Berita Viral

2 Sosok yang Malah Dukung Kades Kohod Soal Area Pagar Laut Tangerang Dulu Empang, Ada Pria Misterius

Kelakuan Kades Kohod ngotot menyebut area pagar laut Tangerang adalah empang, masih menuai hujatan. Namun, 2 sosok ini malah mendukungnya.

Tribunnews/Rahmat Fajar Nugraha
PAGAR LAUT TANGERANG. Kades Kohod (batik ungu) mendampingi Menteri ATR/BPN Nusron Wahid saat kunjungan ke area pagar laut Tangerang, Jumat (24/1/2025). Kades Kohod ngotot menyebut area tersebut adalah empang. Ada dua orang yang mendukungnya. 

SURYA.co.id - Kelakuan Kades Kohod, Arsin, yang ngotot menyebut area pagar laut Tangerang adalah empang, masih menuai hujatan.

Meski dimikian, ada beberapa sosok yang malah membelanya.

Yakni Ketua RT 06 Kejaron 1, Rudianto (35) dan seorang pria misterius.

Sebelumnya, kengototan kades Kohod tentang area pagar laut itu diungkapkan di depan Menteri Agraria dan Tata Ruang (ATR) sekaligus Kepala Badan Pertanahan Nasional (BPN), Nusron Wahid yang berkunjung pada Jumat (24/1/2025).

Arsin bersikeras bahwa pagar laut di area tersebut dulunya merupakan empang.

Baca juga: Susno Duadji Serukan Kejaksaan Agung Tangkap Kades Kohod, Ini Pasal Pidana yang Bisa Dijeratkan

Sikap Kades Kohod inilah yang membuatnya banjir hujatan

Namun, ada beberapa pihak yang justru membelanya.

Berikut sosok mereka.

  1. Ketua RT

Ketua RT 06 Kejaron 1, Rudianto (35) menyebut, pesisir Desa Kohod menjadi salah satu wilayah yang terkena dampak abrasi.

Ia menjelaskan, bagaimana batas empang yang dulu menjadi pemisah antara daratan dan lautan kini telah tergerus air laut.

Rumah serta empang milik warga yang dulunya berdiri kokoh tak jauh dari tepi pantai kini harus berpindah jauh dari bibir laut, menjauh dari ancaman air yang semakin mendekat.

"Kalau empang sih memang dulu batasnya, kalau Enggak salah, itu yang ada patokannya tuh di sana (menunjuk tumpukan bambu), yang paling tengah tuh. Itu empang," kata Rudianto dikutip dari warta kota (grup surya.co.id). 

Baca juga: Klaim Kades Kohod Area Pagar Laut Tangerang Dulu Empang Terbantahkan, Tapi Justru Didukung 2 Orang

Memang, sejak tahun 2000-an, air laut mulai merangsek lebih jauh ke daratan, bahkan mengancam keberadaan empang yang dulunya menjadi tumpuan hidup sebagian warga. 

Ia masih mengingat betul perubahan daratan pinggir laut yang kini telah berubah menjadi air laut sepenuhnya. Hampir 1 kilometer yang dahulu daratan, kini telah menjadi perairan.  

"Air sudah mulai ke sini, karena abrasi dekat empang itu," tambah Rudianto.

Perubahan ini pun membuat sebagian besar warga yang memiliki empang memilih untuk tidak lagi merawatnya, karena usaha itu sia-sia jika nantinya harus digusur oleh air laut yang terus bergerak maju.

2. Pria misterius 

Selain Kepala Desa Kohod, Arsin, ternyata ada pria lagi yang mendukung adanya sertifikat hak guna bangunan (SHGB) dan sertifikat hak milik (SHM) area pagar laut Tangerang. 

Pria yang belum diketahui identitasnya itu berteriak agar SHGB dan SHM itu dibatalkan oleh kepada Menteri Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN), Nusron Wahid.

Hal itu terjadi saat Nusron berkunjung ke Desa Kohod, Pakuhaji, Kabupaten Tangerang, pada Jumat (24/1/2025).

Dikutip dari kompas.com. pria bercelana jeans, jaket hitam, dan topi, itu menemui Nusron Wahid usai sang menteri selesai sesi tanya jawab di Masjid Abdul Mu'in, Pakuhaji.

Di acara itu, Nusron yang mengenakan pakaian koko berwarna putih, celana, dan peci hitam, menjawab pertanyaan dari awak media mengenai pencabutan 50 sertifikat HGB dan HM. 

Di tengah sesi tanya jawab, pria ini tiba-tiba memohon kepada Nusron agar sertifikatnya tidak dibatalkan. 

"Mohon jangan dibatalin pak," ujarnya sambil mencium dan menyalimi tangan Nusron. 

Mendapati tindakan tersebut, Nusron tampak bingung.

Namun, ia tidak menggubris permohonan itu dan segera meninggalkan masjid menuju kendaraannya.

Setelah itu, Nusron bersama tim pengawalannya meninggalkan lokasi. Kompas.com kemudian mencoba menghampiri pria tersebut untuk meminta penjelasan mengenai permintaannya kepada Nusron.

Namun, saat dihampiri, pria yang diduga berteriak kepada Nusron itu tidak mengakui permintaannya. 

Ia justru menghindar dengan menyalakan sepeda motornya, Honda PCX berwarna hitam, dan pergi dari masjid sambil menggerutu.

"Mana? Saya tidak ngomong batalin," kata pria tersebut dengan nada suara rendah.

Diprotes Warga

Viral dikabarkan Kades Kohod, Arsin dipanggil Kejaksaan Agung terkait kasus pagar laut Tangerang.
Viral dikabarkan Kades Kohod, Arsin dipanggil Kejaksaan Agung terkait kasus pagar laut Tangerang. (kolase kompas.com)

Kepala Desa atau Kades Kohod kembali menjadi sorotan, setelah warganya Nasarudin protes, namanya dicatut dalam surat kepemilikan tanah di lokasi pagar laut Tangerang. 

Menurut Nasarudin, ia tidak pernah mempunyai tanah di darat, bahkan di laut sekalipun. 

Nasarudin merasa curiga namanya telah dicatut dalam surat Hak Guna Bangunan (SHGB) untuk lahan di bibir pantai dekat pagar laut Tangerang, setelah putranya diminta untuk memberikan fotokopi KTP. 

"Saya tahu-tahunya, identitas anak saya jadi seperti ini. Saya baca-baca, di surat itu ada keterangan waris," ungkap Nasarudin, dikutip dari YouTube Metro TV, Selasa (28/1/2025). 

Dalam surat tersebut tertulis bahwa Badan Pertanahan Kabupaten Tangerang menerbitkan surat pada 13 Desember 2023. 

Di dalamnya berisi keterangan bahwa Nasarudin memiliki lahan seluas 14.978 meter persegi yang terletak di patok laut, dengan atas nama ahli waris. Padahal kenyataannya, yang bersangkutan masih hidup. 

Merasa dirugikan, Nasarudin kini melayangkan protes. 

"Saya sama sekali gak punya (lahan). Di darat saya gak punya, apalagi di laut. Merasalah (dirugikan) saya gak terima," ucap Nasarudin. 

Menurut Nasarudin, namanya bisa tercatut diduga setelah pihak Desa Kohod meminjam KTP anaknya. 

"Tiba-tiba pinjam KTP ke anak saya. Diambil begitu saja, sebelumnya saya gak tahu, tiba-tiba jadi seperti ini," tambahnya. 

Henri Kusuma, Tim Advokasi Warga menjelaskan bahwa kasus ini terjadi di Desa Kohod. 

Dia pun menyinggung keterkaitan masalah ini dengan peran Kades Kohod Arsin bin Sanip alias Arsin. 

"Itu khusus Desa Kohod ya. Di Desa Kohod itu terbagi menjadi beberapa pecahan sertifikat. Nah, si kepala desa ini meminta, dalam tanda petik mengarahkan individu-individu salah satunya adalah warga," kata Henri. 

Menurut Henri, warga dibohongi dengan cara dimintai KTP kemudian dibikin surat Pengantar Model 1 atau PM1 yang biasanya ditandatangani  oleh Lurah atau Sekretaris Kelurahan. 

"PM1 diurus sama kepala desa denga kroni-kroninya juga. Nah, salah satu warga kami itu diminta KTP tanpa sepengetahuan untuk dibuatkan SHGB. Dalam prosesnya, PM1nya itu bukan PM1 untuk sertifikat, tapi dibuatkan surat keterangan waris, jadi seolah-olah ayahmya sudah meninggal. Sehingga asal usulnya itu meninggal," jelas Henri. 

>>>Update berita terkini di Googlenews Surya.co.id

Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved