarluaskan,” tutur dia lagi.
Prof. Sofian membantah pernah mempertanyakan keabsahan ijazah Presiden Jokowi secara terbuka.
Ia menyebut dirinya percaya sepenuhnya pada pernyataan resmi Rektor UGM saat ini, Prof. Dr. Ova Emilia, yang menegaskan bahwa dokumen akademik Jokowi asli dan sah.
“Saya percaya pada data resmi universitas. Tidak ada alasan untuk menyangsikan hal itu lagi,” tegasnya.
“Saya ini anggota keluarga besar UGM. Tidak baik kalau saya dibenturkan dengan Prof. Ova,” kata dia lagi.
Salah satu alasan kuat Sofian mencabut ucapannya adalah keengganannya berurusan dengan kepolisian.
Ia mendapat kabar ada pihak yang berencana melaporkannya ke Bareskrim Polri.
“Saya tidak mau harus berurusan dengan polisi soal ini. Apalagi, saya sudah berusia 80 tahun. Keluarga saya juga terganggu,” katanya.
Sebagai bentuk tanggung jawab, Sofian bahkan menyiapkan surat pernyataan resmi yang menegaskan ia mendukung sepenuhnya klarifikasi UGM terkait ijazah Jokowi.
Menanggapi kontroversi ini, UGM memberikan klarifikasi tegas.
Sekretaris UGM, Andi Sandi Antonius Tabusassa Tonralipu, menyatakan bahwa pernyataan Sofian tidak sesuai dengan bukti akademik resmi.
“Pernyataan yang disampaikan oleh yang bersangkutan berbeda dengan data dan bukti-bukti akademik yang dimiliki oleh pihak Fakultas Kehutanan UGM,” tegasnya dalam pernyataan resmi yang dirilis UGM, Kamis (17/7/2025).
“Pernyataan tersebut akan berdampak hukum dan menjadi risiko bagi Bapak Sofian Effendi secara pribadi,” kata dia lagi.
UGM mengacu pada siaran pers resmi 15 April 2025 yang menyebut Jokowi terdaftar sebagai mahasiswa sejak 1980, lulus pada 5 November 1985, dan seluruh proses studinya tercatat sah.
UGM berharap klarifikasi yang diberikan dapat menutup polemik berkepanjangan. “UGM hanya bersedia menunjukkan data yang bersifat publik. Sementara itu, data pribadi hanya dapat diakses atau diberikan jika diminta secara resmi oleh aparat penegak hukum,” tutup Andi Sandi.
Sebelumnya, Sofian menyebut bahwa Joko Widodo bukanlah mahasiswa berprestasi seperti yang disampaikan beberapa orang
Dia mengungkapkan, nilai Jokowi di semester awal kuliah di Fakultas Kehutanan, bahkan tidak memenuhi syarat untuk melanjutkan ke jenjang S1.
Menurutnya, transkip nilai yang dipampang oleh Bareskrim Polri beberapa waktu lalu adalah nilai saat Jokowi mengambil program Sarjana Muda
Sofian Effendi mengaku sudah mencari informasi dari rekan-rekannya pengampu di Fakultas Kehutanan.
Dia bercerita, Joko Widodo memang pernah tercatat sebagai mahasiswa di Fakultas Kehutanan UGM.
Dia masuk pada tahun 1980.
"Jadi Jokowi kan masuk pada saat dia lulus SMPP di Solo yang menjadi SMA 6 di Tahun 1985. Jadi, dia itu ada sedikit masalah, masih SMPP kok bisa masuk UGM. Itu ada kontroversi. Ada masalah," kata Prof Sofian
Pada 1980, menurut Prof Sofian, Jokowi masuk UGM berbarengan dengan kerabatnya yang bernama Hari Mulyono
Menurutnya, ada perbedaan mendasar antara Jokowi dan Hari Mulyono
Hari Mulyono, saat itu, dikenal sebagai mahasiswa yang cerdas dan aktif di berbagai organisasi.
Secara akademik, nilai Hari Mulyono cukup menjanjikan
Berbeda dengan Jokowi, menurut Prof Sofian, di dua tahun kuliahnya, nilainya buruk
"Kemudian, pada waktu tahun 1980 masuk, ada dua orang yang masih bersaudara yang masuk (fakultas) Kehutanan. Satu Hari Mulyono kemudian Joko Widodo. Hari Mulyono ini aktivis, dikenal di kalangan mahasiswa. Dan juga secara akademis dia perform. Dia tahun 1985 lulus. Tapi Jokowi itu menurut informasi dari para profesor dan mantan dekan, Jokowi itu tidak lulus di tahun 1982 di dalam penilaian. Ada empat semester dinilai kira-kira 30 mata kuliah, dia indeks prestasinya tidak mencapai," terang Prof Sofian
Transkip nilai di dua tahun pertama itulah yang ditampilkan oleh Bareskrim Polri dalam konferensi pers beberapa waktu lalu
"Saya lihat di dalam transkip nilai itu juga yang ditampilkan bareskrim, IPKnya itu nggak sampai dua kan. Kalau sistemnya benar, dia tidak lulus atau di DO istilahnya. Hanya boleh sampai sarjana muda," katanya
Menurutnya, tidak mungkin seorang mahasiswa sarjana muda bisa melanjutkan ke jenjang S1 ketika nilainya tidak memenuhi syarat.
Maka, dia pun heran ketika beredar skripsi Jokowi yang seolah-olah dibuat untuk memenuhi syarat untuk lulus S1
"Jadi (karena nilainya tidak memenuhi) dia belum memenuhi persyaratan melanjutkan ke sarjana dan menulis skripsi. Skripsinya pun sebenarnya adalah contekan dari pidatonya prof Sunardi, salah satu dekan setelah Pak Soemitro. Tidak pernah lulus. Tidak pernah diujikan. Lembar pengesahannya kosong," ungkapnya
Karena penasaran, Prof Sofian sempat menanyakan langsung kepada pihak UGM perihal skripsi Jokowi yang beredar itu
Saya tanya ke petugasnya, 'mbak ini kok kosong'? Dia bilang iya pak itu sebenarnya nggak diuji. Nggak ada nilainya. Makanya nggak ada tanggal, nggak ada tandatangan dosen penguji," sebutnya
Dengan tidak adanya skripsi yang disahkan, Prof Sofian memastikan maka Jokowi tidak mungkin memiliki ijazah s1
"Kalau dia mengatakan punya ijazah BsC (sarjana muda) mungkin betul lah. Kalau yang ijazah sarjana, nggak punya dia," kata Prof Sofian
>>>Update berita terkini di Googlenews Surya.co.id
Terkait sikap Prof Sofian Effendi yang awalnya meragukan ijazah Jokowi, Koentjoro balik menanyakan data yang didapat oleh mantan rektor UGM tersebut.
Pasalnya, sejak tahun 2024, dia sudah membicarakan masalah ijazah Jokowi ini dengan beberapa teman sesama guru besar dan mereka memastikan sah dan asli.
Dikatakan, di dewan guru besar tidak ada perbedaan pendapat.
Sementara itu, Sofian Effendi tidak masuk dewan guru besar, karena saat itu dia sudah pensiun.
"Makanya saya bertanya, Pak Sofian itu dapat data darimana?. Saya melihat dia deterministik," katanya.
Dikatakan Koentjoro, Prof Sofian sebelumnya memiliki pendamping yang sangat kuat yakni Prof Warsito Utomo dan Prof Agus Dwianto.
Namun, sejak dua guru besar itu meninggal dunia, sekarang seolah-olah Prof Sofian tidak ada yang mengenadalikan, mengontrol atau membantu dan tempat diskusi.
Apakah itu berarti dia meragukan ucapan Prof Sofian?
Prof Koentjoro kembali mempertanyakan asal data yang dipakai mantan Rektor UGM tersebut.
"Saat rektor, apakah dia melihat-lihat data tentang jokowi. Saat itu jokowi belum siapa-siapa. Dia belum tahu. Saya gak yakin Pak Sofian melihat," tegasnya.
Koentjoro menduga Prof Sofian mendengar kabar itu dari sumber-sumber.
"Seperti teori psikologi, dia mendapatkan informasi pertama yang salah, yang kemudian menjadi pendapatnya dan nilainya yang ada pada dirinya," katanya.
Dari sumber yang dia lihat, Koentjoro menduga sumber Sofian ini ada kaitannya dengan kasus Gus Nur.
"Siapa pembisiknya yang ada disitu," ujarnya.
Menurutnya teman-temannya di UGM banyak menyayangkan sikap dari Prof Sofian.
Karena itu, ketika Sofian Effendi menarik ucapannya tentang ijazah Jokowi, banyak yang mengatakan Alhamdulillah.
"Ketika dia mengatakan itu (ijazah Jokowi palsu), banyak orang kasihan: Pak Sofian Effendi di eneng-eneng. Kasihan pak sodfian effendi dibegitukan.
"Satu kelompok mengatakan bahwa kami membela kebenaran pak Sofian. Dari kelompok lain Pak sofian kita bela, kasian dengan pak sofian," katanya.
Apakah itu berarti Prof Sofian efendi dapat informasi yang salah dari orang-orang yang tidak terpercaya?
Dengan tegas Koentjoro mengatakan: betul.
Koentjoro mengaku tidak perlu melihat bukti fisik untuk meyakini bahwa ijazah Jokowi benar adanya.
"Kenapa saya harus lihat fisiknya. Dari teman-temannya saya tanya, teman-treman dosen saya tanya. Saya tidak membuktikan itu pun s ya bisa," tegasnya.
Menurut Koentjoro kasus ijazah ini justru akan menjadi alat Jokowi untuk membuktikan bahwa dia tetap tampil, dilihat, didengar dan tidak tenggelam pada keadaan.
"Jokowi semakin punya panggung. Kalau tidak ada pertanyaan ini barangkali sudah tenggelam dia," tegas Koentjoro yang sebelumnya sangat vokal mengkritisi kebijakan Jopkowi saat masih menjabat Presiden RI.
Pernyataan Prof Sofian Effendi

Prof Sofian Effendi, Rektor Universitas Gajah Mada (UGM) periode 2002-2007 yang mencabut pernyataannya di akun youtube Langkah Update dengan judul “Mantan Rektor UGM Buka-Bukaan! Prof Sofian Effendy Rektor 2002-2007! Ijazah Jokowi & Kampus UGM!”.
Dalam video youtube tersebut, Sofian Effendi yang diwawancara Rismon Sianipar menyebut Jokowi tidak lulus dari UGM.
Namun setelah video ini viral, Sofian Effendi justru mencabut ucapannya melalui surat terbuka yang dikirimkan ke media.
Sofian mengaku tak sadar jika obrolannya dengan Rismon Sianipar itu akan dipublikan.
Pasalnya, saat itu ia pahami hanya sebagai diskusi alumni, bukan untuk konsumsi publik.
Baca juga: Rekam Jejak Prof Sofian Effendi Mantan Rektor UGM yang Tarik Ucapan Soal Jokowi Tidak Lulus atau DO
“Saya tidak tahu kalau itu direkam, apalagi dipublikasikan. Mereka cuma bilang mau ngobrol dengan alumni dari Aceh, Kalimantan, dan lainnya,” ungkapnya.
“Saya kira itu pembicaraan orang dalam, bukan untuk disebarluaskan,” tutur dia lagi.
Prof. Sofian membantah pernah mempertanyakan keabsahan ijazah Presiden Jokowi secara terbuka.
Ia menyebut dirinya percaya sepenuhnya pada pernyataan resmi Rektor UGM saat ini, Prof. Dr. Ova Emilia, yang menegaskan bahwa dokumen akademik Jokowi asli dan sah.
“Saya percaya pada data resmi universitas. Tidak ada alasan untuk menyangsikan hal itu lagi,” tegasnya.
“Saya ini anggota keluarga besar UGM. Tidak baik kalau saya dibenturkan dengan Prof. Ova,” kata dia lagi.
Salah satu alasan kuat Sofian mencabut ucapannya adalah keengganannya berurusan dengan kepolisian.
Ia mendapat kabar ada pihak yang berencana melaporkannya ke Bareskrim Polri.
“Saya tidak mau harus berurusan dengan polisi soal ini. Apalagi, saya sudah berusia 80 tahun. Keluarga saya juga terganggu,” katanya.
Sebagai bentuk tanggung jawab, Sofian bahkan menyiapkan surat pernyataan resmi yang menegaskan ia mendukung sepenuhnya klarifikasi UGM terkait ijazah Jokowi.
Menanggapi kontroversi ini, UGM memberikan klarifikasi tegas.
Sekretaris UGM, Andi Sandi Antonius Tabusassa Tonralipu, menyatakan bahwa pernyataan Sofian tidak sesuai dengan bukti akademik resmi.
“Pernyataan yang disampaikan oleh yang bersangkutan berbeda dengan data dan bukti-bukti akademik yang dimiliki oleh pihak Fakultas Kehutanan UGM,” tegasnya dalam pernyataan resmi yang dirilis UGM, Kamis (17/7/2025).
“Pernyataan tersebut akan berdampak hukum dan menjadi risiko bagi Bapak Sofian Effendi secara pribadi,” kata dia lagi.
UGM mengacu pada siaran pers resmi 15 April 2025 yang menyebut Jokowi terdaftar sebagai mahasiswa sejak 1980, lulus pada 5 November 1985, dan seluruh proses studinya tercatat sah.
UGM berharap klarifikasi yang diberikan dapat menutup polemik berkepanjangan. “UGM hanya bersedia menunjukkan data yang bersifat publik. Sementara itu, data pribadi hanya dapat diakses atau diberikan jika diminta secara resmi oleh aparat penegak hukum,” tutup Andi Sandi.
Sebelumnya, Sofian menyebut bahwa Joko Widodo bukanlah mahasiswa berprestasi seperti yang disampaikan beberapa orang
Dia mengungkapkan, nilai Jokowi di semester awal kuliah di Fakultas Kehutanan, bahkan tidak memenuhi syarat untuk melanjutkan ke jenjang S1.
Menurutnya, transkip nilai yang dipampang oleh Bareskrim Polri beberapa waktu lalu adalah nilai saat Jokowi mengambil program Sarjana Muda
Sofian Effendi mengaku sudah mencari informasi dari rekan-rekannya pengampu di Fakultas Kehutanan.
Dia bercerita, Joko Widodo memang pernah tercatat sebagai mahasiswa di Fakultas Kehutanan UGM.
Dia masuk pada tahun 1980.
"Jadi Jokowi kan masuk pada saat dia lulus SMPP di Solo yang menjadi SMA 6 di Tahun 1985. Jadi, dia itu ada sedikit masalah, masih SMPP kok bisa masuk UGM. Itu ada kontroversi. Ada masalah," kata Prof Sofian
Pada 1980, menurut Prof Sofian, Jokowi masuk UGM berbarengan dengan kerabatnya yang bernama Hari Mulyono
Menurutnya, ada perbedaan mendasar antara Jokowi dan Hari Mulyono
Hari Mulyono, saat itu, dikenal sebagai mahasiswa yang cerdas dan aktif di berbagai organisasi.
Secara akademik, nilai Hari Mulyono cukup menjanjikan
Berbeda dengan Jokowi, menurut Prof Sofian, di dua tahun kuliahnya, nilainya buruk
"Kemudian, pada waktu tahun 1980 masuk, ada dua orang yang masih bersaudara yang masuk (fakultas) Kehutanan. Satu Hari Mulyono kemudian Joko Widodo. Hari Mulyono ini aktivis, dikenal di kalangan mahasiswa. Dan juga secara akademis dia perform. Dia tahun 1985 lulus. Tapi Jokowi itu menurut informasi dari para profesor dan mantan dekan, Jokowi itu tidak lulus di tahun 1982 di dalam penilaian. Ada empat semester dinilai kira-kira 30 mata kuliah, dia indeks prestasinya tidak mencapai," terang Prof Sofian
Transkip nilai di dua tahun pertama itulah yang ditampilkan oleh Bareskrim Polri dalam konferensi pers beberapa waktu lalu
"Saya lihat di dalam transkip nilai itu juga yang ditampilkan bareskrim, IPKnya itu nggak sampai dua kan. Kalau sistemnya benar, dia tidak lulus atau di DO istilahnya. Hanya boleh sampai sarjana muda," katanya
Menurutnya, tidak mungkin seorang mahasiswa sarjana muda bisa melanjutkan ke jenjang S1 ketika nilainya tidak memenuhi syarat.
Maka, dia pun heran ketika beredar skripsi Jokowi yang seolah-olah dibuat untuk memenuhi syarat untuk lulus S1
"Jadi (karena nilainya tidak memenuhi) dia belum memenuhi persyaratan melanjutkan ke sarjana dan menulis skripsi. Skripsinya pun sebenarnya adalah contekan dari pidatonya prof Sunardi, salah satu dekan setelah Pak Soemitro. Tidak pernah lulus. Tidak pernah diujikan. Lembar pengesahannya kosong," ungkapnya
Karena penasaran, Prof Sofian sempat menanyakan langsung kepada pihak UGM perihal skripsi Jokowi yang beredar itu
Saya tanya ke petugasnya, 'mbak ini kok kosong'? Dia bilang iya pak itu sebenarnya nggak diuji. Nggak ada nilainya. Makanya nggak ada tanggal, nggak ada tandatangan dosen penguji," sebutnya
Dengan tidak adanya skripsi yang disahkan, Prof Sofian memastikan maka Jokowi tidak mungkin memiliki ijazah s1
"Kalau dia mengatakan punya ijazah BsC (sarjana muda) mungkin betul lah. Kalau yang ijazah sarjana, nggak punya dia," kata Prof Sofian
Prof Koentjoro
Mantan Rektor UGM
ijazah Jokowi
Tudingan Ijazah Palsu Jokowi
guru besar UGM
SURYA.co.id
surabaya.tribunnews.com
Ingat Rizki Juniansyah, Peraih Emas Olimpiade Paris 2024? Borong Juara Lagi dan Pecahkan Rekor Dunia |
![]() |
---|
Cerita Haru Ratma dan Subani, Satpam dan OB Kampus Akhirnya Jadi PPPK usai Hampir 20 Tahun Mengabdi |
![]() |
---|
Kisah Pilu Diki, Sopir Ojol Indramayu Viral Rela Beri Tumpangan Gratis untuk Anak Yatim Piatu |
![]() |
---|
Rekam Jejak Nashrudin Azis, Mantan Wali Kota Cirebon yang Viral Gara-gara Anak Curi Sepatu di Masjid |
![]() |
---|
Keikhlasan 3 Korban Runtuhnya Ponpes Al Khoziny yang Tubuhnya Diamputasi, Kondisi Haikal Tak Terduga |
![]() |
---|
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.