Pembunuhan Vina Cirebon

Eks Wakapolri Oegroseno: Iptu Rudiana Kalau di Amerika Sudah Dipecat, Kapolri Jangan Ragu-ragu

Eks Wakapolri menyebut Iptu Rudiana kalau di Amerika sudah dipecat karena membuat kebohongan yang fatal. INi sarannya untuk Kapolri!

Editor: Musahadah
kolase instagram
Eks Wakapolri Komjen (purn) Oegroseno meminta Kapolri untuk tidak ragu-ragu menerjunkan Propam untuk menangani kasus Vina Cirebon, Katanya, Iptu Rudiana kalau di Amerika sudah dipecat. 

SURYA.CO.ID - Mantan Wakapolri Komjen (purn) Oegroseno menyebut Iptu Rudiana kalau menjadi polisi di Amerika pasti sudah dipecat. 

Hal ini disebabkan karena kebohongan yang sudah dibuat Iptu Rudiana dalam menangani kasus Vina Cirebon

Diungkapkan Oegro, kebohongan Iptu Rudiana tampak saat dia membuat laporan polisi kasus Vina Cirebon yang seolah-olah dia melihat, mendengar dan mengalami kejadian pembunuhan yang menimpa VIna dan Eky. 

"Substansinya bohong semua. Dia tidak melihat, mendengar, mengalami, tapi seolah-lah mendengar, melihat mengalami. Itu sudah fatal. Di Amerika, polisi berbohong sudah dipecat, apalagi ini bohongnya terlalu besar. Jadi, tidak hanya terkait masalah isu penganiayaan saja," ungkap Oegroseno dikutip dari tayangan youtube Pengacara Toni pada Jumat (18/10/2024). 

Menurut Oegro, terkait masalah ini, Propam Polri harus turun tangan. 

Baca juga: Komnas HAM Minta Kapolri Periksa Penyidik Polres Cirebon Kota dan Polda Jabar Terkait Kasus Vina

Propam tidak perlu menunggu ada laporan polisi atau adanya keputusan hukum tetap (inkrah), jika melihat ada pelanggaran yang sudah kasat mata. 

Jika secara kasat mata sudah terlihat ada pelanggaran etika profesi, maka harus ditindaklanjuti Propam.

"Bisa berjalan mendahului pidana, pararel juga boleh. Kalau menunggu pidana tuntas, menimbulkan ketidakpastian," terangnya. 

Untuk menyelidiki dugaan pelanggaran yang dilakukan anggota ini, menurut Oegro, sangat mudah, karena Propam memiliki Paminal (pengamanan internal) yang bekerja  laiknya intelijen. 

Bahkan, kata Oegro, yang manan Kadiv Propam Polri ini, intelijen Paminal itu lebih intel dibandingkan intelijen kepolisian.

Menurut Oegroseno, di kasus Vina ini, Kapolri seharusnya bisa melakukan itu. 

Artinya, memproses etika para anggota yang diduga melanggar dalam proses penyelidikan hingga penyidikan tanpa harus menunggu ada keputusan hukum tetap.

"Jangan menunggu proses pidana yang sedang berjalan di bareskrim," tegasnya. 

Propam sebagai organisasi yang bertugas untuk menyelamatkan polri, polri, masyarakat, pemerintah, harus tegas.  

"Polisi yang besar ini diganggu dengan masalah kecil-kecil, yang bisa dibuang orang itu, ya udah. Agar polisi benar-benar menjadi dipercaya ada trush masyarakat untuk menegakkan hukum," katanya. 

Sampai saat ini, Oegro belum mellihat propam melakukan hal itu di kasus Vina Cirebon, padahal para terpidana sudah bersuara di sidang tentang penganiayaan yang dialami. 

"Seharusnya Kapolri (Jenderal Listyo Sigit Prabowo), kan dulu juga Kadiv Propam, dia harus lebih propam daripada saya.

"Jangan ragu-ragu, propam diturunkan untuk menertibkan anggota yang melakukan etika profesi. 
Gak perlu menunggu laporan," tegasnya. 

Komnas HAM Minta Kapolri Periksa Jajaran Polda Jabar dan Polres Cirebon Kota

Titin Prialianti meragukan pernyataan Komnas HAM yang menyebut ada polisi yang disanksi di kasus Vina Cirebon.
Titin Prialianti meragukan pernyataan Komnas HAM yang menyebut ada polisi yang disanksi di kasus Vina Cirebon. (kolase youtube Fristian Griec Media Official/nusantara tv)

Sebelumnya, Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) meminta Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo untuk memeriksa jajaran Polres Cirebon Kota dan Polda Jabar terkait kasus Vina Cirebon

Rekomendasi ini diberikan setelah Komnas HAM menyelidiki kembali kasus Vina Cirebon sejak Mei 2024. 

Uli Parulian Sihombing, Koordinator Sub Komisi Penegakan HAM mengatakan, rekomendasi itu dilakukan terkait adanya dugaan penyiksaan dan kekerasan yang menimbulkan luka-luka terhadap terpidana.

