Kapolres Ngada Ditangkap

Kronologi Tabiat Kapolres Ngada Terbongkar, Diduga Cabuli 3 Anak dan Sebar Video di Situs Luar 

Inilah kronologi terbongkarnya kasus dugaan pencabulan anak di bawah umur oleh AKBP Fajar Widyadharma Lukman, Kapolres Ngada, Nusa Tenggara Timur.

Penulis: Pipit Maulidiya | Editor: Adrianus Adhi
kolase pos.kupang/charles abar
HUKUM SETIMPAL - Kapolres Ngada AKBP Fajar Widya Dharmalukma saat pimpin apel gelar pasukan Operai Mantap Praja Turangga , Senin 26 Agustus 2024. Kini, hukuman berat menanti dia setelah diduga mencabuli 2 anak lalu mengunggah videonya di situs luar negeri. 

SURYA.CO.ID - Inilah kronologi terbongkarnya kasus dugaan pencabulan anak di bawah umur oleh AKBP Fajar Widyadharma Lukman, Kapolres Ngada, Nusa Tenggara Timur (NTT). 

Fajar Widyadharma telah diamankan petugas Propam di Mabes Polri, Kamis (20/2/2025). 

Dia diduga melakukan tindakan pencabulan terhadap 3 anak, berusia 3 tahun, 12 tahun dan 14 tahun. 

Dugaan pencabulan oleh Kapolres Ngada AKBP Fajar terhadap 3 korban akhirnya terungkap, berikut konologinya, dilansir dari Kompas.com merangkum Kompas.id: 

1. Video pelecehan beredar di luar 

Awalnya, sebuah video pelecehan seksual anak di bawah umur beredar di situs porno Australia.  

Otoritas Australia pun menelusuri dari mana konten tersebut berasal, hingga kemudian ditemukanlah lokasi pengunggahan konten, yakni Kupang, Nusa Tenggara Timur (NTT).  

Otoritas Australia pun menghubungi pejabat terkait di Indonesia untuk meneruskan laporan ke Polri. Setelah dilakukan penyelidikan, muncul nama Kapolres Ngada, Fajar, yang diduga terlibat. 

2. Kapolres Ngada Diamankan 

Kemudian, setelah memastikan alat bukti terpenuhi, tim Divisi Profesi dan Pengamanan Polri mengamankan dan memeriksa Fajar.  

3. Korban Mendapat Pendampingan 

Selain memeriksa Fajar, tim penyidik juga meminta keterangan dari tiga anak di bawah umur yang menjadi korban pelecehan seksual. Masing-masing korban berusia 14 tahun, 12 tahun, dan 3 tahun.  

Para korban pun mendapatkan pendampingan dari Dinas Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak Kota Kupang.  

Hal ini dikonfirmasi Pelaksana Tugas Kepala Dinas Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak Kota Kupang Imelda Manafe.  

”Sudah 20 hari kami melakukan pendampingan,” terang Imelda, via Kompas.id, Senin (10/3/2025).  

Menurut keterangannya, semua korban pencabulan tersebut mengalami trauma berat. 

Fakta baru terungkap, Fajar Widyadharma Lukman juga diduga menyalahgunakan narkoba.

Lantas hukuman apa yang akan diterima oleh Fajar? 

LPA Minta Dikebiri 

Ketua Lembaga Perlindungan Anak (LPA) Provinsi Nusa Tenggara Timur (NTT), Veronika Ata mengatakan, perbuatan AKBP Fajar masuk kategori eksploitasi seksual dan human trafficking. 

"Selain eksploitasi seksual, kasus ini juga masuk kategori human trafficking (perdagangan manusia)," kata Veronika kepada Kompas.com, Selasa (11/3/2025). 

Sehingga, lanjut Veronika, hukuman yang pantas dikenakan bagi AKBP Fajar adalah hukuman kebiri.  

Hal ini berdasarkan Undang-undang Nomor 17 Tahun 2016 tentang Perubahan atas UU Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak.  

"Dalam UU jelas mengatur khusus tentang pemberatan hukuman yakni melalui kebiri," ujar dia. 

Menurutnya, institusi kepolisian perlu sosialisasi UU Perlindungan Anak, UU Tindak Pidana Kekerasan Seksual dalam lingkup Polri, termasuk untuk para pimpinan.  

Sehingga, semua jajaran Polri memiliki pemahaman dan kesadaran untuk melindungi anak dan perempuan. 

"Bukan bertindak sewenang-wenang. Terhadap korban, semestinya Polri sigap melakukan penyidikan dan proses hukum kasus ini. Tidak perlu ada laporan khusus dari orangtua," tegasnya. 

Sebab, kata Veronika, asas hukum pidana polisi memiliki kewenangan untuk bertindak proaktif jika mengetahui adanya indikasi atau laporan dari pihak lain. 

Dia menyebut, kasus kekerasan seksual terhadap anak merupakan delik biasa, yang berarti dapat diproses tanpa menunggu laporan korban atau keluarganya.  

"Kekerasan seksual bukan delik aduan. Karena itu pihak kepolisian harus proaktif," imbuhnya. 

Dia juga meminta Lembaga Perlindungan Perempuan dan Anak Kabupaten Ngada harus melindungi korban dan melakukan pendampingan baik di kepolisisan sampai pengadilan maupun pendampingan psikologis. 

Jika dibutuhkan, kata Veronika, korban harus meminta perlindungan ke Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK) untuk menghindari kemungkinan adanya intimidasi. 

Tak hanya itu, Veronika meminta jajaran kepolisian bertindak tegas dalam kasus ini. 

"Mereka harus mengayomi masyarakat dan menjadi teladan. Menegakkan disiplin dan penegakan hukum sekalipun pelakunya anggota polisi dan juga perlu disidik lebih jauh dan mengungkapkan kemungkinan terdapat korban lebih dari tiga orang anak," kata dia. 

Anggota DPR Sebut Pantas Divonis Mati 

Anggota Komisi VIII DPR Selly Andriany Gantina menilai Kapolres Ngada AKBP Fajar Widyadharma Lukman Sumaatmaja layak dijatuhi hukuman mati.  

Ketua Kelompok Fraksi PDIP Komisi VIII ini menganggap, tindakan Fajar yang diduga mencabuli tiga anak di bawah umur merupakan perbuatan bejat. 

Aksi tersebut bahkan direkam, dan akhirnya video asusila itu tersebar luas di dunia maya. 

Tak hanya itu, Fajar juga diduga menyalahgunakan narkoba. 

"Artinya bila di junto kan, maka serendahnya dia bisa dikenai hukuman 20 tahun. Tapi karena bejatnya, saya pikir hukuman seumur hidup atau mati lebih pantas," kata Selly dalam keterangannya kepada Kompas.com, Selasa (11/3/2025). 

Bila merujuk ketentuan di dalam Undang-Undang Tindak Pidana Kekerasan Seksual, ia mengatakan, Fajar bisa dijatuhi sanksi hukuman 15 tahun penjara dan denda Rp 5 miliar.   

Bahkan, lanjut Selly, hukum fajar bisa diperberat lagi mengingat status sebagai pejabat negara dan disebut-sebut masih memiliki hubungan keluarga dengan korban. 

“Maka hukumannya bisa diperberat sepertiga atau tambahan 5 tahun,” ucap Selly. 

"Harus dihukum maksimal. Apalagi dia sebagai Kapolres, seharusnya memberi contoh, bukan merenggut masa depan anaknya sendiri, bener-bener perbuatan biadab,” imbuhnya. 

Ia mengingatkan bahwa kekerasan seksual terhadap anak bukan sekadar pelanggaran hukum biasa.  

Untuk itu, dia berharap ketegasan penegakan hukum dan keberpihakan terhadap korban harus benar-benar menjadi komitmen bersama. 

“Proses hukum yang transparan dan akuntabel menjadi kebutuhan mendesak, sehingga keadilan bagi para korban dapat terwujud tanpa hambatan,” kata Selly. 

“Tidak boleh ada ruang bagi pelaku kekerasan seksual dalam institusi negara maupun di tengah masyarakat,” sambungnya. 

Selly juga mendorong agar pengungkapan kasus Kapolres Ngada ini menjadi momentum pemerintah untuk memperkuat sistem perlindungan anak di Indonesia.  

“Demi memastikan setiap anak dapat tumbuh dalam lingkungan yang aman dan bebas dari ancaman kekerasan,” pungkasnya. 

Diberitakan sebelumnya, Fajar Widyadharma diamankan Divisi Profesi dan Pengamanan (Propam) Markas Besar Kepolisian Republik Indonesia (Mabes Polri), pada Kamis (20/2/2025). 

Penangkapan ini dilakukan atas dugaan keterlibatan Kapolres Ngada dalam kasus pencabulan anak di bawah umur hingga penyalahgunaan narkotika. 

Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved