Keluhan Kades di Tulungagung Soal Koperasi Merah Putih : Tak Ada yang Mau Jadi Pengurus Tanpa Digaji

Sejumlah Kades di Tulungagung, Jatim, masih kebingungan menjalankan Koperasi Merah Putih yang diinisiasi pemerintah pusat.

Penulis: David Yohanes | Editor: Cak Sur
SURYA.CO.ID/David Yohanes
KOPERASI MERAH PUTIH - Rombongan para kepala desa asal Kabupaten Tulungagung, Jawa Timur saat akan menerima arahan soal pendirian Koperasi Merah Putih di Surabaya pada Rabu (30/5/2025) kemarin. Sejumlah Kades masih kebingungan mendirikan koperasi ini, karena pada tahap awal dijalankan oleh sukarelawan. 

SURYA.CO.ID, TULUNGAGUNG - Para Kepala Desa (Kades) dan Lurah di Kabupaten Tulungagung, Jawa Timur (Jatim), menerima pengarahan pendirian Koperasi Merah Putih di Pendopo Kabupaten, Jumat (2/5/2025).

Namun, sejumlah Kades masih kebingungan menjalankan koperasi yang diinisiasi pemerintah pusat ini.

Salah satunya adalah Kades Jarakan, Kecamatan Gondang, Suad Bagiyo.

Salah satu yang dipertanyakan, adalah para pengurus yang bekerja secara sukarela, tanpa digaji.

"Kalau saya tetap optimis koperasi ini bisa berdiri. Tapi kalau dijalankan hanya oleh sukarelawan, tidak ada yang mau," ucap Suad.

Ia mencontohkan pembentukan Badan Usaha Milik Desa (BUMDes) yang banyak dijalankan tanpa digaji.

Para pengurus akhirnya banyak yang mengundurkan diri, sehingga BUMDes tidak banyak yang bisa berkembang.

Menurutnya, cukup sulit mencari sukarelawan yang menjalankan sebuah koperasi. 

"Saat ini paling hanya 2 atau 3 BUMDes yang maju, karena pengurus tidak mau bekerja tanpa digaji," tegas Suad.

Pada tahap awal ini, setiap desa didorong untuk membuat badan hukum Koperasi Merah Putih.

Setelah itu, koperasi menentukan jenis usahanya, lalu mengajukan permodalan di Bank Himbara.

Suad pun usul supaya ada 3 pengurus yang mendapatkan gaji, setidaknya Rp 1 juta per bulan untuk 1 tahun pertama.

"Siapa yang mau kerja tanpa dibayar? Alokasikan saja misalnya Rp 40 juta setahun untuk para pengurus," tambahnya.

Bagi Suad, mendirikan koperasi baru sangat gampang.

Namun, menempatkan orang untuk mengisi pengurus akan butuh usaha lebih.

Warga yang baru lulus kuliah pun tidak mau menjadi sukarelawan.

"Jenis usahanya nanti dikhawatirkan justru akan mematikan usaha yang sudah dijalankan warga. Misalnya jualan beras, apa tidak mematikan toko kelontong," ucapnya.

Sumber: Surya
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved