Hikmah Ramadan 2025
Hikmah Ramadan 2025, Puasa dan Kepedulian Sosial
Puasa merupakan salah satu ibadah yang disyariatkan oleh Allah SWT kepada umat manusia dari generasi ke generasi.
Para ulama menjelaskan bahwa makna tambahnya kebaikan itu tidak berarti hanya mencakup hal yang bersifat materi seperti capaian kesuksesan, melimpahnya harta kekayaan ataupun tingginya pangkat kekuasaan, tetapi lebih luas dari itu keberkahan juga mencakup tambahnya kebaikan dalam hal non materi seperti tenangnya hati, tenteramnya jiwa dan terpeliharanya kesehatan badan.
Keduanya, baik materi maupun non materi, bermuara pada satu tujuan agung di mana tambahnya kebaikan tersebut menjadikan seorang hamba semakin mendekat kepada Allah SWT.
Sebagaimana telah disebut di atas, puasa pada batasan tertentu dalam cakupan ilmu fikih bermakna menahan diri dari kegiatan yang bersifat fisik seperti makan, minum dan berhubungan badan dengan pasangan yang halal sejak terbitnya fajar hingga tenggelamnya matahari.
Namun sejatinya puasa tidak terbatas pada aktivitas berjangka waktu tersebut.
Dalam cakupan yang lebih luas, puasa merupakan sarana terbaik bagi umat Islam untuk melatih kesabaran dan kontrol atas jiwa dan raganya.
Dalam konteks ini, momentum puasa Ramadhan merupakan medan pelatihan terbaik sebagai kawah candradimuka masyarakat muslim guna meningkatkan ketakwaan kepada Allah SWT dengan harapan setelah 'lulus' dari bulan Ramadan, mereka dapat kembali menjadi pribadi yang fitri: lembut hatinya, bijak dalam bertindak dan sopan dalam bergaul dengan sesamanya.
Dalam keadaan fitrah tersebut, cahaya hidayah dari Allah akan semakin mudah masuk ke dalam hati nurani mereka lalu memancar melalui tindak tanduk dan tutur kata yang baik. Inilah hakikat keberkahan dalam ibadah puasa.
Tingkatkan Kepedulian Sosial, Raih Berkah Puasa secara Optimal
Dalam ajaran agama Islam, terdapat sebuah kaidah fikih yang berbunyi ‘al- Muta’addī afdhal min al- Qāṣir’, yang berarti sebuah perbuatan yang berdampak positif dan bermanfaat dalam skala luas itu lebih utama daripada perbuatan yang berdampak positif dan bermanfaat dalam skala yang terbatas.
Kaidah ini merupakan salah satu kaidah kulliyah (umum) dalam ilmu fikih yang menunjukkan keutamaan amal saleh yang berdampak luas dari pada amal yang dampaknya terbatas. Ini tidak bermakna bahwa amal yang berdampak terbatas tersebut adalah salah.
Sebaliknya, kaidah ini menunjukkan bahwa seseorang dapat memaksimalkan amalnya secara optimal dengan memperluas cakupan manfaat yang dihasilkan.
Dari yang awalnya hanya bermanfaat bagi dirinya sendiri, menjadi manfaat bagi dirinya dan orang lain di sekitarnya.
Dalam konteks ibadah puasa, ketika seorang yang sedang berpuasa telah memenuhi syarat dan rukunnya serta ikhlas dalam menjalaninya maka ia berhak atas pahala puasanya.
Ia berhak mendapatkan ampunan dan rahmat dari Allah beserta nikmat lain yang telah dijanjikan, namun itu hanya bermanfaat bagi dirinya sendiri.
Apabila merujuk pada ketentuan kaidah di atas, seseorang tersebut sampai pada tahap al-Qāṣir di mana hanya ia sendiri yang merasakan manfaat dari amal saleh yang dilakukan.
Jika orang tersebut mau, ia dapat memperluas manfaat dari ibadah puasanya sehingga menjadi amal yang berdampak luas dan Islam telah memberikan tuntunan dalam hal ini sebagaimana telah dijelaskan dalam beberapa hadis Nabi Muhammad SAW dan atsar para Sahabat.
Renungan Spiritual dan Sosial di Penghujung Ramadhan : Sudahkah Kita Menjadi Pribadi yang Fitri ? |
![]() |
---|
Merawat Kemabruran Puasa - Dari Salam, Islam dan ke Istislam |
![]() |
---|
Puasa Ramadhan di Indonesia, Indah dan Nikmat ! |
![]() |
---|
Merawat Kemabruran Puasa - Dari Sufi Palsu ke Sufi Sejati |
![]() |
---|
Kebutuhan Ramadhan Meningkat, Pinjol Solusinya? |
![]() |
---|
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.