Hasto Kristiyanto Tersangka

Aktivis Surabaya Soroti Potensi Politisasi Kasus Hukum Sekjen PDI Perjuangan, Hasto Kristiyanto

Sekelompok aktivis pemuda, pegiat media sosial, dan praktisi hukum bahas kasus Sekjen PDI Perjuangan, Hasto Kristiyanto.

|
Editor: Adrianus Adhi
Dok
Suasana diskusi menginisiasi kelompok studi Api Aksara Study Club memandang serius proses hukum terhadap Sekretaris Jenderal PDI Perjuangan, Hasto Kristiyanto 

SURYA.co.id, Surabaya- Sekelompok aktivis pemuda, pegiat media sosial, dan praktisi hukum yang tergabung dalam Api Aksara Study Club menyampaikan keprihatinan terhadap proses hukum yang menjerat Sekjen PDI Perjuangan, Hasto Kristiyanto.

Diskusi yang digelar di Surabaya pada Rabu (16/7/2025) itu mempersoalkan kesesuaian proses hukum dengan prinsip due process of law dan asas keadilan.

Menurut praktisi hukum Andrean Gregorius, kasus yang menimpa Hasto membuka kembali perkara yang telah inkracht atau berkekuatan hukum tetap.

Ia menyebut adanya nuansa politis yang mencuat bersamaan dengan sikap kritis Hasto terhadap kekuasaan dalam dua tahun terakhir.

"Kasus ini kembali muncul setelah sikap kritis Hasto. Ada aroma politik yang tak bisa diabaikan," jelas Andrean dalam rilis yang SURYA.co.id terima.

Ade Rizkyanto, praktisi hukum lainnya, menyoroti adanya kejanggalan dalam suasana hukum.

Ia mengaitkan intensitas kasus dengan momen politik yang panas, terutama menjelang Pilpres.

Menurutnya, kemiripan tuntutan terhadap Hasto dan tokoh oposisi lainnya, seperti Tom Lembong, memperkuat dugaan politisasi hukum.

"Tuntutannya sama-sama tujuh tahun. Terlalu kebetulan jika tidak dibaca dengan kacamata politik," ujar Ade.

Pleidoi Tulis Tangan Hasto Dipuji Setara Disertasi, Kekhawatiran Publik Terhadap Independensi KPK Menguat

Pakar hukum Bagus Abrianto menyampaikan kekhawatirannya terhadap dampak hukum jangka panjang dari kasus Hasto.

Baca juga: Rekam Jejak Hatta Ali, Eks Ketua MA yang Dipanggil Opa Harun Masiku, Terkuak dalam Sidang Hasto

Ia menyebut pengadilan berpotensi mengabaikan keadilan dengan membangkitkan perkara lama dan menyusun dakwaan baru yang bertentangan dengan putusan inkracht.

“Kalau KPK terlihat berpihak, bisa timbul stigma ‘di-Hastokan’ sebagai simbol hukum yang dipolitisasi. Kalau elite saja diperlakukan demikian, bagaimana nasib rakyat biasa?” kata Bagus.

Ia juga memuji pleidoi yang ditulis tangan oleh Hasto sebanyak 108 halaman sebagai karya hukum yang patut dikaji secara akademis.

Menurutnya, dokumen tersebut memiliki kedalaman filosofis, historis, dan normatif yang layak disejajarkan dengan karya ilmiah setingkat disertasi.

Halaman
12
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved