Pembunuhan Vina Cirebon

Titin Prialianti: Iptu Rudiana Pernah Ajukan Asuransi Usai Eky Kecelakaan, Mengapa Sebut Pembunuhan?

Iptu Rudiana diduga mengajukan asuransi Jasa Rahardja terkait kecelakaan Eky. Mengakui adanya kecelakaan?

Editor: Musahadah
kolase youtube
kolase foto Iptu Rudiana. Terlanjur Iptu Rudiana Dikabarkan Dicopot dari Jabatan Kapolsek, Polda Jabar Sebut Itu Hoax. 

SURYA.CO.ID - Iptu Rudiana diduga pernah mengajukan klaim asuransi kecelakaan Jasa Raharja atas meninggalnya sang putra, Muhammad Rizky alias Eky dalam insiden di Jembatan Talun, Cirebon pada 27 Agustus 2016. 

Hal ini diungkap kuasa hukum para terpidana kasus Vina Cirebon, Titin Prialianti melalui channel youtube nya pada Selasa (24/9/2024). 

Dikatakan Titin, banyak fakta-fakta di kasus Vina Cirebon yang tidak banyak diketahui masyarakat umum. 

Selama ini keluarga korban, termasuk Iptu Rudiana bersikukuh bahwa kasus yang menewaskan anaknya dan Vina Dewi Arsita alias Vina Cirebon adalah kasus pembunuhan dan pemerkosaan. 

Namun, menurut Titin  sebenarnya mereka mengakui kalau kasus ini kecelakaan lalu lintas. 

Buktinya pada tanggal 29 agustus 2016 atau dua hari setelah kejadian, Iptu Rudiana  mengurus asuransi ke PT Jasa Raharja, sebagai korban kecelakaan.  

"Pada tahun 2016 itu untuk korban kecelakaan tunggal dapat separuh,  kalau ada lawan atau tabrak lari dapat Rp 25 juta.  
Itu sempat diurus, katanya. 

Namun, dalam perjalanannya ternyata ada kesurupan Linda, yang menyebut Vina dan Eky meninggal karena dibunuh.

Akhirnya Iptu Rudiana pun berubah pikiran hingga menangkap 9 orang dan menetapkan 8 orang sebagai tersangka.

Sebulan kemudian, pengajuan asuransi Jasa Raharja pun dibatalkan oleh Iptu Rudiana

Titin mengklaim pernyataannya ini benar dan sesuai fakta. 

"Bisa konfirmasi ke Kapolri atau pihak kepolisian. Karena ketika mau mengajukan Jasa Rahardja kan harus ada laporan polisi. Atau ke karyawan Rasa Raharja nya, masih aktif bisa dikonfirmasi," kata Titin.

Titin berharap pihak kepolisian bisa membuka fakta ini. 

"Kelihatannya sudab terkonfirmasi, gak mungkin informasi sebesar ini tdk terkonfirmasi," katanya.  

Intinya, kata Titin dari  penelisuran ayah korban meyakini kevelakaan karena pernah mengurus pengajuan permohonan Jsa Raharja.

Dalih Iptu Rudiana Dipatahkan Susno Duadji

Susno Duadji membantah dalih Iptu Rudiana saat menjadi ahli di sidang PK terpidana kasus Vina Cirebon.
Susno Duadji membantah dalih Iptu Rudiana saat menjadi ahli di sidang PK terpidana kasus Vina Cirebon. (kolase nusantara tv/istimewa)

Dalih Iptu Rudiana dipatahkan mantan Kabareskrim Komjen (purn) Susno Duadji saat menjadi ahli di sidang Peninjauan Kembali (PK) terpidana kasus Vina di Pengadilan Negeri Cirebon pada Rabu (18/9/2024). 

Sebelumnya, Iptu Rudiana membantah telah menangkap dan menganiaya 9 orang, delapan diantaranya menjadi terpidana kasus Vina Cirebon

Iptu Rudiana beralasan hanya mengamankan mereka. 

"Saya enggak nangkap ya, saya hanya mengamankan saja. Beda ya nangkap dan saya amankan, karena saat itu saya baru tahu mereka pelakunya," ujar Rudiana dalam konferensi pers bersama Hotman Paris beberapa waktu lalu.

Rudiana juga menegaskan bahwa tuduhan penganiayaan yang dilayangkan kepadanya tidak benar.

"Soal penganiayaan itu tidak ada. Tidak ada penganiayaan," ucapnya.

Namun, pembelaan Iptu Rudiana itu dipatahkan Susno Duadji. 

Menurut Susno, dalam undang-undang acara pidana, tidak ada istilah mengamankan. 

Menurutnya, membawa orang ke kantor atau ke suatu tempat tanpa ada surat penangkapan, itu namanya merampas kemerdekaan orang lain. 

"Gak ada istilah mengamankan. Di KUHAP itu gak ada istilah mengamankan. Itu bukan tertangkap tangan," kata Susno. 

Saat penangkapan pun, tidak semua anggota Polri diperbolehkan menangkap. 

Menurut Susno, yang boleh menangkap hanya anggota polri aktif, berdinas di reserse, dan diberikan surat perintah. 

"Kalau mengamankan? apanya yang diamankan. Jangan dicampuradukkan menangkap dan mengamankan. Kalau pengamanan misalnya ada keramaian atau ada sidang kayak gini, itu ada pengamanan," terang Susno.

Disinggung tentang adanya anggota polri yang menangkap lalu melakuan penyiksaan, menurut Susno anggota polri ini tak hanya bisa dikenakan kode etik namun bisa dikenakan ancaman pidana. 

"Bisa (Pasal) 351 bisa 352 (KUHP). Apabila dilakukan anggota polri, itu harus diperberat. Dan ingat, Indonesia punya meratifikasi konvensi internasional tentang antipenyiksaan," ungkapnya. 

Disinggung tentang tidak adanya pendampingan kuasa hukum untuk tersangka pada proses penyidikan, menurut Susno, hasil pemeriksaan itu harus dinyatakan batal demi hukum. 

"Sudah banyak putusan pengadilan, membatalkan dan membebaskan terdakwa karena tindak pidana yang diancam hukuman 5 tahun ke atas dan pemeriksaan awal tidak didampingi," katanya. 

Susno juga dimintai pendapatnya mengenai penanganan kasus dimana tersangka ditangkap dahulu baru dibuat laporan polisi, lalu tidak ada penyelidikan, tetapi langsung penyidikan dan ditetapkan tersangka dalam hitungan jam. 

Menanggapi hal ini, Susno berkelakar semoga hal itu tidak terjadi di Indonesia, apalagi di Jawa Barat. 

"Mudah-mudahan itu ilusi kasus, semoga tidak terjadi di Indonesia. Kalau ini terjadi di Indonesia, dan di Jawa Barat dan saya pernah jadi kapolda jawa barat. Saya pingsan di sini," sindirnya. 

"Kalau itu benar, pak kapolri harus dengar. Pak kapolri junior saya, saya tidak pernah menjadi senior mengajarkan ini," tegasnya. 

"Hakim sekarang ini tidak punya kewenanagna apa-apa, cuma menerima," tegasnya. 

 

 

Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved