Bayar PBB Dengan Sampah, Warga Perumahan di Bondowoso Juga Membantu Kurangi Volume TPA

Ke depan, kata Hans, pihaknya ingin dukungan edukasi dan pelatihan dari pemerintah daerah pada warganya.

Penulis: Sinca Ari Pangistu | Editor: Deddy Humana
surya/Sinca Ari Pangistu (Sinca)
OLAHAN SAMPAH - Ketua RT 36, Rahmat Hidayat (kanan) dan Dedi Dwi Yanto, pengurus Bank Sampah Isbon Ceria menunjukkan produk turunan dari pengelolaan sampah di Perumahan Istana Bondowoso (Isbon), Kelurahan Badean, Kecamatan/Kabupaten Bondowoso, Minggu (14/9/2025). 

SURYA.CO.ID, BONDOWOSO - Di Bondowoso ada sejumlah kepala keluarga yang membayar pajak bumi dan bangunan (PBB) dengan sampah.

Mereka adalah keluarga yang tinggal di Perumahan Istana Bondowoso (Isbon), Kelurahan Badean, Kecamatan Bondowoso, Jawa Timur.

Menurut pengurus Bank Sampah Isbon Ceria, Dedi Dwi Yanto, program ini disebut Bajak Sawah (bayar pajak dengan sampah).

Ini merupakan inisiasi warga setempat yang memiliki semangat sama untuk memecahkan persoalan sampah di lingkungannya.

Sistemnya yakni dengan menabung sampah anorganik sebulan sekali. Kemudian dikonversi ke rupiah dan dikalkulasi hasilnya untuk membayar pajak. Pembayarannya pun diurus oleh pengurus bank sampah di RT tersebut.

Masyarakat hanya perlu membawa nomor objek pajak (NOP) PBB miliknya ke pengurus bank sampah. Jika hasil konversi kurang, maka keluarga itu memiliki utang sampah ke pengurus. "Tagihan PBB warga rata-rata di atas Rp 50.000," jelas Dedi, Minggu (14/9/2025).

Dedi menerangkan, kini ada 60 dari 100 KK di perumahan tersebut yang telah menjadi nasabah Bank Sampah.

Untuk harga sampah anorganik yang dijual per kardus dan botol dihargai Rp 1.000 sampai Rp 1.500. "Kata pak RT, sampah dikembalikan ke negara dalam bentuk pajak," candanya.

Sementara Ketua RT 36/RW 07, Rahmat Hidayat menjelaskan, pengelolaan sampah di lingkungannya berjalan baru setahun terakhir. Tidak hanya untuk membayar pajak, sampah-sampah warga yang telah dipilah organik dan anorganik, juga dikelola.

Sampah organik sampai saat ini telah dikelola oleh dasa wisma, PKK, dan pengurus bank sampah menjadi pupuk organik cair (POC) yang dijual seharga Rp 15.000 per 500 mililiter, dan ada juga yang dibuat menjadi lilin aromaterapi dengan harga Rp 20.000.

Kemudian, sebagian pupuk cair itu juga digunakan sendiri oleh Kelompok Wanita Tani (KWT) perumahan yang mengelola tumbuhan di sekitar perumahan. 

Seperti program Kateisme yakni tanaman pepaya, dan sayuran lainnya yang ditanam hampir di lahan yang boleh ditanami.n"Lilin aromaterapinya sudah dibeli hotel-hotel di Bondowoso," jelas pria yang disapa Hans itu.

Kini edukasi pengeloaan sampah juga menyasar anak-anak kecil di lingkungannya. Mereka acara diajak memilah sampah dan bisa menjual hasil pemilahan ke Bank Sampah.

Menurut Hans, output awal lahirnya Bank Sampah ini bukan untuk produk. Namun, gerakan masyarakat dengan kebiasaan mengelola sampahnya sendiri. 

Paling tidak, pihaknya ingin masyarakat mandiri pangan, pupuk, serta pengelolan sampah dari hulu hingga hilir. "Kalau produk, itu industrial. Kebutuhannya juga tidak mencukupi," jelasnya.

Halaman
12
Sumber: Surya
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved