Korupsi Dana PKBM Pasuruan, JPU Curiga Saksi Mendadak Temukan SPJ, Pengacara Siap Uji Forensik

Termasuk saat tim inspektorat yang akan melakukan audit untuk memeriksa potensi kerugian negara dalam perkara ini

Penulis: Galih Lintartika | Editor: Deddy Humana
surya/Galih Lintartika (Galih)
TEMUAN DADAKAN SPJ - Dua saksi yang meringankan terdakwa BPS memberikan keterangan dalam sidang lanjutan kasus korupsi dana hibah PKBM Pasuruan di PN Tipikor Surabaya, Rabu (14/5/2025). 

SURYA.CO.ID, PASURUAN - Tudingan bahwa tidak ada Surat Pertanggungjawaban (SPJ) dalam penggunaan dana hibah Pusat Kegiatan Pembelajaran Masyarakat (PKBM) di Pasuruan, mendadak terbantahkan. 

Mendadak karena pihak PKBM Salafiyah yang bermasalah dalam skandal korupsi itu mengklaim menemukan SPJ yang selama ini diklaim hilang.

Pengakuan itu terlontar saat sidang lanjutan di PN Tipikor Surabaya, Rabu (14/5/2025). Sidang itu mendudukkan BPS sebagai terdakwa dugaan korupsi dana hibah PKBM, Bayu Putra Subandi (BPS).

Sebelumnya, posisi terdakwa terus tersudut dalam kasus ini. Keterangan saksi-saksi sebelumnya menguatkan bahwa yang bersangkutan memang menggunakan dana hibah PKBM tidak sesuai dengan peruntukan.

Dalam sidang beragendakan keterangan saksi yang meringankan, terdakwa BPS mendapat dukungan. Dua saksi yang dihadirkan memberikan keterangan yang sedikit menguntungkan posisi dalam kursi pesakitan.

Samsul, Ketua PKBM Salafiyah Kejayan pengganti terdakwa BPS yang tersandung skandal korupsi mengatakan bahwa ada perubahan secara fisik bangunan gedung PKBM sejak awal masuk sampai hari ini.

Menurutnya, terdakwa BPS memiliki peran penting dalam memperbaiki sarana prasarana PKBM yang digunakan untuk aktifitas belajar mengajar. Samsul menyebut, bangunan gedung PKBM Salafiyah sekarang lebih nyaman.

“Dulu hanya ada satu ruangan, sekarang sudah ada laboratorium, kantor, ruang pembelajaran, tempat ishoma di lantai 2 dan lainnya. Intinya, sejak dipimpin BPS, sarana prasarana PKBM Salafiyah menjadi lebih baik,” ia menjelaskan.

Dan yang mengejutkan lagi, Samsul menyebut bahwa ada yang menemukan tumpukan SPJ kegiatan PKBM Salafiyah tahun 2022 yang sebelumnya tidak ditemukan. Ia mengklaim SPJ itu ditemukan di atas lemari kantor.

Jaksa Penuntut Umum (JPU), Reza Edi Putra justru meragukan keterangan saksi terkait temuan SPJ kegiatan PKBM tahun 2022 yang mendadak itu. Menurutnya, penyidik sudah menggeledah kantor PKBM beberapa kali.

Reza mengatakan, penyidik mencari SPJ tahun 2022 di kantor PKBM itu, tetapi tidak menemukannya. Termasuk saat tim inspektorat yang akan melakukan audit untuk memeriksa potensi kerugian negara dalam perkara ini.

“Anehnya, sampai waktu yang ditentukan dulu sebelum kasus masuk sidang, terdakwa dan timnya tidak bisa menyerahkan SPJ kegiatan tahun 2022. Ini sekarang tiba-tiba ditemukan,” sambungnya.

Reza menghormati keterangan para saksi. Hanya saja, karena kasusnya sudah berjalan di persidangan, maka SPJ yang diklaim tahun 2022 dan baru ditemukan itu juga harus dilakukan uji forensik.

“Karena dalam sidang saya tegaskan ke saksi, yang bersangkutan mengaku tidak membuka dan tidak mengetahui pasti berkas apa yang ditemukan di dalam kresek di atas lemari,” ujarnya.

Disampaikan Reza, saksi hanya mengetahui dari orang lain bahwa tumpukan berkas itu adalah SPJ kegiatan tahun 2022. Tetapi saksi mengaku tidak mengetahuinya langsung. Maka ini belum bisa dibuktikkan keasliannya.

“Kami tidak akan terima begitu saja sekalipun SPJ itu ditunjukkan dalam persidangan. Perlu dilakukan uji forensik terlebih dahulu untuk memastikan apakah itu SPJ kegiatan 2022 atau bukan,” terangnya.

Disinggung uang hasil korupsi yang diduga digunakan untuk membangun sarana prasarana PKBM, Reza menegaskan jika keterangan ahli dari kementrian sudah menyatakan bahwa uang hibah tidak boleh digunakan untuk pembangunan.

Uang hibah itu, kata Reza, digunakan untuk kebutuhan wajib belajar selama mengikuti program ini. Mulai dari kebutuhan awal seperti modul, operasional selama program hingga penerbitan ijazah bagi para peserta didik.

Fahrizal Pranata Bahri, penasehat hukum BPS mengatakan, dari keterangan saksi ini pihaknya ingin mengungkap bahwa kliennya memiliki peran penting dalam perkembangan PKBM Salafiyah menjadi lebih baik.

Sekalipun, kata Fahrizal, uang yang digunakan itu disalahgunakan. Tetapi esensinya, lanjutnya, uang itu tidak dinikmati sendiri tetapi dialihkan untuk kepentingan lain yang bermanfaat.

“Klien saya ini berusaha memperbaiki ruang kelas dan bangunan PKBM agar para peserta didik mendapatkan kenyamanan saat mengikuti program, kalau mengandalkan anggaran pembangunan itu terbatas,” urainya.

Di sisi lain, dalam sidang juga diungkapkan bahwa BPS juga memberikan layanan belajar komputer untuk kolega dari Papua di sekitar lokasi PKBM. Artinya, ini juga harus dipertimbangkan.

“Termasuk ditemukan SPJ kegiatan tahun 2022. Dalam sidang sebelumnya, klien saya dianggap menyalahgunakan full anggaran tahun 2022 karena tidak ada SPJ. Ini ketemu, dan kami siap datangkan ahli forensik,” tantangnya.

Dalam sidang sebelumnya terungkap dari saksi ahli Inspektorat yang menyebut bahwa dari hasil pemeriksaan yang dilakukan bersama tim, potensi kerugian negara dalam kasus korupsi ini mencapai Rp 1,95 miliar.

Perhitungan itu didapat setelah tim bekerja selama 37 hari sesuai dengan permohonan yang diajukan JPU. Tim bekerja keras melakukan perhitungan di semua kegiatan.

Akhirnya, diketemukan anggaran sebesar Rp 1,95 miliar tidak bisa dipertanggungjawabkan komulatif selama empat tahun. Tidak bisa dipertanggungjawabkan itu, karena ada SPJ tetapi tidak ada barangnya atau fiktif. 

Kedua, ada SPJ ada barang tetapi harga barang tidak wajar, artinya kelebihan bayar. Ada juga belanja yang tidak bisa dipertanggungjawabkan murni. Bantuan digunakan tetapi pertanggungjawabannya tidak ada. *****

 

Sumber: Surya
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved