Hikmah Ramadan 2025
Merawat Kemabruran Puasa - Dari Ta'abbud ke Isti'anah
Jika makna ta’abbud dan isti’anah bisa dihayati, maka akan sangat membantu kita untuk mengenal siapa sesungguhnya diri kita dan siapa Allah SWT
Oleh : Menteri Agama, Prof Dr KH Nasaruddin Umar MA
SURYA.CO.ID - Setiap hari kita membaca: Iyyaka na'budu wa iyyaka nasta'in (Hanya Engkaulah yang kami sembah dan hanya Engkau yang kami memohon pertolongan).
Ayat kelima dari surah Al-Fatihah ini, menyimpan rahasia besar, tetapi masih banyak di antara kita yang belum menghayati maknanya.
Jika makna ta’abbud dan isti’anah bisa dihayati, maka akan sangat membantu kita untuk mengenal siapa sesungguhnya diri kita dan siapa Allah SWT, dan inilah sesungguhnya inti ma’rifah.
Siapa yang mengenal dirinya maka akan mengenal Tuhannya, dan siapa yang mengenal Tuhannya maka dengan sendirinya akan mengenal dirinya yang sesungguhnya.
Ta'abbud merupakan bentuk pendakian seorang hamba menuju Tuhannya dalam bentuk pengabdian atau penghambaan diri.
Dalam hadis Nabi, salat adalah bentuk pendakian atau mikraj orang-orang mukmin (al-shalatu mi'raj al-mu'minin).
Setelah hamba merasa tiba di puncak pendakian, maka saat itulah Allah SWT memberikan apresiasi usaha keras atau mujahadah anak manusia ke dalam bentuk pertolongan Tuhan.
Bentuk isti'anah bermacam-macam. Yang pasti itu merupakan keutamaan yang diberikan Allah Swt.
Ta'abbud biasa disinonimkan dengan pendakian (taraqqi) dan isti'anah dihubungkan dengan tanazul, yaitu anugrah Allah SWT yang diturunkan kepada hamba.
Ibnu 'Arabi lebih suka menggunakan istilah taraqqi untuk upaya pendakian menuju Tuhan dan istilah tanazul untuk isti'anah.
Taraqqi bagi Ibnu 'Arabi, melejitnya seorang hamba menuju Tuhan-Nya. Setelah sampai ke dalam batas tertentu maka muncullah peristiwa tanazul, yaitu turunnya karunia Tuhan sebagai akibat pengabdian tulus seorang hamba kepada Tuhannya.
Isti'anah ialah anugrah yang diturunkan Tuhan sebagai balasan dari berbagai bentuk pengabdian kepada-Nya. Penempatan isti'anah setelah ta'abbud mengisyaratkan bahwa tidak ada isti'anah tanpa diawali ta'abbud.
Artinya, seseorang yang mengharapkan pertolongan Tuhan harus diawali terlebih dahulu dengan ta'abbud. Hanya hamba yang menemukan jalan dan konsisten menjalani jalan itu yang bisa mendapatkan isti'anah.
Dalam melaksanakan ta'abbud, manusia harus memperhatikan beberapa hal. Salah satu di antaranya ialah keikhlasan.
Renungan Spiritual dan Sosial di Penghujung Ramadhan : Sudahkah Kita Menjadi Pribadi yang Fitri ? |
![]() |
---|
Merawat Kemabruran Puasa - Dari Salam, Islam dan ke Istislam |
![]() |
---|
Puasa Ramadhan di Indonesia, Indah dan Nikmat ! |
![]() |
---|
Merawat Kemabruran Puasa - Dari Sufi Palsu ke Sufi Sejati |
![]() |
---|
Kebutuhan Ramadhan Meningkat, Pinjol Solusinya? |
![]() |
---|
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.