Selain itu, Uli juga mendorong Kapolri untuk menjamin hak-hak para terpidana untuk mendapatkan bantuan dan pendampingan hukum.

"Menjamin terpenuhinya hak-hak para terpidana untuk terbebas dari segala tindakan penyiksaan, penghukuman atas perlakuan yang kejam, tidak manusiawi, merendahkan derajat dan martabat kemanusiaannya," ujar Uli.

Baca juga: Sindir Komnas HAM Belum Seberani LPSK di Kasus Vina Cirebon, Titin: Masih Berpatokan Rilis 2016

Uli juga meminta Kapolri untuk menjamin kepastian hukum atas keluarga Vina dan keluarga Eky.

"Memastikan perlindungan dan pemenuhan hak atas keadilan dan kepastian hukum terhadap keluarga saudara Eky dan saudari Vina dalam upaya hukum," sambungnya. 

Di kasus Vina Cirebon ini, Komnas HAM juga menemukan adanya tiga jenis pelanggaran.

Hal ini disimpulkan setelah pihaknya melakukan pemantauan dengan meminta keterangan sejumlah pihak, mulai dari saksi, kuasa hukum, ahli, hingga para penyidik.

"Berdasarkan pemantauan, Komnas HAM menyimpulkan ada tiga jenis pelanggaran HAM berdasarkan Undang-Undang Hak Asasi Manusia Nomor 39 Tahun 1999," kata Uli melalui keterangannya, Senin (14/10/2024). 

Pelanggaran HAM pertama yakni terkait dengan hak atas bantuan hukum.

 Dari keterangan para terpidana dan kuasa hukum, pada 2016 lalu para terpidana tidak didampingi oleh kuasa hukum saat pemeriksaan penyelidikan dan penyidikan di Polres Cirebon.

"Absennya hak atas bantuan hukum juga terkonfirmasi berdasarkan Putusan Sidang Etik Bidpropam Polda Jabar dan Sie Propam Polresta Cirebon pada sekitar Maret 2017," jelas Uli. 

Pelanggaran kedua yakni soal penganiayaan atau penyiksaan.

Para terpidana kepada Komnas HAM mengadu bahwa mereka mengalami penyiksaan saat proses penahanan di Polresta Cirebon dan penangkapan oleh Unit Narkoba Polresta Cirebon.

Uli menuturkan, hal tersebut terkonfirmasi dari Putusan Sidang Etik Bidpropam Polda Jabar Sie Propam Polres Cirebon pada sekitar Maret 2017.

Foto-foto penyiksaan para terpidana yang beredar pada awal September 2016 juga sudah terkonfirmasi.

"Dan terkonfirmasi oleh ahli digital forensik tentang orisinalitas foto tersebut," tegas Uli. 

Terakhir, lanjut Uli, yakni pelanggaran soal penangkapan sewenang-wenang.

Uli menuturkan, saat penangkapan oleh Unit Narkoba Polresta Cirebon pada Agustus 2016, para terdakwa tak mendapatkan surat penangkapan dan juga tak diberitahukan kepada keluarga.

Jadi keluarga para terpidana tak mengetahui adanya penangkapan.

"Keluarga para terdakwa tidak mengetahui penangkapan pada terdakwa tersebut," pungkasnya. 

Kuasa hukum terpidana, Titi Prialianti mengaku optimis kasus ini akan tuntas, kalau semua pihak mata hatinya terbuka.  

"Dari 2016 saya laporkan ke Propam, Komnas HAM, ke KY (Komisi Yudisial).  Saya sudah mengusahakan 2016 dengan sekemampuan saya, tapi ada institusi yang tidak percaya saya waktu itu, termasuk Komnas HAM. 

"Kalau sekarang dengan dukungan netizen, ada saksi fakta yang datang dan berani bersidang. Saya yakin inin kecelakaan lalin, ada rekayasa luar biasa," ungkap Titin dikutip dari tayangan Nusantara TV pada Selasa (15/10/2024). 

Keyakinan Titin semakin besar setelah ada upaya Bareskrim Polri untuk menindaklanjuti laporan yang diajukan kuasa hukum terpidana.

Seperti diketahui, kuasa hukum terpidana dari Peradi melaporkan Iptu Rudiana, RT Pasren, Kahfi, Dede Riswantodan Aep Rudiansyah.  

Titin pun sudah diperiksa terkait laporan terhadap Iptu Rudiana

Dalam pemeriksaan tersebut, ada beberapa pasal yang diduga dilanggar Iptu Rudiana, yang dikonfirmasikan ke Titin.

"Di antaranya, merampas kebebasan, penganiayaan, memberikan keterangan seolah-olah benar, padahal dipalsukan, dan itu dilakukan bapak Rudiana sebagai seorang PNS," katanya. 

Dalam pemeriksaan tersebut, Titin juga menyerahkan dokumen-dokumen tertulis yang dibuktikan untuk bahan pemeriksaan. 

"Ada beberapa yang tidak tertuang saat sidang PK (Paninjauan Kembali). Karena memang berbeda pertanyaan," katanya. 

>>>Update berita terkini di Googlenews Surya.co.id

Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved