Berita Viral

Kisah Ujang Lulusan SD yang Cari Nafkah Jadi Tukang Servis Panci, Mampu Sekolahkan Anak Sampai S2

Kisah seorang tukang servis panci bernama Ujang Nuryadien dalam berjuang mencari nafkah sangat menginspirasi. Mampu sekolahkan anak sampai S2.

kolase Kompas.com
Kolase foto Ujang, Lulusan SD yang Cari Nafkah Jadi Tukang Servis Panci. Mampu Sekolahkan Anak Sampai S2. 

SURYA.co.id - Kisah seorang tukang servis panci bernama Ujang Nuryadien dalam berjuang mencari nafkah sangat menginspirasi.

Meski cuma lulusan Sekolah Dasar (SD), Ujang mampu menyekolahkan anaknya hingga S2.

Ujang membuka jasanya di toko kelontong yang berada di kawasan Pasar Kahayan, Kota Palangka Raya, Kalteng.

Ia telah menjadi tukang servis panci sejak jaman krisis moneter, tepatnya pada tahun 1997.

Ayah empat anak ini telah merantau dari Pulau Jawa ke Kalimantan sejak tahun 1994.

Baca juga: Kisah Djajam Loper Koran Mampu Sekolahkan Anak Jadi Tentara, Kini Buka Usaha dan Punya 8 Anak Buah

Dia pernah berada di Kalimantan Selatan, Kalimantan Timur, hingga menetap di Kalimantan Selatan.

"Saya ke Kalimantan sejak 1994 ikut orang merantau, pertama di Kalsel, kemudian Kaltim," katanya.

"Bekerja serabutan, sempat jadi kuli bangunan juga," ujar dia, dikutip dari Kompas.com.

Saat itu, kesulitan memenuhi kebutuhan hidup menjadi alasan Ujang Nuryadien akhirnya merantau ke Kalimantan.

Terlebih, dia hanya lulusan sekolah dasar (SD) sehingga harus memutar otak untuk mencari penghasilan yang cukup.

Lantas Ujang pun mulai belajar menambal panci dari temannya.

Tidak hanya menyervis panci, Ujang Nuryadien juga mengerjakan berbagai alat-alat rumah tangga lainnya.

Tangannya yang sudah sepuh bergerak lincah mengukur, menggunting, sampai memukul-mukul aluminium hingga membentuk tutup mesin peniris minyak.

"Selain menambal, saya juga menerima pembuatan alat rumah tangga, dandang bakso, loyang roti, dan alat lain yang bahannya dari aluminium," ucap Ujang, dengan bahasa Banjar dengan aksen Sunda.

Toko yang dijadikannya tempat usaha kini ia tempati dengan sistem sewa.

Jarak antara toko dan tempat tinggalnya tidak terlalu jauh.

Toko servis berbahan kayu yang menjadi tempat usahanya menjadi saksi bisu perjuangan Ujang Nuryadien mencari nafkah.

Meskipun hanya seorang lulusan SD, Ujang Nuryadien ingin anaknya mendapatkan pendidikan yang layak.

"Saya cuma lulusan SD, ibunya juga sama, tapi saya ingin anak-anak kami punya masa depan yang lebih baik. Jalurnya ya melalui pendidikan," ungkap Ujang.

Dia pun menyisihkan uang dari kebutuhan sehari-hari, untuk tabungan pendidikan anaknya.

"Lumayan lah, sebulan paling sedikit bisa dapat Rp3 juta, tapi itu naik turun, tergantung banyak sedikitnya orang yang mau servis," ujar dia.

Berkat penghasilan dari servis panci dan alat rumah tangga tersebut, dia bisa membuat anak-anaknya menempuh pendidikan dengan baik.

Anak keduanya, Bela Novita, yang menjadi sumber kebanggaannya, berhasil menamatkan S1 di IAIN Palangka Raya.

"Saat ini dia lanjut S2 di universitas yang sama. Alhamdulillah sekarang bisa bekerja sebagai supervisor di salah satu perusahaan ritel di Palangka Raya," tutur dia.

Bagi Ujang, pendidikan adalah kunci mengubah nasib seseorang menjadi lebih baik.

Melalui kios kecil dan usaha yang digelutinya, kisah Ujang memberikan pesan bahwa kerja keras mampu memperbaiki nasib seseorang, betapapun terbatasnya.

Di kisah lain, ada sosok Amat, penjual bubur yang sukses menyekolahkan tiga anak hingga bisa naik haji.

Sudah 28 tahun Amat melakoni pekerjaan sebagai penjual bubur. 

Bubur tersebut merupakan resep buatan istri Amat.

Setelah bubur siap, ia mengganti pakaian dengan jubah dan kopiah putih.

Kemudian bergegas berangkat jualan dengan menggunakan sepeda motor yang bagian belakangnya diberi kotak kayu untuk meletakkan bubur dagangannya. 

Setiap hari ia berjualan mulai pukul 17.00 hingga pukul 23.00 WIB, di seberang simpang empat Jalan Soekarno-Hatta, Kota Ranai.

‘’Buburnya berapa pak? Lima ribu saja satu bungkus,’’ ujar Amat menyapa seorang pembeli.

Amat, penjual bubur
Amat, penjual bubur (Tribun Batam)

Warga Kampung Air Tawak, Kelurahan Ranai Darat, Kecamatan Bunguran Timur, Kabupaten Natuna, Riau ini tampak cekatan menyiapkan bubur pesanan pembeli. 

Selain bubur kacang hijau, Amat juga menjual bubur ketan hitam dan kolak pisang.

Amat mengaku dagangannya kerap ludes terjual.

"Kecuali hari Jumat, saya libur jualan. Alhamdulillah selalu habis terjual setiap hari," ucapnya, dikutip dari Tribun Batam.

Amat bercerita, awalnya ia tidak berjualan menggunakan sepeda motor, melainkan sepeda ontel.

Ia berkeliling permukiman penduduk.

Seiring berjalannya waktu, Amat membeli sepeda motor sebagai kendaraan untuk usahanya sejak 2008 hingga sekarang.

Meskipun hanya berjualan bubur, hasil penjualan yang ia dapat masih mencukupi kehidupannya.

"Biasanya kalau habis semua sekitar Rp 300 ribu. Sehari paling rendah Rp 200 ribu," ungkapnya.

Untuk menambah penghasilan, Amat juga menjual ayam kampung dan telur ayam sebagai pekerjaan sampingan.

Sebelumnya, ia juga sempat berjualan dodol dan sayuran keliling.

Dari kerja keras dan semangatnya itu, Amat berhasil menyekolahkan tiga anaknya.

Anak pertamanya kini bekerja di RSUD Natuna dan sudah menikah.

Anak perempuan keduanya juga telah menikah dan bekerja sebagai guru SD di Kota Pekanbaru, Riau.

"Anak saya yang ketiga laki-laki tamatan SMK. Alhamdulillah sudah bekerja," ujar Amat.

Amat juga menunaikan rukun Islam kelima dengan melaksanakan ibadah haji tepatnya pada 2008.

Keberangkatannya ke Arab Saudi setelah menjual salah satu tanah miliknya di Ranai.

Ia berharap bubur yang dijual tidak hanya membawa keberkahan baginya tetapi juga kepada pembeli.

"Untuk itu saya selalu mendoakan setiap orang yang membeli dagangan saya," pungkasnya.

>>>Update berita terkini di Googlenews Surya.co.id

Sumber: Kompas.com
Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved