Berita Viral

Reaksi Pihak Sekolah Usai Hanifah Siswi SMAN 7 Cirebon Nekat Bongkar Pungli, Beri Warning ke Guru

Pihak SMAN 7 Cirebon akhirnya angkat bicara usai salah satu siswinya, Hanifah Kaliyah Ariij membongkar dugaan pungli di sekolah.

Kolase Youtube Dedi Mulyadi dan Tribun Cirebon
PUNGLI DI SMAN 7 CIREBON - Kolase foto Hanifah, siswa SMAN 7 Cirebon yang berani bongkar pungutan liar di sekolah. Begini reaksi pihak sekolah. 

SURYA.co.id - Pihak SMAN 7 Cirebon akhirnya angkat bicara usai salah satu siswinya, Hanifah Kaliyah Ariij membongkar dugaan pungli di sekolah.

Alih-alih memberikan klarifikasi, pihak SMAN 7 Cirebon malah menanggapi masalah lain.

Yakni masalah adanya intimidasi dari sejumlah guru kepada siswa.

Pihak SMAN 7 Cirebon memberikan peringatan keras kepada para guru agar tidak melakukan intimidasi terhadap siswa, khususnya mereka yang sebelumnya vokal dalam menyuarakan protes terhadap sekolah.

Jika masih ada tindakan intimidasi, sekolah tidak segan-segan melaporkan ke Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI).

Wakil Kepala Sekolah (Wakasek) Humas SMAN 7 Cirebon, Undang Ahmad Hidayat menegaskan, bahwa pihaknya sudah mengantisipasi dan memperingatkan seluruh warga sekolah agar tidak melakukan tekanan terhadap siswa.

Baca juga: Buntut Hanifah Siswi SMA 7 Cirebon Bongkar Pungli dan Pemotongan PIP di Sekolah, Kejari Selidiki

"Ya, kami dari pihak SMAN 7 Cirebon, setelah kedatangan dari perwakilan orang tua siswa, KPAI, DPRD, dan Dinas Perlindungan Anak, tadi kita membicarakan beberapa hal terkait adanya intimidasi dari warga sekolah kepada anak-anak yang kemarin vokal terhadap sekolah," ujar Undang Ahmad Hidayat saat diwawancarai media selepas pertemuan dengan orang tua siswa, Kamis (13/2/2025), melansir dari Tribun Cirebon.

Pihak sekolah menyadari bahwa masih ada guru yang menyinggung-nyinggung persoalan protes siswa di dalam kelas, meskipun sebelumnya sudah diperingatkan agar tidak melakukan hal tersebut.

"Tetapi memang masih ada satu dua guru atau pun guru-guru yang mengajar di kelas menyinggung-nyinggung permasalahan kemarin. Padahal sudah dikasih tahu bahwa jangan menyinggung kembali," ucapnya.

Sebagai langkah tegas, pihak sekolah telah memanggil guru-guru yang diduga melakukan intimidasi berdasarkan laporan orang tua siswa.

Mereka juga sudah meminta maaf dan mencabut pernyataan-pernyataan yang dinilai menekan siswa.

"Bahkan, tadi kami sudah panggil guru-guru yang diduga telah melakukan intimidasi hasil laporan orang tua siswa."

"Mereka sudah meminta maaf dan mencabut ucapan-ucapan yang terjadi selama ini. Orang tua juga sudah memaafkan, dan si anak diminta untuk memberitahukan kepada teman-temannya permintaan maaf dari oknum guru ini," jelas dia.

Ia menegaskan, apabila masih ada guru yang tetap melakukan intimidasi meskipun sudah diperingatkan, maka pihak sekolah tidak akan ragu untuk mengambil langkah lebih lanjut.

"Kalau nanti masih ada guru yang melakukan intimidasi, kami akan memberikan sanksi. Dan kalau masih ngeyel, akan kita laporkan ke KPAI, karena kita sudah memberi tahu, sudah dikasih rambu-rambu, tapi tetap melakukan. Itu kan harus dilaporkan," katanya.

Sebelumnya, sejumlah orang tua siswa SMAN 7 Cirebon mendatangi sekolah dengan didampingi Dinas Pemberdayaan Perempuan, Perlindungan Anak, Pengendalian Penduduk, dan Keluarga Berencana (DPPPAPPKB) Kota Cirebon.

Kedatangan mereka bertujuan memastikan tidak ada intimidasi terhadap siswa, khususnya kelas XII yang sempat melakukan aksi protes.

Baca juga: Imbas Hanifah Siswi SMAN 7 Cirebon Bongkar Pungli di Sekolah, Orangtua Ketir-ketir, Sosoknya Terkuak

Salah satu orang tua siswa, Haris, mengaku tidak terima jika masih ada siswa yang menjadi korban intimidasi.

"Jadi intinya gini, kenapa kami orang tua datang ke sekolah, karena kami tidak terima ternyata masih ada siswa menjadi korban perundungan atau intimidasi di sekolah," ujar Haris.

Haris berharap tidak ada lagi kasus serupa agar para siswa bisa merasa nyaman dalam beraktivitas.

"Harapan kami, bullying atau intimidasi maupun perundungan itu tidak terjadi lagi, sehingga siswa merasa aman dan nyaman untuk beraktivitas di sekolah," ucapnya.

Orang tua siswa juga meminta dinas terkait untuk melakukan pengawasan terhadap sekolah guna mencegah intimidasi.

"Kami menggandeng dinas terkait, khususnya perlindungan anak, dengan harapan bahwa pihak dinas melakukan pengawasan terhadap sekolah tersebut, sehingga perundungan atau bullying itu tidak terjadi lagi kepada siswa-siswi SMAN 7 Cirebon, khususnya kelas XII yang kemarin melakukan aksi protes," jelas dia.

Bongkar Dugaan Pungli

Sebelumnya, Hanifah mengadu adanya pungutan SPP dari sekolah hingga bantuan Program Indonesia Pintar (PIP) yang dipotong sebesar Rp 200 ribu.

Menurutnya, uang itu bukan untuk sekolah, melainkan untuk partai politik.

"PIP kita yang diambil. Harusnya kan tiap siswa dapat Rp 1,8 juta."

"Tapi ternyata kita itu diambil Rp 250 ribu untuk partai. Kita ke bank, di depan pintu ada guru dari TU buat ambil buku tabungan, pin, sama kartu kita."

"Angkatan kita juga dimintai uang gedung Rp 6,4 juta."

"Sebelumnya kita dimintai Rp 8,7 juta, orang tua enggak terima kalau kita harus bayar Rp8 juta. SPP kita tiap bulan Rp200 ribu," ungkap Hanifah.

Bukan cuma itu, Hanifah juga mengadukan perihal adanya permintaan uang pembelian buku dan juga sumbangan masjid.

"Uang LKS Rp300 ribuan ke atas. Kelas 10 juga kita ada sumbangan masjid, seharusnya kan seikhlasnya tapi dipatoki Rp150 ribu," pungkas Hanifah.

Baca juga: Duduk Perkara Hanifah Siswi SMA 7 Cirebon Nekat Bongkar Pungli di Sekolahnya, Tegas Tak Takut Resiko

Awalnya, Dedi Mulyadi mengunjungi SMAN 7 Cirebon untuk menyelesaikan permasalahan kegagalan siswa mendaftar Seleksi Nasional Penerimaan Mahasiswa Baru (SNPMB) 2025.

Secara tidak sengaja, Dedi Mulyadi bertemu Hanifah yang kemudian mengadu soal adanya pungutan SPP dari sekolah hingga bantuan PIP yang dipotong. 

Mendengar keluhan tersebut, Dedi Mulyadi mengonfirmasi pihak sekolah.

Pihak sekolah pun mengaku memungut SPP Rp 200 ribu karena memiliki banyak utang.

"Itu tuh mungkin karena kita banyak utang pak, pembangunan," kata Wakasek Humas SMAN 7 Cirebon Undang Ahmad Hidayat.

Soal uang PIP yang dipotong Rp 200 ribu, menurut dia, uang itu bukan untuk sekolah, melainkan untuk partai politik.

Bahkan, ia mengungkap bahwa pemberian PIP itu tidak tepat sasaran.

Seperti Hanifah, anak pensiunan Pegawai Negeri Sipil (PNS), yang turut mendapat PIP.

"Kok anak ASN bisa dapat PIP ya," tanya Dedi Mulyadi ke Hanifah.

"Kita udah nolak, cuma katanya harus tetap menerima," jawab Hanifah.

Ia pun mengaku menggunakan uang itu untuk membayar SPP dan kebutuhan sekolah lainnya.

Meski anak pensiunan ASN, Hanifah rupanya sempat menunggak SPP.

"Kalau aku dipakai untuk lunasin tunggakan SPP, karena bundanya belum bisa bayar waktu itu. Dibayarin sama bantuan PIP, sisanya buat lunasin year book sama graduation," kata dia.

Menurut Hanifah, di sekolahnya itu, hampir semua siswa yang tidak mendapat Kartu Indonesia Pintar (KIP), akan mendapat PIP.

Hanifah mengaku tak takut dengan resiko apa pun setelah membongkar pungli di sekolah. 

Meski ia sadar sikapnya ini sempat membuat orang tua cemas.

Bahkan, Hanifah diwanti-wanti oleh orang tuanya agar tidak terlalu vokal bersuara.

"Orang tua pasti nanyain, nanya aja (katanya) 'hati-hati kamu, takut ada oknum yang jahat sama kamu, takut guru-guru nurunin nilai kamu'," ujar Hanifah kepada Gubernur Jawa Barat terpilih, Dedi Mulyadi

Hanifah berani melakuka hal ini karena tak ingin adik kelas mengalami hal serupa.

Ia juga berharap ke depannya, Program Indonesia Pintar (PIP) diberikan untuk siswa yang benar-benar tidak mampu.

"Kalau saya nggak speak up, kasihan adik kelas saya," ujarnya, dikutip SURYA.CO.ID dari Youtube Kang Dedi Mulyadi Channel.

Ia pun mengaku tidak takut karena apa yang ia sampaikan adalah kebenaran.

Tujuan Hanifah berani membongkar adanya pemotongan PIP di sekolahnya juga demi memperjuangkan nasib teman-temannya yang miskin di sekolah.
 
"Menurut saya, kalau saya speak up gak ada salahnya. Saya gak takut, karena nyampeinnya tetap sopan," katanya.

"Kita kasihan sama temen yang bener-bener miskin, butuh, yatim piatu, sedangkan buku tabungan, ATM ditahan sama sekolah," ujar Hanifah lagi.

"Kamu enggak takut?" tanya Kang Dedi.

"Enggak sih, aku ngerasanya itu enggak ada salahnya. Aku juga tetap sopan menyampaikannya," kata Hanifah.

>>>Update berita terkini di Googlenews Surya.co.id

Sumber: Tribun Cirebon
Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved