Kades Miliarder Lawan Tuduhan Penggelapan, Gugat Balik Pemdes Sekapuk dan Polres Gresik Rp 13 M

Dari proses tersebut penggugat (Halim) berhasil mengurus 3 BPKB Mobil, 8 Sertifikat Hak Pakai dan 1 sertifikat wakaf. 

Penulis: Sugiyono | Editor: Deddy Humana
surya/mohammad sugiyono
Mantan Kades Sekapuk, Abdul Halim bersama istri menunjukkan aset desa berupa sertifikat tanah dan BPKB yang dibawanya untuk diamankan di rumah, Kamis (6/6/2024). 


SURYA.CO.ID, GRESIK - Abdul Halim, mantan Kepala Desa (Kades) Sekapuk, Kecamatan Ujungpangkah, Kabupaten Gresik akhirnya melawan tuduhan penggelapan aset desa. Pelopor Desa Miliarder itu mengajukan gugatan kepada Pemdes Sekapuk dan Polres Gresik sebesar Rp 13 miliar.

Dalam gugatan yang dilayangkan 6 Januari 2025 itu, Halim meminta para tergugat untuk membayar kerugian materiil Rp 3 miliar dan immateriil sebesar Rp 10 miliar secara tanggung renteng. 

Kuasa hukum Abdul Halim, M Machfudz dari Kantor MHZ Law Office mengatakan, saat masih menjadi kades kliennya dengan persetujuan dan sepengetahuan Tergugat I (Sekdes) dan Tergugat II (BPD)  mengurus dan menyelesaikan surat-surat administrasi aset desa untuk mensertifikatkan tanah desa, melalui program Pendaftaran Tanah Sistematis Lengkap (PTSL) dan pengurusan BPKB mobil. 

Dari proses tersebut penggugat (Halim) berhasil mengurus 3 BPKB Mobil, 8 Sertifikat Hak Pakai dan 1 sertifikat wakaf. 

"Bahwa fisik objek sengketa yang diurus penggugat, secara fisik sekarang telah berada dalam penguasaan Pemdes Sekapuk tanpa terkecuali dan secara ril serta efektif aset-aset tersebut telah dimanfaatkan dan digunakan oleh pemdes. Dan digunakan operasional pemdes serta menjadi aset desa," kata Machfudz, Senin (20/1/2025). 

Selama ini, pihak penggugat sudah berusaha mempertanggungjawabkan secara prosedural dan  meminta klarifikasi serta mediasi terkait aset penggugat.

Yaitu dua sertifikat tanah dan satu BPKB mobil pribadi yang dijaminkan di lembaga bank UMKM dan bank BMT dengan pinjaman sebesar Rp 1,5 miliar. 

"Dari jumlah tersebut, Rp 500 juta digunakan oleh penggugat, dan Rp 1 miliar digunakan oleh desa untuk pembayaran pembelian tanah sebagai lahan Puskesmas. Dan aset tersebut sekarang telah memiliki nilai jual yang diperkirakan mencapai Rp 3 miliar," imbuhnya. 

Setelah purnatugas sebagai Kades Sekapuk, Halim mencari pekerjaan sebagai mentor, pemateri dan narasumber di berbagai perguruan tinggi, serta penyuluhan UMKM di berbagai daerah, khususnya di Jakarta.

Bahwa saat bekerja sebagai mentor dan narasumber di Jakarta, Halim dilaporkan dengan tuduhan penggelapan aset desa. 

"Padahal, aset desa secara fisik tetap berada di bawah penguasaan desa. Sertifikat dan BPKB yang ada pada penggugat, tetap dijaga dengan iktikad baik, tanpa adanya niat jahat untuk memilikinya. Dan penggugat berkomitmen untuk menyerahkannya kepada kades baru melalui proses musyawarah dan mediasi," paparnya. 

Selain tuduhan penggelapan, penggugat juga dilaporkan dengan dugaan korupsi, padahal Tergugat I dan Tergugat II turut terlibat dalam semua proses pengelolaan dan pengembangan pembangunan desa yang dilakukan oleh penggugat. 

"Seluruh kegiatan telah dilaporkan kepada inspektorat yang telah melakukan pemeriksaan tanpa menemukan adanya indikasi korupsi atau penyimpangan keuangan," jelasnya. 

Menurut Machfudz, dari peristiwa tersebut, jelas dan tegas penguasaan objek sengketa oleh penggugat bukan merupakan delik pidana.

Namun merupakan sengketa perdata atau juga merupakan sengketa ketatanegaraan, sehingga merupakan kesalahan yang amat fatal kalau dibawa ke ranah pidana. 

Halaman
12
Sumber: Surya
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved