HPSN 2025, Pegiat Lingkungan Kampung Edukasi Sampah Sidoarjo: dari Sampah Menuju Perubahan Bermakna

Hari Peduli Sampah Nasional 2025 jadi pengingat bagi kita semua, apakah kita masih menjadi bagian dari masalah atau solusi dari problematika sampah.

Editor: irwan sy
IST/Dok Edi Priyanto
PEDULI SAMPAH - Edi Priyanto, Pegiat Lingkungan Kampung Edukasi Sampah Sidoarjo. Hari Peduli Sampah Nasional (HPSN), 21 Februari 2025, kembali hadir sebagai pengingat bagi kita semua, apakah kita masih menjadi bagian dari masalah atau solusi dari problematika sampah. 

Oleh: Edi Priyanto,
Pegiat Lingkungan Kampung Edukasi Sampah Sidoarjo

SURYA.co.id - Hari Peduli Sampah Nasional (HPSN), 21 Februari 2025, kembali hadir sebagai pengingat bagi kita semua, apakah kita masih menjadi bagian dari masalah atau solusi dari problematika sampah.

Setiap hari, tanpa sadar kita telah 'memproduksi' sampah. Bungkus makanan yang kita buang, plastik sekali pakai yang kita pakai dengan entengnya, hingga kebiasaan konsumtif yang tanpa sadar menambah beban bumi.

Ironisnya, kita sering lupa bahwa sampah itu tidak pernah benar-benar hilang. Ia hanya berpindah tempat ke sungai, laut, tanah, atau bahkan kembali dalam bentuk polusi yang kita hirup setiap hari.

Tapi semua ini tentu bisa diubah.

Di Kampung Edukasi Sampah, Sidoarjo, kami percaya bahwa perubahan besar selalu dimulai dari langkah kecil.

Jika kita belum menemukan perubahan itu di sekitar kita, mungkin sudah saatnya kita sendiri yang menjadi inisiatornya.

Sampah Masalah atau Peluang?
Ketika pertama kali menginisiasi berdirinya Kampung Edukasi Sampah, kami banyak mendengar keluhan dari masyarakat, seperti sampah ini bikin kotor, bikin bau, bikin lingkungan nggak nyaman.

Namun seiring waktu, kami mulai menyadari satu hal bahwa masalahnya bukan pada sampah, tapi pada cara kita memperlakukan sampah.

Jika dikelola dengan baik, sampah bukan lagi ancaman, melainkan berkah. Kami melihat sendiri bagaimana:
1. Sampah organik diubah menjadi pupuk kompos dan cair yang menyuburkan tanaman.
2. Plastik bekas dikreasikan menjadi barang kerajinan bernilai ekonomi.
3. Eco-bricks (bata ramah lingkungan dari plastik) menjadi alternatif material bangunan.
4. Bank sampah komunitas bukan hanya mengurangi limbah, tapi juga menjadi sumber pendapatan bagi warga.

Dulu, kami melihat warga mengeluhkan soal sampah. Sekarang, saya sudah melihat masyarakat sedikit demi sedikit mulai aktif memilah, mendaur ulang, dan bahkan mendapat manfaat dari sampah yang dulu mereka anggap sebagai beban.

Ini bukan sekadar perubahan fisik. Ini adalah perubahan pola pikir, perubahan budaya, perubahan kebiasaan.

Ubah Pola Pikir
Sejak kecil, kita terbiasa dengan konsep 'buang sampah pada tempatnya'. Tapi kita jarang diajarkan untuk 'kelola sampah dengan bijak'.

Saat ini, solusi terbesar terhadap masalah sampah bukan hanya bagaimana membuangnya dengan benar, tapi bagaimana mengurangi, menggunakan kembali, dan mendaur ulangnya sejak awal.

Di Kampung Edukasi Sampah, kami mencoba menerapkan prinsip Zero Waste dalam keseharian, seperti:
1. Mengurangi plastik sekali pakai dengan membawa tumbler & tas belanja sendiri.
2. Memilah sampah di rumah agar lebih mudah didaur ulang.
3. Mengolah sisa makanan menjadi kompos untuk menyuburkan tanah.
4. Mengajak anak-anak memahami konsep daur ulang sejak dini, agar kebiasaan ini menjadi bagian dari gaya hidup mereka.

Halaman 1 dari 2
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di

Berita Terkini

Berita Populer

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved