Ketika Gen Z Memilih Blackberry: Menata Ulang Panggung Kehumasan di Tengah Kebisingan Digital

Fenomena ini sedang marak di platform media sosial TikTok. Salah satunya maraknya penggunaan hashtag blackberry (#blackberry)

|
Editor: Wiwit Purwanto
Dok Pribadi
I Gede Alfian Septamiarsa, Pranata Humas Ahli Muda Biro Administrasi Pimpinan Setda Prov. Jatim.) 

SURYA.CO.ID - Di tengah hiruk-pikuk dunia digital, ketika TikTok, Instagram, dan YouTube Shorts berlomba merebut perhatian dalam detik-detik pertama, ada sebuah tren kontra-arus muncul dari generasi yang justru tumbuh bersama teknologi. 

Apakah tren yang dimaksud? Sebagian Gen Z kini mulai beralih menggunakan handphone (HP) Blackberry (BB) atau fitur lawas. Yang mana HP ini mendapatkan popularitasnya di era tahun 2000-an.

Ketika jaman masih banyak pengguna BB, terdengar familiar YahooMessenger, Pin BB, dan beberapa fitur yang cukup dikenal saat itu.

Fenomena ini sedang marak di platform media sosial TikTok. Salah satunya maraknya penggunaan hashtag blackberry (#blackberry) yang telah dipakai lebih dari 126 ribu kali.

 Hal ini muncul sebagai respons terhadap kejenuhan terhadap stimulasi yang berlebihan dari media sosial. Sebagai contohnya, terlalu banyak notifikasi, opini, informasi, dan eksistensi yang terasa memaksa.

Baca juga: Survei StatsMe 2025 Ungkap Sosok Ibu dan RA Kartini Jadi Idola Gen Z

Salah satu unggahan viral di X (Twitter) awal tahun 2024 menunjukkan komunitas muda di Jakarta dan Bandung yang secara sadar “digital detox” dengan menggunakan perangkat non-smartphone.

Mengutip dari The New York Post, pencarian di platform TikTok melalui kata kunci "Blackberry" bisa menemukan ribuan video Gen Z yang membeli ponsel Blackberry bekas dari platform e-Commerce. Selain itu juga menampilkan HP lawas milik orang tua mereka untuk dihias, kemudian memamerkan keyboard yang berderit dan cocok untuk ASMR.

Di sisi lain, bagi kebanyakan orang, gerakan anti-smartphone yang semakin berkembang juga merupakan cara untuk benar-benar merangkul dunia offline dan lebih sadar dalam mengonsumsi konten.

Melihat kondisi ini saya tergelitik untuk melihat bagimana dampaknya, terutama oleh para humas baik di instansi pemerintah maupun lainnya.

Baca juga: Kasus Kanker Kolorektal Meningkat pada Gen Z, Dosen Unair : Penting Lakukan Deteksi Dini

Mengapa Gen Z lebih memilih keluar dari arus utama digitalisasi? Jawabannya terletak pada satu kata yaitu kebisingan, kegaduhan, hingga kejenuhan yang mereka rasakan terhadap media sosial.

Bagi orang yang mempopulerkan gerakan anti-smartphone, penggunaan smartphone itu dulunya menyenangkan. Namun saat ini smartphone membuat orang menjadi kecanduan.

Sehingga mereka ingin kembali ke masa-masa yang lebih sederhana. Salah satunya dengan menggunakan perangkat yang lebih sederhana bukan lagi smartphone.

Media sosial yang dulu juga diharapkan dapat menjadi ruang diskusi dan demokratis, kini berubah menjadi arus tak terkendali. Banyak hoaks yang bermunculan, hingga ada framing yang seringkali tidak sesuai fakta namun menambah popularitas. 

Begitu juga algoritma memfilter bukan berdasarkan urgensi publik, melainkan daya tarik atensi. Viralitas telah menjadi tolok ukur kebenaran. 

Dalam konteks ini, humas pemerintah seringkali mengalami kesulitan dalam menyampaikan pesan yang bermakna. Sehingga pesan tersebut dapat tersampaikan kepada masyarakat.

Halaman
12
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

Berita Populer

Publikasikan Karya di Media Digital

 
© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved