Perang Iran Israel

Perang Iran dan Israel Mereda, AS Kini Mau Cawe-cawe di Konflik Rusia-Ukraina: Kirim Banyak Senjata

Setelah perang Iran dan Israel mereda, Amerika Serikat kini sudah siap-siap untuk cawe-cawe di konflik Rusia dan Ukraina. Kirim banyak senjata.

Mandel Ngan/AFP
AMERIKA CAWE-CAWE - Presiden AS Donald Trump berbicara selama pengarahan harian di Kebun Mawar Gedung Putih pada 14 April 2020. 

“Sekarang saatnya duduk bersama Iran dan menyusun perjanjian damai yang menyeluruh,” ujar Steve Witkoff, utusan khusus AS untuk Timur Tengah, dalam wawancara di program The Ingraham Angle, Fox News Channel, Selasa (24/6/2025), via Kompas.com.

Namun, mantan pejabat Departemen Luar Negeri AS Ray Takeyh menyatakan pesimistis atas kesiapan internal Iran.

“Kepemimpinan Iran sedang tidak stabil. Rezimnya tidak cukup kohesif untuk menginisiasi negosiasi, apalagi dari sudut pandang AS yang menginginkan zero enrichment,” kata Takeyh, kini peneliti senior di Council on Foreign Relations.

Senada dengan itu, Karim Sadjadpour, analis di Carnegie Endowment for International Peace, menambahkan, “Pertanyaan terbesar adalah: siapa yang sebenarnya memegang mandat negosiasi di Teheran? Selama ini, identitas pemerintah Iran sangat melekat pada permusuhan terhadap AS".

2. Pergeseran strategi AS

Trump membuat kejutan lain sehari setelah gencatan senjata, dengan menyatakan lewat media sosial bahwa China kini diperbolehkan mengimpor minyak dari Iran.

Langkah ini dipandang sebagai pembalikan dari kebijakan "tekanan maksimum" terhadap Iran yang telah ia canangkan sejak keluar dari perjanjian nuklir tahun 2015.

“Apakah ini berarti sanksi terhadap energi Iran sedang dilonggarkan? Tidak ada yang tahu pasti, bahkan dalam lingkaran pemerintahan sendiri,” ujar Tammy Bruce, juru bicara Kementerian Luar Negeri AS, yang beberapa kali pada Selasa (24/6/2025) menolak menjawab pertanyaan media dan mengarahkan semua pertanyaan ke Gedung Putih.

“Menteri Luar Negeri memiliki dinamika tersendiri dengan Presiden, yang bersifat pribadi dan sedang mengelola situasi perang,” katanya singkat, sebagaimana dilansir Associated Press (AP).

3. Program nuklir Iran berlanjut

Laporan awal dari Defense Intelligence Agency (DIA) menyebut bahwa kerusakan akibat serangan ke Fordo, Natanz, dan Isfahan tidak sepenuhnya menghancurkan program nuklir Iran.

“Program mereka mundur beberapa bulan, bukan bertahun-tahun seperti yang diklaim Presiden,” ungkap salah satu pejabat yang mengetahui isi laporan tersebut, kepada media yang meminta identitasnya dirahasiakan.

Namun, Witkoff mengeklaim sebaliknya, “Kami percaya kemampuan pengayaan uranium Iran ke level senjata nuklir telah tertunda selama bertahun-tahun".

Sementara itu, Laksamana Muda Brad Cooper, Wakil Komandan U.S. Central Command (yang dinominasikan memimpin komando Timur Tengah), menyebut Iran masih menyimpan kapasitas taktis yang signifikan.

“Mereka masih menjadi ancaman nyata bagi pasukan AS dan warga Amerika di seluruh dunia,” kata Cooper saat rapat dengar pendapat di Kongres AS, Selasa (24/6/2025).

Sumber: Kompas.com
Halaman 3/4
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved