Berita Jombang

Rumah Sudah Tidak Aman, Ayah Tiri Dominasi Puluhan Kasus Kekerasan Pada Perempuan di Jombang

Lebih lanjut di tahun 2024, WCC mencatat ada sebanyak 95 kasus yang didominasi kasus Kekerasan Seksual (KS). 

Penulis: Anggit Puji Widodo | Editor: Deddy Humana
surya/Anggit Puji Widodo (anggitkecap)
WCC Jombang meluncurkan buku panduan anti kekerasan seksual di Kampus Unipdu Jombang, Senin (25/11/2024). 

SURYA.CO.ID, JOMBANG - Bertajuk Kota Santri, bukan berarti Jombang steril dari kasus-kasus yang berkaitan dengan gender, seperti kekerasann pada perempuan dan anak.

Dari catatan Women Crisis Center (WCC) Jombang, sepanjang tahun 2023 kasus pelecehan seksual pada perempuan lebih banyak dilakukan ayah tiri. 

Lembaga pendampingan perempuan korban kekerasan berbasis gender ini menyebut, sepanjang tiga tahun terakhir, yakni 2021-2023 kasus pelecehan seksual di Jombang mencapai 416 kasus. 

Lebih lanjut di tahun 2024, WCC mencatat ada sebanyak 95 kasus yang didominasi kasus Kekerasan Seksual (KS). 

Lalu ada 43 kasus kekerasan seksual terhadap istri, 7 kasus kekerasan terhadap anak dan 3 kasus tindak pidana umum dan 2 perdagangan manusia. 

Dilihat dari relasinya, ada sebanyak 8 kasus kekerasan seksual tahun 2023-2024 yang pelakunya adalah bapak tiri. 

"Untuk di tahun ini, kasus kekerasan seksual pelakunya didominasi oleh bapak tiri," ucap Direktur WCC Jombang, Ana Abdillah di Kampus Universitas Pesantren Tinggi Darul Ulum (Unipdu) Rejoso Peterongan, Senin (25/11/2024).

Ana menjelaskan, tahun ini tercatat dari 8 kasus pelecehan seksual memang dilakukan oleh bapak tiri. Hal itu sangat disayangkan, karena kasus pelecehan bisa terjadi di rumah yang seharusnya menjadi tempat paling aman. 

"Untuk hal ini, berarti bagi para perempuan yang memiliki jaminan untuk menikah itu harus mengkonfirmasi bahwa bapak sambung ini bisa menjadi ruang yang aman bagi anak-anaknya," ujarnya. 
 
Seperti contoh kasus yang sempat viral di media, di mana salah satu anak di Kecamatan Kabuh mulai merasa terganggu akan kedatangan bapak tirinya yang hidup satu rumah sejak Sekolah Dasar (SD) sampai dewasa. 

WCC juga menyarankan para orangtua untuk membentuk lingkungan yang mendukung supersistem dari pemulihan korban. 

"Untuk kasus yang pelakunya ayah tiri, itu yang membingungkan. Ketika ibu kandung justru membela bapaknya atau suaminya. Itu yang banyak kami temukan dan menjadi tantangan bagi kami," ungkap Ana.

Selain kasus kekerasan seksual di rumah, ada pula kasus yang kerap terjadi kepada para perempuan di Perguruan Tinggi. Sudah banyak contoh kasus bagaimana kekerasan di kampus ini terjadi. 

Sebagai salah satu upaya untuk melakukan pencegahan dini, WCC Jombang meluncurkan Buku Pedoman Pencegahan dan Penanganan Kekerasan Seksual Berbasis Islam di Perguruan Tinggi. 

Buku ini diluncurkan dalam rangka mendukung kampanye global 16 Hari Anti Kekerasan terhadap Perempuan. 

Ada 11 perguruan tinggi di Jombang yang tergabung dalam Forum Satuan Tugas Pencegahan dan Penanganan Kekerasan Seksual (Satgas PPKS) Jombang meluncurkan Buku Pedoman Pencegahan dan Penanganan Kekerasan Seksual Berbasis Islam di Perguruan Tinggi. 

Peluncuran ini bertujuan untuk menciptakan kampus yang inklusif, aman, dan bebas dari kekerasan, khususnya kekerasan seksual. Ana menjelaskan, peluncuran buku ini adalah terobosan menghadapi kekerasan seksual di perguruan tinggi. 

Bagi Ana, kekerasan seksual adalah masalah serius yang perlu mendapatkan perhatian lebih di perguruan tinggi. Adanya buku ini juga bisa menjadi pedoman.

"Adanya buku pedoman ini, kami berharap semua pihak, terutama di lingkungan pendidikan, dapat lebih responsif dan bertindak lebih cepat dalam menangani kasus-kasus kekerasan seksual," ungkap Ana. 

Ia berharap, hadirnya buku ini bisa menjadi simbol keseriusan semua pihak untuk memerangi kekerasan seksual. Dan bisa menjadi pertanda perubahan sistematik dalam dunia pendidikan. 

Buku ini nantinya akan didistribusikan ke seluruh perguruan tinggi di Kabupaten Jombang sebagai bagian dari upaya penyebarluasan informasi dan panduan praktis mencegah penanganan kekerasan seksual. 

"Kampanye 16 Hari Anti Kekerasan terhadap perempuan ini bisa memperkuat kesadaran kita akan pentingnya menciptakan ruang aman bagi perempuan dan kelompok rentan di kampus," pungkasnya.  *****

Sumber: Surya
Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved