Kaki dan Tangan TKW Jember Menghitam

Kisah Pilu TKW Jember, Kaki dan Tangannya Menghitam karena Nekrosis setelah Operasi di Singapura

Septia Kurnia Rini, seorang Tenaga Kerja Wanita (TKW) asal Jember, mengalami nasib pilu setelah diduga menjadi korban malpraktik di Singapura

Editor: Adrianus Adhi
Kompas.com
Septia Rini TKW Jember Terkena Penyakit 

SURYA.co.id, Jember - Septia Kurnia Rini, seorang Tenaga Kerja Wanita (TKW) asal Jember, mengalami nasib pilu setelah diduga menjadi korban malpraktik di Singapura. Berikut adalah kisah lengkapnya.

Kondisi Kesehatan Septia Kurnia Rini

Septia Kurnia Rini, yang bekerja sebagai Pekerja Migran Indonesia (PMI) di Singapura, kini lumpuh dan hanya bisa terbaring lemah di kamarnya yang berukuran 3x3 meter.

Jemari tangan dan kakinya berwarna hitam pekat, menunjukkan ada sesuatu yang tidak beres dengan kesehatannya.

Baca juga: Alasan Andrianto, Guru SMP Magetan Jalan Kaki ke Jawa Tengah karena Mutasi, Sudah Tunggu dari 2018

Baca juga: Profil AKP Tomi Samuel Marbun, Pasukan Jenderal TNI Maruli Simanjuntak Ikut Membantu Pencarian

Awal Mula Penderitaan

Penderitaan Septia berawal ketika dia merasakan ada bisul di bagian paha, tidak lama setelah memperpanjang kontraknya.

Bisul tersebut berbeda dari biasanya, berwarna merah tanpa mata dan nyeri.

Setelah empat hari merasakan nyeri, Septia meminta obat pereda nyeri kepada majikannya.

Operasi di Singapura

Setelah mengonsumsi obat, bisul Septia tidak kunjung sembuh. Akhirnya, dia disarankan untuk berobat ke rumah sakit di Singapura dan menjalani operasi.

Namun, setelah operasi, Septia mengalami koma selama sembilan hari.

Saat terbangun, dia terkejut melihat kondisi tangan dan kakinya yang berwarna hitam pekat, diikat, dan dibungkus kain.

Merasa Terasing

Selama menjalani perawatan, tidak ada satu pun petugas dari Kedutaan Besar Republik Indonesia (KBRI) yang menjenguknya.

Septia merasa terasing dan jauh dari keluarganya.

Setelah 13 hari, dia dipulangkan ke Indonesia oleh majikannya, namun tidak ke Jember, melainkan ke rumah sakit di Batam menggunakan kapal ferry.

Perawatan di Batam

Di Batam, Septia dirawat selama seminggu dengan biaya ditanggung oleh majikannya.

Ironisnya, majikannya sempat meminta uang kepada keluarga Septia untuk menutupi biaya perawatan di Singapura, tetapi Septia menolak.

Dia merasa majikannya seharusnya bertanggung jawab atas kondisinya.

Baca juga: Ekspresi Sinis Anak Ibu Kantin saat Minta Maaf Soal Buang Dagangan Siswi MTs Disorot, Masih Dendam?

Baca juga: Akhir Kasus Ibu Kantin Buang Dagangan Siswi MTs di Brebes, Cuma Minta Maaf Tanpa Beri Ganti Rugi

Kembali ke Jember

Pada bulan Oktober 2024, Septia dijemput keluarganya dan kembali ke Jember.

Meski sudah di rumah, kondisi kesehatannya tak kunjung membaik.

Kakinya terasa keras seperti kayu yang terbakar, kaku, dan tak bisa digerakkan. Septia menduga bahwa kondisinya disebabkan oleh malpraktik.

Harapan Perhatian Pemerintah

Septia berharap mendapatkan perhatian dari Pemerintah.

Dia menyampaikan kisahnya kepada Menteri P2MI Abdul Kadir Karding dan berharap ada solusi untuk mengurangi beban hidupnya.

Abdul Kadir Karding menjanjikan akan memberikan dukungan lewat kerja sama dengan Pemerintah Daerah, meskipun belum merinci dukungan seperti apa yang akan diberikan

Sementara, menurut dr Faida, Direktur Rumah Sakit Bina Sehat Jember kondisi ini disebabkan oleh kematian sel (nekrosis) yang terjadi di tangan dan kaki pasien setelah menjalani operasi di Singapura.

Penyebab Kematian Sel

Dr. Faida menjelaskan bahwa nekrosis terjadi karena adanya infeksi yang belum sembuh sepenuhnya setelah operasi.

"Infeksi yang belum selesai saat operasi tersebut berdampak pada jari-jari tangan dan kaki pasien, menyebabkan nekrotik atau kematian sel," ungkapnya pada Jumat (20/12/2024).

Penanganan Pasien di Rumah Sakit Bina Sehat Jember

Sepulangnya dari Singapura, Septia Kurnia Rini menjalani perawatan di Rumah Sakit Bina Sehat Jember.

"Kami melihat kondisinya sudah membaik dibanding saat pertama kali datang. Awalnya, menghitamnya sampai pergelangan tangan dan kaki, tapi sekarang hanya pada jari-jari saja," kata dr. Faida.

Baca juga: Ingat Kades Di Boyolali yang Digerebek Berduaan Di Rumah Janda Cantik? Ogah Mundur dengan Alasan Ini

Baca juga: Sosok Ustaz Maulana yang Berani Sindir Gus Miftah, Terang-terangan Parodikan Sunhaji Penjual Es Teh

Upaya Pencegahan Amputasi

Tanda-tanda kematian sel terlihat jelas dengan menghitamnya tangan dan kaki pasien. Dr. Faida berupaya untuk tidak melakukan amputasi terhadap bagian tubuh pasien tersebut.

"Sel-sel mati kami hilangkan agar bisa tumbuh sel baru. Kami berusaha mempertahankan bagian tubuh tersebut untuk menghindari amputasi," jelasnya.

Peluang Kesembuhan Pasien

Dr. Faida menyebutkan bahwa peluang sembuh bagi pasien ada, meskipun tidak bisa sepenuhnya kembali seperti sedia kala. Setidaknya, rasa nyeri yang dialami pasien dapat berkurang.

"Target kami adalah agar pasien tidak merasakan nyeri sepanjang hari, dan jari-jari tangannya bisa dilatih hingga tidak terasa nyeri dan kembali lentur," tambahnya

(KOMPAS.com/SURYA.co.id)

===

Kami mengajak Anda untuk bergabung dalam Whatsapp Channel Harian Surya. Melalui Channel Whatsapp ini, Harian Surya akan mengirimkan rekomendasi bacaan menarik Surabaya, Sidoarjo, Gresik, Persebaya dari seluruh daerah di Jawa Timur. Klik di sini untuk untuk bergabung

Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved