Ketahanan Pangan Jatim

Produksi Susu di Kabupaten Pasuruan Menurun Dampak PMK, Puluhan Ribu Peternak Berusaha Bangkit

Kabupaten Pasuruan menjadi salah satu Kabupaten penghasil susu terbesar di Jawa Timur.

surya.co.id/galih lintartika
Kabupaten Pasuruan, salah satu Kabupaten penghasil susu terbesar di Jawa Timur. 

SURYA.CO.ID, PASURUAN - Kabupaten Pasuruan menjadi salah satu Kabupaten penghasil susu terbesar di Jawa Timur.

Dari data yang didapatkan di Dinas Peternakan dan Kesehatan Hewan Kabupaten Pasuruan, produksi susu mencapai 97 ton per tahun.

Kondisi ini turun dibandingkan tahun - tahun sebelumnya yang bisa mencapai 100 juta ton per tahunnya.

Penyebab turunnya produksi susu ini disebabkan karena wabah Penyakit Mulut dan Kuku (PMK) yang sempat menyerang di tahun 2021-2022.

Kepala Dinas Peternakan dan Kesehatan Hewan Kabupaten Pasuruan drh Ainul Arfiyah mengatakan, produksi susu di Kabupaten Pasuruan menurun drastis sejak wabah PMK masuk di Kabupaten Pasuruan.

Bahkan, sampai sekarang, dampaknya masih belum hilang. Menurutnya, wabah itu memang sudah bisa tertangani, tapi produksi susu masih belum bisa pulih seutuhnya karena dampak PMK tersebut.

Ia menyebut, penurunan produksi susu ini hampir terjadi di semua kecamatan penghasil susu.

Misalnya saja Puspo, Tutur, Lumbang, Grati, Lekok, Purwodadi, dan Purwosari. Penurunan produksi susu hampir 30 persen dibanding sebelum PMK.

Di Kecamatan Tutur, sebelum wabah PMK, para peternak bisa menghasilkan susu 125 ton per harinya. 

Namun sejak PMK, produksi susu menurun drastis. Produksi per hari hanya di angka 80 - 90 ton saja.

"Kondisi ini hampir merata dialami para peternak sapi di Kabupaten Pasuruan. Dampak PMK memang masih sangat terasa sampai sekarang. Saat ini, peternak dalam kondisi berusaha bangkit lagi," katanya.

Sekadar informasi, peternak sapi perah di Kabupaten Pasuruan ini kurang lebih 27 ribu peternak.

Dan populasi sapi perahnya bisa lebih dari total peternaknya, karena satu peternak bisa memiliki sapi lebih dari 3-5 ekor.

Belum lagi, kata dia, banyaknya peternak yang belum bisa mengembalikan kondisi sapi - sapi miliknya yang meninggal akibat PMK.

Saat wabah melanda, ada sapi milik peternak yang hanya sakit, tapi banyak yang juga meninggal.

“Populasi sapi yang meninggal juga cukup banyak di Pasuruan karena sebagian besar penduduk Pasuruan itu peternak sapi perah dan sapi daging. Ini yang membuat kami belum bisa bangkit,” sambungnya.

Dia mengatakan, setelah PMK tidak serta merta kondisi sapi-sapi milik peternak itu pulih.

Secara fisik, kondisi sapi memang sehat, virusnya sudah mati. Tapi, efek dari terjangkit virus itu, reproduksi sapi tidak bisa maksimal.

Menurut Ainul, sapi yang awalnya bisa memproduksi susu 10 liter per hari, karena terserang PMK, produksinya tidak lebih dari tujuh liter sehari. Produktivitas sapi tidak seperti sebelum terkena PMK.

“Solusinya ya semua sapi yang terkena PMK ini diganti. Peternak harus menjual sapi - sapi mereka yang sudah tidak lagi produktif karena PMK menjadi potong, dan membeli sapi perah yang baru,” jelasnya.

Jika solusi itu yang diambil, kata dia, muncul masalah baru. Menurutnya, tidak semua peternak mau menjual sapi mereka dan menggantinya dengan sapi perah baru karena alasan yang sangat fundamental yakni biaya.

“Memang harga sapi tidak murah. Maka, para peternak yang tidak memiliki modal untuk membeli sapi perah baru dengan menjual sapi perah yang terdampak PMK itu menolak. Peternak tidak punya biaya tambahan untuk beli sapi baru," terangnya.

Maka dari itu, produksi susu belum bisa maksimal sekalipun sudah sembuh. produksi tidak sampai 50 persen.

Produksi susu tidak bisa sesempurna dulu, dan bagus sebelum terjangkit PMK. Ini persoalan yang harus dicarikan solusi.

Menurutnya, perlu ada langkah besar dan strategis untuk mencarikan solusi atas permasalahan ini.

Misalnya, bantuan atau subsidi yang bisa membantu peternak mendapatkan sapi perah baru dengan harga murah.

"Misalnya, ada bantuan kredit untuk pembelian sapi perah atau lainnya. Ini adalah langkah optimalisasi penambahan populasi ekor di tengah biaya mahal yang harus ditanggung peternak selain pembelian sapi, seperti pakan dan lainnya," urainya.

Menurut Kadis, harga sapi perah normalnya dalam kondisi baik dan siap perah itu sekitar Rp 25 juta.

Dengan harga itu, sapi perah diasumsikan bisa memproduksi susu per hari bisa mencapai 15 liter.

Itu solusi jangka panjang untuk mengembalikan produktifitas susu di Kabupatenn Pasuruan seperti sebelum PMK.

Untuk jangka pendek, pihaknya mendampingi peternak untuk memperbaiki pakan sapi.

"Bagi petani yang tidak mau menjual sapinya walaupun betina produktif untuk dipotong, kami dampingi peternak Untuk memperbaiki pola pakan, proteinnya diperbanyak, dan vitamin-vitamin untuk memperbaiki produksinya," terangnya.

Hanya saja, langkah itu tetap tidak efektif, karena PMK menyerang puting susu sapi, sehingga produksinya tetap tidak maksimal sekalipun pakannya sehat dan bergizi. Memperbaiki pakan tidak mengembalikan produktifitas susu.

"Memperbaiki pakan tidak bisa sepenuhnya mendongkrak produktifitas susu seperti sebelum terjangkit PMK. Paling hanya mengembalikan 10 persen saja. Solusinya, ganti sapi yang terjangkit PMK dengan sapi perah baru," tutupnya. 

BACA BERITA SURYA.CO.ID LAINNYA DI GOOGLE NEWS

Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved