Berita Viral

Selain Kades Kohod, Pria Ini Teriak Minta SHGB Pagar Laut Tangerang Tak Dibatalkan, Warga Bereaksi

Selain Kepala Desa Kohod, Arsin, ternyata ada pria lagi yang mendukung adanya SHGB dan SHM di area laut Tangerang. Ini gelagatnya!

Editor: Musahadah
kolase kompas.com
Seorang pria (kiri) meminta ke Menteri ATR/BPN Nusron Wahid agar SHGB dan SHM di area pagar laut tak dibatalkan. 

Bahkan, mereka meminta kepada Kementerian ATR/BPN untuk mengusut soal penerbitan SHGB dan SHM tersebut.

"Hidup Pak Menteri, hidup Pak Menteri, usut tuntas!," ujar para warga Desa Kohod di lokasi, Jumat. 

Tidak hanya itu, mereka juga menunjukan kekesalannya dengan meminta pemerintah menangkap para mafia tanah yang telah menyalahgunakan SHGB untuk laut di sekitar pesisir Alar Jimab, Desa Kohod.

"Usut pihak-pihak terkait! Pagar laut usut, jangan kalah sama uang," kata salah satu warga Desa Kohod.

"Tangkap mafia-mafia tanah," ucap warga Desa Kohod lainnya dengan nada suara tinggi.

Adapun Nusron yang ditemani oleh jajaran Kementerian ATR/BPN dan Kepala Desa Kohod, Arsin mendatangi area laut yang secara administrasi ternyata terdaftar di aplikasi BHUMI milik Kementerian ATR/BPN.

Dalam aplikasi tersebut, diketahui bahwa laut di pesisir Almarhum Jimab, Desa Kohod, sudah memiliki SHGB dan SHM.

Bahkan, laut di sana tercatat sudah ada tuannya, yakni PT CIS dan IAM. 

"Kita sudah memasuki kawasan yang di dalam peta aplikasi BHUMI itu ada SHGB nya atas nama PT IAM sepanjang 300 meter (dari pesisir sampai dengan pagar laut)," kata Nusron saat meninjau langsung ke lokasi.

Selain itu, Nusron juga memeriksa langsung pagar laut yang mengelilingi pesisir Alar Jimab, Desa Kohod, yang secara keberadaannya dinyatakan ilegal.

Dari pemeriksaan itu, ia mengatakan bahwa batas di luar garis pantai tidak boleh dijadikan properti pribadi.

"Sertifikat tersebut cacat prosedur dan cacat material, sehingga batal demi hukum," kata Nusron.

Oleh sebab itu, Kementerian ATR/BPN langsung membatalkan penerbitan sertifikat yang dimaksud karena telah melanggar aturan.

Terlebih, di laut tersebut sudah tidak terlihat lagi adanya tanah karena sudah terjadi abrasi sejak 2020 lalu. 

"Kalau kondisi begini dan mau mensertifikatkan, harus nunggu tanah kering. Kedua, tunggu reklamasi dulu," jelas dia.

Halaman
1234
Sumber: Kompas.com
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved