Pengolahannya Merugikan Indonesia, Pelajar Gresik Desak Presiden Stop Impor Sampah Dari Negara Maju

perusahaan daur ulang kertas impor mendapat predikat proper merah dalam dirilis Kementerian Lingkungan Hidup pada Maret 2025.

Penulis: Sugiyono | Editor: Deddy Humana
istimewa
PEMBUANGAN LIMBAH PABRIK - Aktivis River Warrior, Aeshnina Azzahra Aqilani memantau outlet pembuangan limbah pabrik kertas daur ulang berbahan baku pabrik kertas di Gresik, Minggu (16/3/2025). 


SURYA.CO.ID, GRESIK - Aktivis lingkungan muda asal Gresik, Aeshnina Azzahra Aqilani berkirim surat atas dugaan pencemaran lingkungan kepada Presiden RI dengan tembusan Menteri Menteri Lingkungan Hidup dan Wakil Menteri Lingkungan Hidup. 

Menurut Aeshnina, ia telah memantau outlet pembuangan limbah pada pabrik kertas daur ulang berbahan baku pabrik kertas di Gresik. Temuannya menunjukkan, cairan yang dibuang berwarna coklat.

“Warnanya menyerupai air sungai yang coklat saat banjir, sehingga tidak terlihat kontras. Tetapi kalau musim kemarau warnanya akan kontras,” kata Nina, Minggu (16/3/2025).   

Siswi SMA di Gresik itu menambahkan, pantauan River Warrior yang dipimpinnya menunjukkan perusahaan daur ulang kertas impor mendapat predikat proper merah dalam dirilis Kementerian Lingkungan Hidup pada Maret 2025.

 “Dari temuan dugaan pencemaran lingkungan tersebut, kemudian melaporkan temuan ini kepada Presiden, Menteri Lingkungan dan Wakil Menteri Lingkungan. Saya akan terus kirim surat ke pemerintah sampai masalah sampah impor di Indonesia tuntas,” imbuhnya.

Dari dampak buruk terhadap pencemaran lingkungan, Nina berharap pemerintah menolak impor sampah dari negara maju. Karena menyebabkan dampak polusi yang merugikan Indonesia.

“Mengeskploitasi pekerja yang bergaji murah, mencemari lingkungan dan membahayakan kesehatan masyarakat di sekitar tempat pengolahan dan penimbunan sampah impor. Ini penjajahan baru," tegasnya.

"Karena negara-negara maju tidak mau menanggung dampak polusi daur ulang plastik yang sangat beracun. Banyak pabrik daur ulang plastik di Eropa dan AS merugi dan menutup pabriknya karena tidak mampu menanggung biaya produksi,” katanya.

Karena itu, Nina berharap presiden Indonesia menolak mengolah sampah plastik dari negara mana pun.

“Kami memohon pemerintah menindak tegas impor sampah plastik dan kertas, serta membersihkan polusi dan kerusakan lingkungan akibat daur ulang sampah impor,” katanya.

Selain itu, Nina juga mendesak pemerintah Indonesia mengevaluasi izin impor dari semua perusahaan pengimpor sampah plastik dan kertas.

Menghentikan penggunaan serpihan plastik sebagai bahan bakar; meningkatkan pengawasan dan pemeriksaan kontainer sampah impor di semua Bea Cukai Pelabuhan Internasional.

“Pemerintah Indonesia juga harus membenahi sistem pengumpulan sampah dalam negeri, agar setiap Desa/kelurahan wajib menjalankan layanan pengumpulan sampah terpilah di sumbernya. Menutup semua tempat pengolahan dan penimbunan sampah impor ilegal serta meminta negara pengekspor sampah untuk bertanggung jawab,” katanya.   

Akibat dampak buruk sampah plastik terhadap lingkungan, Nina sebagai generasi muda Indonesia sangat prihatin atas tindakan impor sampah plastik.   

Ia menegaskan, sebagai anak muda pewaris bumi Indonesia memiliki hak untuk hidup di lingkungan yang bersih dan sehat bebas dari polusi plastik.

Anak muda memiliki hak atas informasi, hak atas partisipasi dan hak atas keadilan dalam menangani polusi plastik di di negara kami. 

"Kami mendesak pemerintah melibatkan aktivis muda dalam menyusun roadmap yang jelas dalam penghentian impor sampah plastik di Indonesia,” pungkasnya. ***
 

Sumber: Surya
Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved