Berita Surabaya

Lindungi Stabilitas Nilai Rupiah dengan Tingkatkan Penggunaan Skema 'Local Currency Transaction'

Pemerintah terus mendorong diversifikasi dan pendalaman pasar mata uang melalui penggunaan mata uang lokal atau Local Currency Transaction (LCT).

Penulis: Sri Handi Lestari | Editor: irwan sy
ist
Para narasumber yang tampil dalam Jatim Talk 2024 yang digelar KPw BI Jatim dengan tema 'Optimalisasi Local Currency Transaction untuk Memperkuat Ekonomi dan Perdagangan Luar Negeri Jatim' di Surabaya, Senin (30/9/2024). 

"Ini adalah tantangan yang harus terus kita dorong, yang salah satunya untuk melindungi kestabilan nilai tukar," tegasnya.

Program LCT diusung pada 2022 untuk bisa menjaga stabilitas nilai rupiah dengan menghindari penggunaan mata uang jangkar dalam perdagangan internasional.

Melalui program ini, pebisnis bisa melakukan transaksi dengan negara mitra menggunakan dua mata uang tanpa harus terhubung ke mata uang seperti dollar AS (US$) atau Euro (EUR).

"Untuk menggalakkan program ini, pemerintah sudah memberikan benefit. Di lingkup Bea Cukai, ada insentif impor barang LCS yang bisa bebas dari jalur merah," tambah Rudy.

Sebagai informasi jalur Merah adalah proses pelayanan dan pengawasan pengeluaran barang impor dengan dilakukan pemeriksaan fisik dan penelitian dokumen sebelum penerbitan Surat Persetujuan Pengeluaran Barang (SPPB).

’’Harus ada pemetaan dari pemangku kepentingan tentang komoditas apa saja dari negara mitra yang bisa melalui skema LCT. Misalnya impor minyak mentah yang potensi nilai devisanya mencapai 19,71 triliun. Kalau bisa dialihkan maka kinerja LCT bakal terbantu,’’ beber Rudy.

Direktur Departemen Internasional Bank Indonesia, Ita Vianty menambahkan, penggunaan US$ dalam aktivitas perdagangan internasional memang masih dominan.

Menurut data yang dihimpun BI, 80 persen impor masih menggunakan USD.

"Sedangkan, 94 persen ekspor menggunakan juga mata uang terkuat dunia itu," ujar Ita.

Positifnya, makin banyak perusahaan yang sadar dengan skema tersebut.

Hal tersebut digambarkan dengan pertumbuhan nilai transaksi LCT yang mencapai US$ 6.285 juta tahun lalu.

’’Hingga Juli tahun ini, nilainya sudah mencapai US$ 5.428 miliar. Rasio LCT tahun ini sudah mencapai 7,51 persen dari total perdagangan internasional,’’ terang Ita.

Pada kesempatan yang sama, CEO Tancorp Abadi Nusantara, Hermanto Tanoko mengatakan bahwa pihaknya adalah salah satu perusahaan yang melakukan aktifitas impor dan ekspor.

Namun hingga kini masih belum menggunakan skema LCT karena biaya yang dikeluarkan dinilai akan lebih tinggi mengingat nilai tukar rupiah seringkali tidak stabil.

"Kembali lagi, kepercayaan kepada IDR bagaimana. Kalau mesti hedging dan segala macem maka biaya akan lebih tinggi. Karena kalau pakai LCT dan rupiahnya tidak stabil kami akan mengalami suatu kerugian. Dari sisi kami bagaimana sih rupiah bisa stabil. Untuk itu, pemerintah harus bisa membuat rupiah dipercaya di dalam negeri dan juga di luar negeri," papar Hermanto.

Halaman 2/3
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved