Sindikat Uang Palsu Kampus UIN Makassar

Duduk Perkara Pejabat UIN Alauddin Makassar Diduga Jadi Otak Kasus Percetakan Uang Palsu di Kampus

Terungkap duduk perkara pejabat di Universitas Islam Negeri (UIN) Alauddin Makassar, Sulawesi Selatan, terlibat kasus pencetakan uang palsu.

|
Penulis: Arum Puspita | Editor: Musahadah
Kolase Kompas/Tribun Timur
Andi Ibrahim diduga jadi otak kasus percetakan uang palsu di Universitas Islam Negeri (UIN) Alauddin Makassar, Sulawesi Selatan. 

SURYA.CO.ID - Terungkap duduk perkara pejabat di Universitas Islam Negeri (UIN) Alauddin Makassar, Sulawesi Selatan, terlibat kasus percetakan uang palsu.

Dr. Andi Ibrahim, Kepala UPT Perpustakaan Pusat UIN Alauddin Makassar, diduga jadi otak kasus percetakan uang palsu yang dilakukan di lingkungan kampus.

Kasus ini terbongkar setelah polisi menemukan dugaan pabrik uang palsu di Perpustakaan Syekh Yusuf, Kampus II UIN Alauddin Makassar.

Sebagian uang palsu diketahui telah beredar di Kabupaten Mamuju, Sulawesi Barat (Sulbar), dan beberapa daerah di Sulawesi Selatan seperti Kabupaten Gowa dan Wajo. 

Terkait kasus tersebut, polisi menangkap lima tersangka di Mamuju, yakni:

MB (35), pegawai honorer UIN Alauddin Makassar.

TA (52), ASN Pemprov Sulbar.

MMB (40), ASN Pemprov Sulbar. 

IH (42), seorang tukang jahit.

WY (32), seorang wiraswasta. 

Dari tangan mereka, polisi menyita uang palsu senilai Rp 11 juta, siap edar.

Menurut Kasi Humas Polresta Mamuju, Ipda Herman Basir, uang palsu ini diproduksi di UIN Alauddin Makassar dan diperjualbelikan di Kabupaten Mamuju sejak pertengahan November 2024.

Atas perintah Andi Ibrahim, MB membawa uang palsu ke Mamuju dan mencari jaringan untuk mengedarkan uang tersebut. 

TA kemudian menawarkan uang palsu kepada IH dengan imbalan Rp 10 juta uang asli untuk mendapatkan Rp 20 juta uang palsu.

Setelah transaksi berhasil, TA menerima bonus Rp 1 juta dari MB.

Sementara  MMB dan WY, juga mendapatkan bagian uang palsu.

Polisi mencatat sekitar Rp 9 juta uang palsu telah beredar di Mamuju dan telah digunakan berbelanja di toko-toko dan swalayan.

Hingga kini, total 15 tersangka telah ditangkap terkait kasus ini.

Sembilan tersangka ditahan di Polres Gowa dan lima tersangka dibawa dari Mamuju ke Polres Gowa. 

Sementara atu tersangka ditangkap di Kabupaten Wajo. Kapolres Gowa, AKBP Reonald Simanjuntak, menyebutkan bahwa penyidikan terus dilakukan untuk mengungkap kemungkinan tersangka lainnya.

Polisi menemukan sejumlah barang bukti di Kampus II UIN Alauddin Makassar, termasuk uang palsu senilai Rp 446 juta. 

Penyelidikan dimulai setelah pelaku pertama ditangkap di Kecamatan Pallangga, Gowa, saat bertransaksi menggunakan uang palsu emisi terbaru senilai Rp 500 ribu.

Dinonaktifkan

Wakil Rektor III UIN Alauddin Makassar, Muhammad Khalifah Mustamin, mengonfirmasi bahwa kepala perpustakaan dan satu staf terlibat dalam kasus ini.

Kedua pelaku telah dinonaktifkan dari jabatan mereka.

Namun, keputusan pemecatan memerlukan mekanisme lebih lanjut dari Kementerian Dalam Negeri.

Muhammad Khalifah menegaskan bahwa kampus akan kooperatif mendukung investigasi polisi.

“Kami mendukung penuh pemberantasan tindakan yang merugikan masyarakat dan nama baik kampus,” ujarnya.

Respons Pihak Kampus

Sementara Rektor UIN Alauddin Makassar, Prof. Hamdan Juhannis, menyatakan bahwa pihak kampus menunggu hasil penyelidikan resmi dari polisi.

“Jika terbukti bersalah, sanksi akademik yang tegas akan diberikan. Namun, untuk saat ini, kami tidak ingin berspekulasi,” kata Prof. Hamdan.

Komentar Sosiolog

Sosiolog, Ansar Aminullah, mengungkpkan bahwa kasus uang palsu di lingkungan kampus membuktikan minimnya moralitas di dunia pendidikan.

Menurutnya, hal ini menyebabkan ilmu pengetahuan yang diperoleh disalahgunakan untuk memenuhi ambisi materi.

"Ada beberapa kasus tindak pidana terorganisir yang terjadi di dalam kampus."

"Peristiwa ini seolah menyadarkan kita akan terjadinya pengikisan moralitas anak bangsa, khususnya dalam upaya membawa nilai-nilai kejujuran sebagai modal berharga membangun dunia pendidikan," kata Ansar Aminullah, dikutip SURYA.CO.ID dari Kompas.com.

Ansar menegaskan bahwa dunia pendidikan seharusnya lebih fokus pada pengembangan moralitas ketimbang hanya mengejar kualitas ilmu pengetahuan.

Ia mengingatkan bahwa ilmu pengetahuan yang diperoleh tanpa dilandasi moralitas bisa menimbulkan penyalahgunaan untuk mengejar kepentingan materi tanpa mempertimbangkan dampak terhadap masyarakat. 

"Dunia akademik selama ini hanya sibuk dengan ilmu pengetahuan tanpa pengawasan moralitas dan aktivitas ilegal," ungkapnya. 

Peredaran uang palsu yang diproduksi di dalam kampus ini telah menimbulkan kekhawatiran di masyarakat.

Beberapa pedagang di pasar-pasar Kabupaten Gowa bahkan mulai enggan menerima pembayaran tunai dengan pecahan Rp 100.000, karena khawatir menjadi korban peredaran uang palsu

 

===

Kami mengajak Anda untuk bergabung dalam Whatsapp Channel Harian Surya. Melalui Channel Whatsapp ini, Harian Surya akan mengirimkan rekomendasi bacaan menarik Surabaya, Sidoarjo, Gresik, Persebaya dari seluruh daerah di Jawa Timur.  

Klik di sini untuk untuk bergabung 

Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved