Berita Viral

2 Kebijakan Wali Kota Surabaya Cak Eri yang Mirip Gebrakan Dedi Mulyadi, Tegas 'Haramkan' Study Tour

Sejumlah kebijakan yang diambil Wali Kota Surabaya, Eri Cahyadi, ternyata mirip dengan gebrakan Gubernur Jawa Barat, Dedi Mulyadi.

Kolase Kompas.com dan Dok pemkot Surabaya
GEBRAKAN DEDI MULYADI - Kolase foto Gubernur Jabar Dedi Mulyadi (kiri) dan Wali Kota Surabaya Eri Cahyadi (kanan). 

SURYA.co.id - Sejumlah kebijakan yang diambil Wali Kota Surabaya, Eri Cahyadi, ternyata mirip dengan gebrakan Gubernur Jawa Barat, Dedi Mulyadi.

Mulai dari larangan acara perpisahan sekolah yang mewah, larangan study tour, hingga memasukkan siswa nakal ke barak militer.

Alasan Cak Eri mengambil kebijakan tersebut juga sama seperti Dedi Mulyadi, yakni tak ingin membebani wali murid.

Karena biasanya, biaya untuk acara perpisahan sekolah dan study tour selalu mengambil pungutan dari para wali murid.

Selain itu, memasukkan siswa nakal ke barak militer juga untuk memperkuat disiplin anak di Surabaya.

Dedi Mulyadi juga beralasan bahwa para siswa nakal tersebut akan digembleng untuk menjadi siswa yang lebih disiplin dan berkarakter.

Dirangkum SURYA.co.id, berikut sejumlah kebijakan Wali Kota Surabaya Eri Cahyadi yang mirip gebrakan Dedi Mulyadi.

  1. Larangan Study Tour dan Acara Perpisahan Sekolah

Pemkot Surabaya menegaskan larangan sekolah di Surabaya, khususnya SD dan SMP negeri di Kota Pahlawan, menggelar wisata dan wisuda di akhir masa sekolah.

Wali Kota Surabaya Eri Cahyadi juga melarang sekolah untuk menarik pungutan demi menunjang kegiatan tersebut.

"Kalau di sekolah negeri sudah saya, istilahnya "haramkan", untuk wisuda. Saya sudah tidak perbolehkan lagi ada wisuda di SD dan SMP negeri ketika dia itu meminta biaya kepada muridnya," kata Cak Eri di Surabaya.

Kebijakan tersebut telah berlaku sejak 2015 lalu. "Sudah sejak lama Pemkot Surabaya melarang SD dan SMP Negeri menggelar acara wisuda maupun wisata. Kita ingin mengajak kepala sekolah, guru, dan orang tua untuk peduli dengan orang-orang di sekelilingnya. Tidak semua anak mampu secara ekonomi untuk ikut merayakan kelulusan dengan wisuda," kata Cak Eri yang juga mantan Kepala Badan Perencanaan dan Pembangunan Kota (Bappeko) Surabaya ini.

Apalagi, kegiatan ini menimbulkan pungutan kepada orang tua yang cenderung memberatkan. Apabila siswa yang tak ikut dalam kegiatan akan kecil hati.

"Kita bukan melarang kegembiraan, tapi agar tidak ada siswa yang kecewa karena keterbatasan biaya. Acara wisuda bisa diganti doa bersama, kemudian saling berpamitan memohon doa restu ke Bapak/Ibu guru kita," kata bapak dua anak ini.

Sekalipun sekolah tidak mewajibkan, namun program wisuda dan wisata akan cenderung menimbulkan kesenjangan antar siswa.

"Itu yang selalu saya katakan. Jangan pernah alasan menggunakan wisuda, [sekolah meminta] yang mampu silakan membayar, yang tidak mampu tidak usah membayar. Tetapi, memaksa anaknya untuk membayar. Itu sama saja merusak jiwa anak-anak. Akhirnya terjadi bully gara-gara itu," kata Doktor Pengembangan Sumber Daya Manusia (SDM) ini.

Halaman
1234
Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved