Berita Surabaya

Tim Revitalisasi Tembakau Jatim Sebut PP28/2024 akan Ganggu Visi Ekonomi Pemerintahan Prabowo-Gibran

PP28/2024 tentang Kesehatan terus menuai protes dari banyak kalangan di berbagai daerah, khususnya di Jawa Timur.

Penulis: Sri Handi Lestari | Editor: irwan sy
sri handi lestari/surya.co.id
Dari kiri ke kanan: Kepala Penelitian Kebijakan Ekonomi dan Bisnis Universitas Brawijaya Prof Candra Fajri Ananda, bersama Sulami Bahar, Ketua Gapero Surabaya dan anggota Komisi VII DPR RI Bambang Haryo S saat tampil sebagai narasumber dalam Focus Group Discussion dengan tema 'Masa Depan Industri Hasil Tembakau di Era Prabowo-Gibran' yang digelar oleh Jurnalis Ekonomi-Bisnis Surabaya (JEBS) di Surabaya, Senin (2/12/2024). 

"Namun karena banyaknya regulasi yang dikeluarkan oleh pemerintah, maka industri ini akhirnya terus mengalami penurunan. Saat ini ada sekitar 500 regulasi yang diterbitkan berbagai kementerian dan lembaga negara. Sekitar 89,68 persen pengaturan IHT adalah pembatasan, sementara 9,19 persen berisi tentang pengaturan cukai," beber Suami.

Dan PP 28/2024 ini akan menambah daftar panjang regulasi yang tidak berkeadilan, hanya melihat dari satu sisi saja yaitu kesehatan.

PP 28/2024 sangat mengancam keberlangsungan IHT di Indonesia.

Adanya aturan kemasan polos yang ada dalam PP tersebut berdampak pada semakin merajalelanya peredaran rokok illegal.

"Peredaran rokok ilegal ini tidak hanya merugikan IHT tetapi juga merugikan pemerintah karena tidak ada cukai hasil tembakau (CHT) yang masuk. Pengusaha legal terbebani 70 persen - 83 persen pajak, dan berimbas ke harga yang kian tinggi," papar Sulami.

Sedangkan rokok ilegal tidak ada beban pajak, dan memiliki harga yang murah.

Belum lagi aturan tentang pembatasan kandungan tar dan nikotin yang pastinya juga akan semakin memperpuruk ekosistem pertembakauan tanah air.

"Untuk itu, Gapero Surabaya menolak keras diberlakukannya PP 28/2024,” tegas Sulami.

Kepala Penelitian Kebijakan Ekonomi dan Bisnis Universitas Brawijaya Prof Candra Fajri Ananda mengungkapkan bahwa PP 28/2024 mengatur tiga aspek, yaitu pembatasan kadar nikotin, standarisasi kemasan (plain Packaging) dan larangan iklan dan promosi.

Ketiga aspek tersebut memberikan dampak negative cukup besar terhadap IHT.

"Pembatasan kadar tar dan nikotin yang cukup rendah misalnya, dapat berdampak buruk terhadap petani tembakau Indonesia, karena tembakau lokal umumnya memiliki kadar nikotin yang tinggi," kata Prof Candra.

Akibatnya, industri harus mengimpor tembakau dengan kadar nikotin lebih rendah, yang dapat merugikan petani lokal.

Sedangkan kebijakan kemasan polos berpotensi mengurangi daya saing produk lokal dan membuka peluang bagi peningkatan peredaran rokok ilegal.

Sementara sebagai pengagum sosialis, sebagian besar program Presiden Prabowo adalah melindungi orang miskin, termasuk program Makan Bergizi Gratis (MBG).

“Subsidi besar banget dan semuanya menjadi beban APBN. 80 persen janji-janjinya adalah janji belanja. Maka harusnya sumber APBN harus diamankan, termasuk IHT melalui Cukai Hasil Tembakau yang disetorkan kepada negara,” terang Prof Candra.

Halaman 2/3
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved