Ekonom dan Ulama Ingatkan Dampak Boikot Tanpa Data, Bisa Jadi Black Campaign

Ekonom Universitas Airlangga, Gigih Prihantono menjelaskan, aksi boikot yang tidak berbasis data akurat dapat berdampak serius pada ekonomi nasional

Penulis: Pipit Maulidiya | Editor: Musahadah
Canva.com
Ilustrasi aksi boikot 

Kekeliruan sasaran dalam gerakan boikot juga menjadi perhatian para ulama pesantren.

Forum Bahtsul Masa’il tradisi musyawarah para ulama Nahdlatul Ulama (NU) secara khusus membahas fenomena ini dalam pertemuan yang digelar beberapa waktu lalu di Pondok Buntet Pesantren, Cirebon.

Forum ini memberikan rekomendasi dan fatwa terkait persoalan yang berkembang di masyarakat. 

Para kiai dan santri dari berbagai pesantren di Jawa dan Madura menelaah gerakan boikot terhadap McDonald’s Indonesia, dan menemukan bahwa tidak ada keterkaitan langsung antara perusahaan tersebut dengan entitas yang terlibat dalam kejahatan kemanusiaan di Palestina

“Dalam fiqih muamalah, hukum dasar kegiatan perdagangan adalah boleh. Maka, gerakan boikot harus memenuhi dua syarat, ada keterkaitan yang jelas dan tidak menimbulkan kerugian besar umat,” ujar K.H. Aris Ni’matullah, Musoheh (pengesah) Bahtsul Masail se-Jawa dan Madura Pondok Pesantren Buntet. 

Forum tersebut memutuskan bahwa boikot terhadap McDonald’s Indonesia tidak memiliki dasar syariat yang memadai.

Selain itu, para ulama di forum tersebut juga mendorong pemerintah agar memberikan edukasi kepada publik serta meluruskan informasi yang beredar secara masif dan sering kali tidak akurat. 

“Pemboikotan terhadap produk tertentu menyangkut urusan publik. Maka, kebijakan semacam itu semestinya menjadi otoritas pemerintah,” tegas Kyai Imat. 

Risiko Sosial dan Ekonomi Nyata 

Dampak ekonomi dari aksi boikot yang tidak terverifikasi sudah mulai terlihat.

Data Asosiasi Pengusaha Indonesia (APINDO) mencatat hingga Maret 2025 terdapat 73.992 kasus PHK di berbagai sektor di Indonesia.

Sementara itu, Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati memproyeksikan pertumbuhan ekonomi Indonesia tahun 2025 hanya berada pada kisaran 4,8 persen-5,0 persen, jauh di bawah target 5,2 persen. Artinya, tahun ini akan terjadi perlambatan ekonomi secara signifikan. 

Menurut Ekonom Universitas Airlangga, Gigih Prihantono, selama gerakan boikot masih berlangsung dalam skala kecil, dampaknya belum terasa signifikan.

Namun, aksi ini bisa berdampak serius jika terus meluas dan menyasar pihak-pihak yang sebenarnya tidak memiliki keterlibatan langsung dalam konflik Palestina-Israel. 

Gigih mendorong pemerintah melakukan  intervensi untuk meluruskan informasi dan memberikan edukasi yang objektif.  

Halaman
123
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved